Sunday, December 21, 2014

Rolling Stone Indonesia | Film Perahu Kertas | Agustus, 2012 | by Wening Gitomartoyo


Penulisan novel Perahu Kertas dilakukan dengan 'mengasingkan diri' selama 60 hari. Bagaimana dengan penulisan skenario filmnya? Dan berapa lama pengerjaannya?

Untuk skenario saya nggak menargetkan waktu seperti saat menulis novel. Saat menulis skenario, prosesnya saya barengi dengan belajar dasar teorinya juga. Jadi, cukup lama juga saya berkutat dengan buku-buku penulisan skenario, membaca skenario film yang menurut saya bagus dan mempelajari strukturnya. Saya lebih lama bermain dengan struktur ketimbang penulisannya, karena tantangan skenario Perahu Kertas adalah memuat cerita yang begitu besar ke dalam skenario 100 halaman tanpa merusak grafiknya. Belum lagi penulisan skenario tersebut harus mengakomodasi keinginan tiga produser (Pak Chand Parwez dari Starvision, Pak Putut dari Bentang Pictures, dan Hanung Bramantyo dari Dapur Film). Jadi, cukup lama proses bongkar pasangnya. Kira-kira setahun saya mengerjakan skenario Perahu Kertas.

Hal apa yang dirasa paling pelik dalam 'memindahkan' karakter-karakter novel ke dalam film?

Tidak banyak perubahan dalam karakter. Karakter-karakter di novel sudah cukup kuat. Namun, saya merasa, dalam film, cerita dan karakter harus dipertegas gradasinya. Harus ada tokoh-tokoh yang menajamkan konflik. Untuk itu, saya memunculkan beberapa tokoh "baru", tepatnya, tokoh yang sudah ada di novel tapi dikembangkan sedemikian rupa sehingga mereka memiliki porsi yang lebih besar dan signifikan. Misalnya, tokoh Siska (partner kerjanya Remigius) dan Banyu (pemahat di Ubud). Dua tokoh itu ada di novel, tapi hanya selewat, di film mereka diperbesar dan punya porsi signifikan dalam hidup tokoh-tokoh utama.

Film biasanya tidak bisa seleluasa novel, dalam arti ada hal-hal yang harus dikorbankan atau dihilangkan. Bagaimana Mbak Dewi berkompromi dengan hal ini?

Itu hal yang saya sadari sejak awal. Karena itulah saya mengajukan diri sebagai penulis skenario Perahu Kertas sejak awal kerja sama. Saya berpikir, kalau ada orang yang bisa tega memutilasi cerita Perahu Kertas, ya, harus saya orangnya. Sayalah orang yang memahami betul fondasi cerita Perahu Kertas, hingga sayalah yang bisa memutilasinya tanpa membunuh spirit ceritanya. Konsekuensinya, kalau ada yang protes kenapa cerita beda dengan novel, ya, saya jugalah orang yang diprotes. Nggak bisa cari kambing hitam. Hehe.

Bagaimana komentar Mbak Dewi untuk Hanung Bramantyo sebagai sutradara film ini? Apa dari awal memang sudah menginginkan Hanung di posisi itu?

Untuk pemilihan sutradara, kami pitching bersama (saya, Pak Chand Parwez, dan Pak Putut). Ada empat nama sutradara yang sempat dicalonkan. Sejak awal, Pak Parwez sudah sangat yakin dengan Hanung, karena menurut beliau, Hanung tipe sutradara yang mampu memegang banyak pemain, pas dengan karakter Perahu Kertas yang punya tokoh banyak. Sayangnya, Hanung sempat tidak bisa karena jadwal kerjanya nggak matching. Setelah rencana rilis Perahu Kertas diundurkan ke Agustus 2012, jadwal Hanung kembali memungkinkan, dan akhirnya Pak Parwez kembali mengusulkan Hanung. Jujur, tadinya saya ragu. Tapi, setelah kenal langsung dengan Hanung, intuisi saya seketika mengatakan, dialah orang yang tepat. Apalagi akhirnya Hanung bukan cuma menyutradarai, tapi ikut terlibat sebagai produser dengan perusahaannya, Dapur Film.

Mbak Dewi juga terlibat dalam pemilihan pemain filmnya. Bisa diceritakan bagaimana prosesnya? Sulitkah 'memasangkan' karakter-karakter di novel dengan para aktor/aktrisnya?

Keterlibatan saya lebih konsultatif, sih. Proses casting tetap sepenuhnya dijalankan oleh Zaskia. Menurut Zaskia sendiri, inilah proses casting tersulit yang pernah dia lakukan. Casting Perahu Kertas itu seperti orkestrasi, semua pemain saling terkait, jadi kalau ada satu yang diubah, yang lain harus ikut berubah. Maudy adalah pemain yang pertama kami kunci, dan memang sayalah yang meyakini bahwa Maudy adalah pemain yang tepat untuk Kugy. Setelah semua pihak setuju, barulah kami menyesuaikan semua pemain berdasarkan tokoh Kugy yang sudah kami kunci.

