Monday, December 22, 2014

Majalah SWA | Tokoh Kreatif Indonesia | Oktober, 2013 | by Wisnu Rahardjo


Bagaimana selama ini Anda bisa terus menghasilkan ide-ide kreatif untuk mencapai prestasi? Bagaimana proses menghasilkan ide-ide itu? Apa saja stimulusnya? Untuk ini, apa perlu waktu dan tempat khusus untuk menelurkan ide-ide?

Berpikir kreatif menurut saya banyak ditentukan oleh pembiasaan. Seseorang yang memang berkecimpung di dunia kreatif dan sudah bertahun-tahun selalu berpikir dalam kerangka berpikir kreatif akhirnya akan terbiasa untuk memproduksi ide. Saya tidak lagi misalnya secara sadar atau sengaja ingin menghasilkan ide. Batin yang sudah dibiasakan untuk merasa dan berpikir secara kreatif otomatis akan menjadi lahan yang subur bagi ide. Stimulusnya jadi bisa dari apa saja, dari kegiatan sehari-sehari, dari membaca, dari mendengar informasi, membaca berita, dsb. Untuk menelurkan ide rasanya tidak ada tempat dan waktu khusus. Untuk mengolahnya, iya. Dibutuhkan disiplin dan ketenangan. Tapi ide bisa datang kapan saja dan di mana saja.

Berapa banyak ide dalam kurun waktu tertentu yang Anda hasilkan?

Saya tidak pernah sengaja menghitung. Kita perlu membedakan mana ide dan mana proyek kreatif. Ide tidak terbatas, kadang dieksekusi, tapi kadang gugur begitu saja. Tapi kalau sudah dijadikan proyek kreatif, maka ada deadline, ada pihak ketiga yang diajak kerja sama seperti penerbit, dsb. Untuk proyek kreatif saya biasanya hanya satu atau dua setahun.

Bagaimana menguji berbagai ide itu sebelum diterapkan lebih lanjut?

Biasanya ketika sudah dituang di atas kertas maka ide akan menunjukkan "wajah" sebenarnya. Kita akan tahu sendiri bahwa ternyata ide itu lemah atau tidak. Ide yang kuat cenderung bisa berkembang, bercabang. Misalnya, ide cerita, maka kita bisa langsung merasakan atau "melihat" cerita tersebut dari awal, tengah, sampai akhir. Tapi ada juga cerita yang ternyata hanya cantik di konsep juga, ketika dituangkan kita menemukan banyak jalan buntu. Itu artinya ide tersebut lemah.

Bagaimana menyeleksi ide yang sudah Anda pikirkan atau cetuskan untuk dijadikan produk atau karya tertentu?

Saya akan melihat kapasitas dan keleluasaan saya dalam periode waktu tersebut. Ada yang ingin saya wujudkan, tapi misalnya waktunya belum pas. Ide tersebut maka akan saya simpan dulu. Tapi ada juga ide yang sudah feasible untuk dijalankan, maka itu akan saya jadikan proyek dan dieksekusi segera.

Apakah Anda punya tim khusus untuk membantu mewujudkan ide-ide tersebut?

Untuk mengolah ide, menurut saya, adalah pekerjaan individual. Saya paling membutuhkan orang-orang untuk brainstorming saja secara informal. Saat ini, peran itu biasanya diambil oleh suami saya. Dia partner utama saya dalam brainstorming tentang apa pun, termasuk kalau saya sedang ada ide kreatif. Tentunya, saya juga ada partner-partner langganan untuk mengeksekusi ide tersebut. Misalnya, untuk penerbit buku, saat ini saya bekerja sama dengan Bentang Pustaka. Untuk desain, saya sudah punya desainer grafis kepercayaan. Di musik, saya juga ada orang-orang langganan yang selalu saya ajak kerja sama. Kepada merekalah saya biasanya mengolah ide-ide saya lebih lanjut.

Menurut Anda, siapa saja yang diuntungkan dengan ide-ide Anda tersebut? Apakah termasuk dari orang banyak, atau semata-mata untuk kepuasan batin Anda sendiri?

Setiap seniman pasti punya sudut pandang sendiri mengenai hal tersebut. Bagi saya, rumusnya simpel. Saya menulis buku yang ingin saya baca, membuat musik yang ingin saya dengar, membuat makanan yang ingin saya makan. Jadi, saya ingin menciptakan sebuah produk yang bisa memuaskan dan memenuhi standar pribadi saya dulu. Jika orang lain ikut menyukai, itu adalah bonus besarnya.

