Sunday, December 21, 2014

Republika | Menulis Novel vs Cerpen | April, 2005


Sejak kapan senang menulis novel?

Saya memang senang menulis sejak masih kanak-kanak. Barangkali sama dini atau bahkan lebih awal dari bernyanyi/bermusik. Muaranya satu: hobi mengkhayal. Bagi saya, menulis itu seperti survival kit. Saya bisa berfungsi sebagai manusia yang balans karena saya menulis. Benak ini rasanya begitu padat, pengap, dan bisa meledak kalau tidak dituangkan. Novel, atau lirik lagu, hanyalah format salurannya saja. Menulis buku memang menjadi cita-cita. Sejak dulu, saya merasa tulisan saya ini tidak punya tempat di media. Terlalu panjang untuk cerpen, terlalu pendek untuk novel. Makanya, saya bertekad akan menulis buku saja langsung. Ketika mulai menulis Supernova tahun 2000, saya sudah feeling: inilah buku pertama saya yang dipublikasikan.

Kabarnya, Mbak lebih senang menulis novel dibanding cerpen. Kenapa?

Menurut saya, penulis itu seperti pelari. Ada yang lari sprint, ada yang lari maraton, dsb. Penulis pun ada yang memang tendensinya menulis pendek, menulis panjang, dsb. Kalau saya dari dulu memang lebih suka menulis panjang, saya menikmati jalan cerita yang berkembang, tokoh-tokoh yang memiliki sejarah lengkap, dsb. Baru sekarang2 ini saya mulai belajar membuat cerpen. Dan memang kedua format itu, sekalipun hakikatnya sama-sama menulis, masing-masing punya trik dan metoda tersendiri.

Bisa diceritakan awalnya menemukan ide untuk menulis novel Supernova?

Supernova merupakan sharing permenungan spiritual pribadi saya, yang ingin saya bagi untuk orang banyak. Melihat krisis bangsa kita ini, saya sering merasa tergerak ingin melakukan sesuatu, berkontribusi, tapi tidak tahu apa. Sampai akhirnya saya sadar bahwa potensi saya untuk menulis dan bermusik merupakan jalur yang bisa dipakai dan dimaksimalisasikan. Supernova merupakan novel serial. Secara cerita, pesan, dan inti, pastinya ada benang merah antarepisode. Tapi, tentu terdapat perbedaan pada gaya pengungkapan, setting, penyusunan plot, karena itu juga mengungkapkan pertumbuhan saya sebagai penulis. Sekilas konsep Trilogi Supernova: Episode 1 akan mengungkapkan hubungan manusia dengan dirinya sendiri; episode 2, hubungan manusia dengan lingkungan/eksternalitas; episode 3, hubungan manusia dengan Pencipta. Jadi episode kedua ini banyak unsur petualangan, permenungan tentang Bumi, alam, dan sistem masyarakat yang lebih luas.

Ada tenggat waktu untuk merampungkan seri yang tersisa, misalnya mendisiplinkan diri menulis sekian jam sehari?

Biasanya saya meluangkan setidaknya empat jam untuk menulis dalam sehari. Tidak melulu menulis Supernova, pokoknya sesuai dengan jadwal pekerjaan saja. Misalnya sekarang ini saya sedang menyusun kumpulan cerita, prioritas saya ke sana dulu. Begitu selesai, saya akan mengerjakan Supernova lagi.

Apa arti menulis - khususnya novel - bagi Mbak?

Ada di jawaban no 1, ya.

Banyak orang memuji Supernova. Bagaimana perasaan Mbak Dewi dengan pujian itu?

Sebenarnya hadiah terbesar bagi seorang penulis adalah ketika berhasil menyelesaikan karyanya. Sisanya hanyalah bonus. Jadi pada dasarnya, pujian maupun kritik, sama-sama saja nilai dan artinya. Saya tentunya senang dan bangga apabila Supernova banyak disukai, terutama kalau karya kita dapat menginspirasi mereka untuk jadi lebih baik, jadi lebih kreatif.

Ke depan, masih akan terus menulis novel? Tidak berniat mengembangkan disiplin ilmu hubungan internasional yang diperoleh di perguruan tinggi?

Tentunya masih. Walaupun bukan berarti tidak ada kemungkinan menulis dalam format lain. Buktinya sekarang saya sedang menyiapkan kumpulan cerita. Saya tidak akan eksklusif menulis novel saja, saya masih berkeinginan banyak dalam dunia kepenulisan ini. Saya ingin satu saat nanti menulis buku cerita anak-anak, buku cerita remaja, juga karya nonfiksi yang mungkin saja akan ada hubungannya dengan Hubungan Internasional. Memang tidak dalam waktu dekat, tapi akan.

Bagaimana dukungan keluarga dengan aktivitas menulis novel?

Pendukung terbesar saya sejak dulu adalah keluarga. Sejak kecil mereka sangat pengertian, suportif, dan juga sering memberikan inspirasi dan masukan. Ayah dan Ibu saya memberikan kebebasan untuk berkreasi, termasuk menulis. Suami saya pun sangat mengerti profesi ini, kadang2 dia malah suka menemani begadang. Kalaupun mereka tidak membantu secara langsung, mereka tetap berperan sebagai refreshment kalau saya lagi jenuh soal kerjaan, kebanyakan menulis, dsb. 

Masih tetap mencipta lagu dan menyanyi?

Menyanyi tetap menjadi prioritas utama. Sama dengan menulis. Tapi sekarang saya prioritaskan berdasarkan sikon saja. Apabila memang berencana mengeluarkan buku, ya berarti menulis dulu. Rencana untuk bersolo karier sudah ada. Bahkan sudah lama ada. Tapi terpaksa saya tunda karena dulu ingin merilis buku. Dalam waktu dekat sebenarnya ada rencana akan menggabungkan album saya dengan buku. Ditunggu saja!