Tuesday, December 16, 2014

Femina | Gaya Hidup Ramah Lingkungan | Juli, 2010 | by Halleyna Sjuhada


Sejak kapan Anda mulai menerapkan kehidupan yang selaras dengan alam?

Kalau saya kilas balik, sepertinya saya sudah tertarik dengan konsep hidup yang ramah lingkungan itu sudah lama, sejak kecil bahkan. Tapi baru setelah berumah tangga dan punya otonomi untuk mengurus segalanya sendiri, barulah saya punya kebebasan penuh untuk menerapkan gaya hidup yang saya mau. Ditambah lagi, salah satu cerita Supernova yang sedang saya tulis (Partikel), temanya memang lingkungan hidup, jadi karena banyak riset dan otomatis banyak baca, rasanya saya makin melek dengan banyaknya ketidakselarasan gaya hidup manusia modern dengan alam. Dan itu membuat saya banyak merenung, lalu mulai melakukan perubahan kecil-kecil dari rumah sendiri.

Konsep go green, green living, sampai hidup organik, kini sering dijadikan orang sebagai gaya hidup temporer. Bagaimana Anda bisa menjaga komitmen diri untuk konsisten menjalankannya?

Prinsip saya, tidak ada yang namanya perbuatan besar, yang ada hanyalah perbuatan kecil namun dilakukan dengan setia. Begitu juga dengan green living, baru bermakna dan transformatif jika dilakukan dengan setia, nggak perlu ngoyo, dan nggak usah target muluk-muluk. Cukup perubahan yang dirasa realistis, untuk skala diri sendiri dan keluarga. 

Saat mulai ‘berdamai’ dengan alam, pasti ada rutinitas dan pola baru yang harus dijalani. Misalnya, yang tadinya makan daging lalu switch menjadi vegetarian. Pernahkah ada kesulitan meninggalkan kebiasaan lama?

Waktu vegetarian, karena sudah punya rumah dan keluarga sendiri, rasanya nggak sulit. Waktu mulai rutin meditasi, misalnya, karena lingkungan juga mendukung, juga rasanya mudah-mudah saja. Yang lumayan menantang adalah mengondisikan penghuni rumah lain (pembantu dsb) untuk ikut partisipasi, misalnya dalam pemisahan sampah, membuat kompos, dan disiplin2 kecil lain yang mungkin bagi mereka bukan hal yang umum

Bangun pagi yang baik, biasanya membuat sesorang memiliki mood yang baik pula untuk mengawali hari. Apa ritual bangun pagi Anda untuk menjaga penampilan dan mood?

Sekarang ini sih, saya lagi punya rutinitas untuk jalan kaki di pagi hari selama 30-35 menit. Pas baru bangunnya banget, saya minum air putih lalu sarapan buah.

Apakah Anda selalu menggunakan produk berbahan natural, seperti makanan organik, kosmetik, peralatan rumah? Apa sajakah keuntungan menggunakannya, bagi diri sendiri, orang lain dan bagi Bumi?

Sebisa mungkin iya, karena selain lebih aman (apalagi kalau di rumah ada anak kecil), sebetulnya bahan-bahan alami jauh lebih ekonomis dan ramah lingkungan tentunya. Misalnya, pemakaian baking soda untuk membersihkan sayuran, menggosok alat-alat dapur, kamar mandi, dsb. Untuk perawatan kulit, sekarang saya sedang mencoba hanya pakai VCO atau minyak zaitun, dan ternyata baik-baik saja.

Bagaimana pendapat Anda tentang inner beauty? Apakah itu merupakan anugerah, atau sesuatu yang harus diusahakan oleh setiap wanita untuk memancarkan inner beauty-nya?

Menurut saya, inner beauty tidak bisa dipaksakan. Itu semacam “bonus” yang terpancar jika memang sudah terasah. Malah menurut saya, semakin kita “sadar” dan ingin meningkatkan inner beauty, malah kontraproduktif. Inner beauty, menurut saya, sama seperti ketulusan. Dia hadir jika memang sudah saatnya hadir, bertambah jika memang sudah seharusnya bertambah, tidak bisa kita kondisikan. 

Menurut Anda, bagaimana hubungan antara kecantikan dan percaya diri seorang wanita? 

Percaya diri menurut saya ada dua macam. Percaya diri polesan yang sifatnya lebih superfisial, dan percaya diri yang memang terdorong dari dalam karena yang bersangkutan sudah betul-betul nyaman dan menerima dirinya apa adanya. Menurut saya, kecantikan yang sesungguhnya ada di tipe percaya diri yang kedua. Justru ketika seorang perempuan sudah benar-benar berdamai dengan dirinya sendiri, menerima baik buruk dirinya, tanpa lagi merasa harus memoles apa-apa, di sanalah kecantikan yang sesungguhnya akan terpancar. 

Saat ini, tempat ‘refreshing’ bagi sebagian besar masyarakat kota adalah mall. Bagaimana pendapat Anda mengenai hal ini? Apa tip Anda untuk menemukan efek ‘refresh’ yang sederhana bagi diri sendiri? 

Mall memang bagian dari kebudayaan modern yang tidak bisa disangkal atau dicegah. Saya sendiri tidak anti mall, tapi memang agak miskin rasanya kalau perbendaharaan tempat refreshing kita hanya mall dan sejenisnya. Refreshing yang benar-benar mengisi baterai hati, tubuh, dan batin, menurut pengalaman saya adalah retret. Menarik diri dari keramaian luar, dekat dengan alam, dan mengamati “keramaian” yang terjadi dalam diri, alias bermeditasi. Nggak perlu dalam format retret formal, cukup dengan meluangkan waktu harian untuk diam dalam hening dan mengamati apa yang terjadi di dalam diri kita, bagi saya adalah refreshing sederhana tapi bermakna. 

Ada anggapan bahwa menerbitkan buku juga merupakan kegiatan yang kurang ramah lingkungan. Sebagai penulis, bagaimana Anda menyiasati hal ini? 

Opsi yang dipunya sekarang adalah buku digital. Saya sendiri sempat punya buku digital yakni Perahu Kertas yang dilaunch versi digitalnya tahun 2007. Saat itu Perahu Kertas cuma bisa dibaca lewat HP. Sekarang juga sudah marak e-book, dsb. Menurut saya, saat ini industri buku dan industri analog secara keseluruhan memang sedang bertransisi. Apakah barang-barang seperti buku, CD, dsb, akan hilang nantinya? Saya nggak tahu pasti. Saya sendiri masih dalam posisi mengamati perkembangan yang terjadi. 

Apa tip Anda untuk para wanita modern yang ingin memulai hidup dengan lebih serasi dan seimbang dengan alam?

Hidup selaras dan seimbang, artinya jangan hanya sibuk dengan apa yang terlihat dan apa yang ada di luar diri kita, tapi juga kembali pada apa yang ada di dalam diri. Bermeditasi, memperbaiki nutrisi, mengenal konsep-konsep atau trik/tips green living, bisa membuat perempuan lebih sehat, lebih seimbang, lebih dekat dengan energi femininnya, dan juga membantu Bumi kita untuk bernapas sedikit lebih lega.