Selain Maudy Ayunda, film Perahu Kertas juga memuat Rida Sita Dewi dalam soundtrack-nya. Apa yang memicu ini, dan bagaimana saat kembali menyanyi setelah beberapa tahun tidak bersama?

Ide melibatkan RSD sebenarnya sudah cukup lama ada di benak saya, tepatnya ketika saya menuliskan adegan terakhir Perahu Kertas. Ada satu lagu yang saya rasa pas banget untuk adegan itu. Lagu lama saya yang belum pernah dirilis, saya tulis mungkin sekitar tahun '96, judulnya "Langit Amat Indah". Tahun segitu saya lagi senang-senangnya dengan Indigo Girls, jadi lagu itu pun feel-nya kurang lebih seperti lagu-lagu Indigo Girls yang cenderung folk, dinyanyikan lebih dari satu orang, dst. Saya pun iseng terpikir untuk menyanyikannya bareng RSD. Ternyata para produser, termasuk Trinity Optima yang mengerjakan soundtrack-nya, bersemangat dengan ide tersebut. Saya sendiri baru mengontak Rida dan Sita menjelang rekaman. Mereka juga ternyata bisa dan semangat untuk rekaman lagi. Rasanya lucu campur aneh, ya. Bayangkan, kami terakhir rekaman 8 tahun yang lalu. Sudah nggak tahu lagi suara kita kalau digabung seperti apa. Begitu rekaman, ternyata belum berubah, termasuk kelakuannya juga. Jadi, seru banget proses rekamannya waktu itu.

Penulisan lagu-lagu untuk soundtrack Perahu Kertas memakan waktu berapa lama? Bagaimana proses merangkum cerita panjang di novel menjadi lirik lagu?

Sejak awal pula saya sudah tahu akan melibatkan diri dalam soundtrack. Saya rasa, dengan profesi saya sebagai musisi dan pencipta lagu, sangat alamiah jika saya pun berpikir tentang Perahu Kertas dalam format musik. Jadi, ketika skenario selesai, saya langsung membuat lagu "Perahu Kertas". Saya pilah-pilah mana ide yang perlu dimasukkan, dan juga kata-kata kunci seperti "perahu kertas", "surat cinta', "radar", dsb. Jadi terasa jelas keterkaitan lagu dan film. Saya menciptakan lima lagu untuk soundtrack ini. Ada empat lagu baru (termasuk "Perahu Kertas), dua di antaranya bahkan saya tulis dalam waktu seminggu saja, karena baru kita ketahui slotnya ketika sudah nonton preview pertama kali. Satu lagu yang sudah saya tulis lama tapi belum pernah dirilis, "Langit Amat Indah" (RSD). Sisanya: "Tahu Diri" oleh Maudy Ayunda, "Dua Manusia" oleh Dendy Mikes, "A New World" oleh Nadya Fathira. Di luar dari lagu saya, ada Triangle Band ("How Could You") dan Adrian Martadinata ("Behind The Star").

Kabarnya Mbak Dewi sempat ragu akan kemampuan Maudy Ayunda menyanyikan theme song Perahu Kertas. Bagaimana setelah mendengar hasil akhirnya?

Usia Maudy masih sangat muda, dan saya tadinya ragu apakah dia punya kematangan cukup untuk bisa menyelami lagu tersebut. Tapi Maudy ternyata menguasainya dengan baik. Satu hal tentang Maudy, menurut saya dia orang yang sangat cerdas dan perseptif, dengan mudah dia memahami apa yang dibutuhkan darinya, dan apa yang kita mau. Jadi, prosesnya cukup mulus.

Selain Perahu Kertas, Rectoverso juga akan dibawa ke layar lebar oleh beberapa sutradara perempuan. Sulitkah menaruh kepercayaan pada orang lain atas pembuatan karya Mbak Dewi dalam format lain?

Memang tidak mudah. Tapi saya sendiri bukan tipe kreator yang fanatik, dalam arti saya masih bisa melihat karya saya berkembang dari benak orang lain, dan malah penasaran seperti apa hasilnya. Yang sulit sebetulnya adalah menjaga agar karakter dan "flavor" Dee tetap ada dalam karya-karya yang dikembangkan tersebut, karena itu yang rentan hilang. Sementara menurut saya justru "flavor" itulah yang paling dikenali oleh pembaca. Jadi, kalau bukan saya terlibat langsung, ya, saya harus benar-benar berani melepas. Di Rectoverso, keterlibatan saya memang agak "nanggung", karena saya tidak menulis skenario atau casting, dan hanya terlibat secara konsultatif saja. Tapi, ya, kita lihat nanti. Saya rasa Marcella dan teman-teman sudah bekerja dengan sangat serius untuk mewujudkannya menjadi film yang cukup baik.