Sunday, December 21, 2014

Majalah HAI | Memfilmkan Buku | September, 2012 | by Ananda Rasulia


Saat pertama mendapat tawaran, apa rasanya novel yang ditulis sendiri akan difilmkan? Apa yang terbayang saat itu?

Dari kali pertama menuliskan cerita Perahu Kertas tahun 1996, saya sudah mengkhayalkannya menjadi film. Dalam benak saya saat menuliskannya pun yang terbayang adalah film. Walaupun menurut saya saat itu, format yang ideal untuk Perahu Kertas adalah serial, karena konten ceritanya yang sangat padat. Dari tahun 2001 pun sebetulnya saya dan kakak saya sudah memperjuangkannya menjadi film, tapi belum berjodoh. Baru tahun 2009 tawaran itu datang bersamaan dengan tawaran menerbitkan Perahu Kertas menjadi buku (sebelumnya sudah terbit dalam format digital WAP oleh XL). Yang terbayang saat itu adalah kerja keras. Saya memang sudah mensyaratkan beberapa hal, salah satunya menjadi penulis skenario, terlibat dalam proses casting, dan membuatkan soundtrack. 

Mbak juga menjadi penulis naskah Perahu Kertas, apakah alasan utama meminta posisi tersebut dalam film?

Karena saya merasa sebagai orang yang paling mengenal cerita, jadi kalau ada yang harus tega "memutilasi" novel Perahu Kertas tapi tanpa kehilangan esensi dan gaya bertutur Perahu Kertas, ya orang itu adalah saya. Saya memang harus belajar menulis skenario dari nol, karena format dan hukum-hukumnya yang nggak persis sama dengan novel. Tantangan yang menyenangkan, sih. Saya belajar banyak dari menulis skenario Perahu Kertas.

Apa pendapat Mbak tentang 'film yang diangkat dari novel, sering mengecewakan penonton yang sudah membaca novel tersebut?'

Ya, itu sudah lumrah hukumnya. Teater dalam pikiran pembaca adalah yang terbaik, mutlak, dan tak bisa dikalahkan. Otomatis, pembaca yang menjadi penonton akan melakukan komparasi dan pembanding-bandingan antara apa yang ia lihat di layar dan yang ia khayalkan dalam benaknya. Dan hampir pasti keduanya berbeda.

Bagaimana sebenarnya proses adaptasi film dari novel? Jika dibuat langkah demi langkah secara garis besar seperti apakah kira-kira langkahnya?

Skenario punya struktur yang hampir baku. Grafik cerita, naik-turun, sudah ada hukum-hukumnya. Sudut bercerita dalam film juga harus jelas, apa yang jadi premisnya, segalanya harus lebih tajam. Jadi, dari novel, kita harus menentukan ulang, premis cerita kita apa, karakter-karakter mana yang menjadi pencerita, dsb. Selebihnya, kita memuatkan isi novel ke dalam struktur skenario mengikuti hukum grafiknya. Karena itu terkadang ada tokoh yang tidak menonjol jadi menonjol, konflik yang tidak ada jadi ada, dsb, karena kita harus "melukis" ulang grafik cerita sesuai dengan hukum film. 

Apa yang paling sulit dari semua langkah itu? Dan bagaimana cara mengatasinya?

Yang paling sulit adalah mengakomodasi keinginan banyak orang. Film itu melibatkan banyak pihak: sutradara, produser, artistik, dsb. Semua itu harus diakomodir dalam skenario. Jadi nggak bisa sesukanya penulis. Beda dengan novel di mana penulis punya kebebasan hampir mutlak. Mengatasinya ya dengan belajar berkompensasi. Memahami bahwa inilah film. Bukan buku.

Tentang film yang sekarang banyak diangkat dari novel, apakah Mbak melihatnya sebagai tren, latah, atau memang permintaan pasar yang besar?

Ada beberapa aspek bisnis yang jelas menguntungkan dengan mengadaptasi buku. Pertama, buku, terutama yang laris, pastinya sudah punya pembaca setia dalam jumlah besar. Pembaca itulah yang kemudian diharapkan menjadi penonton. Jadi, sudah ada sejumlah penonton yang pasti. Kedua, film itu tulang punggungnya adalah cerita. Buku, terutama yang laris, kurang lebih karena punya cerita yang kuat. Berarti itu sudah menjadi modal tulang punggung yang kuat bagi film. Risikonya, kalau adaptasi tidak memuaskan. Otomatis akan menjadi publikasi yang kurang baik bagi film, bahkan bagi penulis. Jadi tetap ada risikonya.

Sekarang sedang garap film Madre ya, mbak? Sudah sampai mana prosesnya? Mbak jadi penulis naskah lagikah?

Dalam Madre, saya tidak terlibat produksi sama sekali. Cerita akan ditulis dan disutradari oleh Benny Setiawan. Jadi, di Madre, saya belajar juga untuk melepas karya saya sepenuhnya. Bagi saya ini sebuah pengalaman yang perlu dicicipi juga. Yang saya tahu, saat ini Madre masih penggarapan naskah sekaligus persiapan syuting. Syuting mulai Oktober.

Ada pesan khusus untuk filmmaker yang akan menggarap film yang diangkat dari novel?

Pahami premis cerita dengan baik, karena itulah benang merah yang minimal harus ada untuk menjembatani buku dan film. Pahami bahwa film dan buku adalah dua format yang berbeda. Jangan salahi struktur hanya karena ingin "setia" sama buku. Tulang punggung film tetap harus skenario yang kuat, bukan skenario yang persis buku.