Sunday, December 21, 2014

Voice+ Magazine | Self-Publishing | April, 2012 | by Kristian Erdianto


Apa yang melatarbelakangi Dewi Lestari banyak menulis tentang pencerahan, spiritualitas, dan kehidupan? Adakah sebuah kejadian dalam hidup yang membuat Dewi akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang penulis?

Untuk menulisnya sendiri sudah hobi dari kecil. Tapi saat saya menuliskan Supernova pada tahun 2000, itu memang didorong oleh peristiwa pribadi yang terjadi pada hidup saya. Singkat kata, Supernova adalah refleksi dari perjalanan spiritualitas saya.

Beberapa novel karya Dewi yang sudah diterbitkan, hampir semuanya diterbitkan secara indie/self published, kenapa Dewi memilih untuk menerbitkannya sendiri? Ada alasan khusus? Apakah terkait dengan menjaga idealisme?

Keputusan saya self-publishing sebetulnya lebih seperti "kecemplung". Waktu itu saya tidak begitu pede bahwa Supernova akan diterima penerbit, sementara saya ingin menerbitkan Supernova menjadi buku sebagai hadiah ultah saya yang ke-25. Jarak antara manuskrip selesai ke ultah saya hanya 4 bulan. Saya pikir itu terlalu mepet untuk dibawa ke penerbit karena ada risiko harus antre, dsb. Jadi saya terbitkan sendiri. Selebihnya sih karena sudah kadung menjalankan saja. Setelah terasa kerepotan baru saya melirik kerjasama dengan penerbit lain.

Sebelum Dewi meluncurkan novel pertama Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh, dan meledak di pasaran, apakah Dewi pernah menawarkan naskah awal ke penerbit-penerbit konvensional (major publisher)? Apakah ditolak? Bila ditolak, apa yang menjadi alasan dari penolakan tersebut?

Saya nggak sempat ke penerbit.

Apa tanggapan Dewi melihat saat ini banyak penulis yang memilih untuk menggunakan jalur self publishing?

Menurut saya, jalur self publishing adalah jalur alternatif yang baik. Tentu ada risiko dan konsekuensi sendiri. Tapi jika cuma bersandar pada kans yang dibuka oleh penerbit-penerbit besar, menurut saya itu juga akan meredam kreativitas dan semangat kepenulisan.

Ada anggapan miring yang menyatakan bahwa banyak penulis yang memilih self publishing karena mereka ditolak oleh penerbit, hanya mencari ketenaran dengan cara singkat, dan kualitas karya yang dihasilkan pun patut dipertanyakan. Bagaimana komentar Dewi terhadap anggapan miring tersebut?

Tujuan saya self publishing waktu itu sangat sederhana, yaitu menghadiahi diri sendiri kado ultah berupa buku. Saya nggak peduli bakal laku atau tidak, jadi tenar atau tidak. Toh, waktu itu saya sudah jadi penyanyi. Jadi saya tidak lagi mencari pengakuan semacam itu.

Proses apa saja yang telah dilalui (atau mungkin harus dilalui) oleh Dewi ketika menerbitkan seluruh karyanya melalui jalur self publishing?

Sebagai catatan, karya saya yang murni self publish sebetulnya hanya satu, yakni Supernova episode pertama (KPBJ). Pada Akar, Petir, Filosofi Kopi, saya sudah bekerja sama dengan penerbit lain. Saya masih memproduseri, tapi sudah ada penerbit yang mem-backup saya. Untuk self publishing sendiri tentunya yang dibutuhkan adalah modal (tergantung bukunya laku atau tidak, semakin bukunya laku, otomatis modal cetak yang dibutuhkan lebih besar lagi), lalu SDM. yakni staf atau orang-orang yang menjalankan produksi, pengecekan ke distributor, promosi, dan hal-hal administratif lainnya.

Apa saja yang harus dilakukan oleh seorang penulis pemula (strategi) jika ingin menerbitkan karyanya melalui jalur self publishing agar tidak dipandang sebelah mata?

Memiliki semua yang saya sebutkan di atas. Self publishing amat tergantung dari animo pembaca yang menyambutnya. Jika sambutannya sederhana, maka penerbitan bukunya pun bisa sederhana, bahkan mungkin dijalankan sendirian oleh penulisnya. Semakin bukunya bergaung dan diminati secara luas, sistem kerja dan modal yang dibutuhkan juga akan semakin kompleks. Jadi minimal si penulis harus mengecek betul kesiapannya: modal, SDM, tekad, dan kesiapan untuk repot.

Apa yang menjadi sisi positif dan negatif bagi penulis jika memutuskan untuk melakukan self publishing? Sepanjang pengalaman melakukan self publishing, apa manfaat yang dirasakan oleh Dewi sebagai seorang penulis?

Positifnya, penulis memiliki kendali yang lebih luas, sistem yang otomatis lebih transparan, dan banyak pengalaman bermanfaat. Tantangannya, lebih repot, energi dan fokus terkuras, bisa-bisa habis tenaga untuk menulis buku berikutnya, dan kemungkinan rugi secara finansial. Yang saya rasakan juga kurang lebih sama. Dengan pernah menerbitkan sendiri, saya jadi paham betul proses produksi dan cukup tahu cara kerja industri perbukuan itu seperti apa. Repotnya juga banyak, antara lain saya harus mengurus staf, administrasi, dan banyak hal-hal teknis lain yang menguras energi.

Menurut Dewi adakah kekurangan dari proses self publishing yang sekarang banyak dilakukan oleh penulis-penulis pemula?

Saya kurang tahu bagaimana proses self publishing yang dijalankan penulis lain, jadi tidak bisa berpendapat soal ini.

Bagaimana Dewi melihat tren self publishing di Indonesia ke depannya?

Entah ke depannya. Yang jelas, sekarang ini semakin banyak mitra-mitra independen untuk menerbitkan buku, terutama dengan adanya sistem POD (Print On Demand), yang itu bisa membantu penulis untuk tidak terbebani dengan modal cetak yang besar di depan. Begitu juga dengan perkembangan buku digital. Rantai antara penulis dan pembaca semakin pendek karena tidak lagi harus berurusan dengan toko buku fisik, distribusi fisik, dll. Jadi pasti akan ada perkembangan yang menarik.

Ada saran bagi penggemar Dewi yang berniat menjadi seorang penulis?

Berani gagal, berani memiliki karya yang tidak selesai, berani mencoba lagi, dan berani menghadapi kesuksesan. Semuanya itu memiliki konsekuensi. Yang jelas, menulislah apa yang kita suka. Tulislah buku yang ingin kita baca.

Dari info yang kami dapatkan, pada bulan April ini, Mbak Dewi akan merilis novel terbaru berjudul Partikel, bisa ceritakan sedikit kepada para penggemar Dee tentang novel terbarunya? 

Partikel adalah episode keempat dari serial Supernova, terbit serentak tanggal 13 April 2012 ini. Sebagai buku yang sudah ditunggu delapan tahun, saat-saat ini menjadi momen yang mendebarkan bagi saya. Partikel sendiri akan banyak bercerita tentang lingkungan, shamanisme, ET, dan konflik keluarga.