Saturday, December 20, 2014

Mitra Netra | Profil | Juli, 2006 | by Fifi


Sejak kapan Mbak Dewi mulai menulis?

Saya menulis sejak kecil. Seingat saya, tulisan serius pertama yang saya tulis itu waktu saya kelas 5 SD, umur 10 tahun, dongeng tentang seorang anak yang mendamba kuda poni. Waktu itu saya banyak terpengaruh buku-buku Enid Blyton. Serius menggarap buku mulai saat kuliah. Tapi baru tahun 1999 saat saya mulai menulis draf Supernova, saya amat yakin bahwa Supernova akan menjadi karya pertama saya yang akan dipublikasi.

Saya tahu Mbak Dewi adalah seorang penyanyi. Apa yang menginspirasi mbak Dewi untuk menulis?

Memang hobi sejak kecil, sih, ya. Saya sendiri nggak tahu darimana asalnya. Barangkali bakat. Atau juga karena saya memang hobi mengkhayal dan butuh penyaluran. Menulis menjadi salah satu media saya.

Sudah berapa buku yang mbak Dewi tulis?

Ada 4 buku: Supernova – Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh, Supernova – Akar, Supernova – Petir, dan Filosofi Kopi.

Bagaimana Mbak Dewi mendapatkan inspirasi atau ide untuk dijadikan novel?

Menurut saya, lebih tepat kalau ide yang menemukan saya, bukan saya yang menemukan ide. Apa yang saya lakukan hanyalah mengobservasi kehidupan sekitar saya, mengobservasi perasaan, pikiran, dan kehidupan pribadi saya. Dikombinasi dengan imajinasi maka jadilah ide cerita.

Apa yang Mbak Dewi lakukan untuk memperkaya tulisan?

Banyak membaca, dan menjadi pengamat yang baik. Itu saja. Inspirasi itu tersembunyi di setiap momen hidup kita, baik dari peristiwa, maupun bacaan. Dengan mengasah diri kita menjadi peka, dan mau membuka wawasan, pasti tulisan kita juga jadi lebih kaya.

Saya tahu Mbak Dewi cukup sibuk. Kapan biasanya Mbak Dewi menulis?

Dulu saya rutin menulis mulai malam hari sampai pagi. Tapi, sekarang berhubung sudah ada anak, jadi tidak bisa seperti itu lagi. Sekarang saya menulis sesempatnya saja. Kalau memang ada waktu kosong ya saya manfaatkan.

Berapa lama biasanya Mbak Dewi bisa menyelesaikan sebuah novel?

Bervariasi, kadang-kadang bisa di bawah 1 tahun, 9 atau 6 bulan. Tapi ada juga yang di atas 1 tahun, bahkan bertahun-tahun. Tergantung keleluasaan waktu yang saya punya dan tingkat kesulitan/riset yang dibutuhkan cerita itu.
 
Bagaimana Mbak Dewi membagi waktu untuk keluarga, menyanyi dan menulis?

Tidak ada resep khusus sebetulnya, hanya menjalankan semuanya sebisa mungkin dengan sesantai mungkin. Yang jelas keluarga saya harus jadi prioritas, sisanya menyusul. Kalau sempat nulis, ya, nulis, kalau sempat nyanyi, ya, nyanyi. Yang penting tidak melupakan komitmen dan integritas saya terhadap profesi. Bagaimanapun saya butuh menulis dan musik sebagai media berekspresi, tapi juga harus realistis.

Bagaimana dukungan keluarga dan suami dalam profesi Mbak Dewi sebagai penulis?

Mereka tentunya sangat mendukung. Ini kan sudah bagian dari diri saya, satu paket. Kalau sehari-harinya, ya, dengan memberikan saya keleluasaan untuk bekerja, memberikan masukan jika dibutuhkan, dsb. Pokoknya mereka sangat suportif.

Apa Mbak Dewi akan terus menulis?

Tentunya iya. Bagi saya menulis bukan lagi profesi, tapi kebutuhan. Dulu sebelum cerita saya diterbitkan pun saya tidak pernah berhenti menulis, jadi nanti kalaupun nggak jadi buku ya nggak apa-apa, yang penting menulisnya jalan terus. Dibaca sendirian juga oke. Hehe.

Apa motto hidup Mbak Dewi?

Mengenali diri sendiri adalah satu-satunya misi sejati hidup ini.

Mengapa Mbak Dewi bersedia membantu teman-teman tunanetra dalam hal bahan bacaan?

Menurut saya, teman-teman tunanetra pun punya hak yang sama dengan teman-teman lain, mereka punya hak untuk meluaskan wawasan, hak untuk terhibur lewat bacaan, juga hak untuk berkreasi lewat menulis. Karena menulis dan membaca adalah kegiatan yang tidak terpisahkan, maka sebisa mungkin kita selayaknya membantu teman-teman tunanetra. Mereka sudah punya huruf Braille untuk membaca, tinggal bacaannya yang perlu diperkaya. Satu kehormatan bagi saya apabila karya saya juga bisa dinikmati oleh mereka.

Apa saran Mbak Dewi kepada generasi muda yang ingin jadi penulis?

Sama seperti yang di atas, bahwa menulis harus dikawinkan dengan kegiatan membaca. Seorang penulis yang baik adalah pengamat yang baik, juga pembaca yang kaya. Dan tidak ada cara lain untuk menulis selain menulis, jadi harus sering dilatih dan dicoba tanpa putus asa.