Seperti apa ukuran keberhasilan karya-karya Anda itu (misal bisa berupa jumlah buku terjual, jumlah pemirsa, magnitude, dll)?

Semuanya bisa jadi tolok ukur. Tidak ada tolok ukur tunggal, menurut saya. Menurut saya yang ideal adalah, pertama, diri kita sendiri puas. Kedua, jika produk itu dijual maka penjualannya baik, yang artinya diterima baik oleh masyarakat. Ketiga, punya impact yang sifatnya personal dan mendalam bagi penikmatnya, yang biasanya kita ketahui lewat apresiasi yang mereka sampaikan, entah itu di social media, di media, di blog, lewat e-mail, dsb. Keempat, ada penghargaan dan pengakuan resmi dari instansi publik, entah itu lewat penghargaan, memenangkan kompetisi, dsb. Kalau ada karya yang memenuhi keempatnya, maka itu adalah karya yang menurut saya berhasil.

Selama menjadi penyanyi, pencipta lagu, penulis buku, produser rekaman dan film, menurut Anda, apa saja hal-hal inovatif dan kreatif yang sudah Anda buat? Hal yang mungkin membedakan Anda dari orang lain yang berprofesi sama. Tolong kalau bisa diceritakan bentuk dan implementasinya? Bagaimana tanggapan khalayak terhadap kreativitas Anda tersebut?

Saya merasa bukan orang yang tepat untuk menjawab. Sepertinya hal itu lebih baik diungkapkan oleh pengamat, kritikus, atau pembaca / pendengar. Yang saya tahu adalah, karya saya selalu punya cita rasa yang khas. Entah itu terungkap dari gaya lirik, preferensi melodi, tema cerita, pemilihan kata-kata, dsb.

Apa yang mendorong Anda membuat hal-hal inovatif dan kreatif itu? Bagaimana proses kreatif pembuatan karya Anda itu berjalan (kalau bisa gambarkan step by step)? Inisiasinya bagaimana? Dan apa stimulusnya?

Saya melihatnya seperti ini: ada ide yang ingin mewujud, lalu memilih saya sebagai inangnya, kemudian saya wujudkan sebaik yang saya bisa. Itu saja. Jadi, apa yang mendorong? Saya rasa ide itu sendiri. Yang saya lakukan hanyalah melatih diri untuk bisa terus peka dan memperhalus teknik saya.

Belajar dari mana atau siapa agar bisa terus inovatif dan kreatif?

Saya tidak punya guru khusus. Saya belajar dari apa pun dan siapa pun yang saya bisa. Minat saya juga beragam. Semua itu jadinya saling silang. Saya suka masak, misalnya. Lalu, saya ikut kursus masak. Dari kursus tersebut, saya dapat ide untuk menulis cerita tentang roti. Jadi bisa dilihat bahwa hobi memasak saya, yang sekilas kelihatannya tidak ada hubungan dengan menulis, bisa memicu sebuah karya tulis. Yang jelas, saya senang mencari dan mengulik ilmu. Saya suka membaca, saya suka menggali dan berbicara dengan orang-orang yang saya pikir menarik, saya juga suka mengkhayal. Semua itu adalah stimulus sekaligus sumber saya untuk belajar.

Adakah kebiasaan-kebiasaan (habit) masa lalu yang mendukung proses kreativitas itu?

Mengkhayal, membaca, dan aktif bermusik sejak kecil.

Bagaimana ide kreatif ini Anda “pasarkan”/sosialisasikan? Bagaimana bisa marketable (diterima khalayak luas)?

Saya bukan ahli marketing, ide-ide pemasaran karya saya banyak dibantu oleh intuisi. Yang jelas, saya selalu membayangkan jika saya adalah pembaca/penonton/pendengar. Cara apa yang kira-kira bisa menarik saya untuk mengapresiasi karya tersebut? Desain bagaimana yang baik menurut saya? Dan seterusnya. Dan tentu saja, saya juga harus percaya pada kekuatan karya itu sendiri. Karena, menurut saya, marketing seperti apa pun akan percuma kalau produk yang ditunjangnya lemah. Mungkin hanya bisa jadi semacam kembang api saja, meledak sesaat tapi tidak sustainable. Jadi, marketing bagi saya nomor dua atau tiga. Lebih penting fokus dulu pada kekuatan karyanya.

Untuk ide yang berbau bisnis (baca: bisa diuangkan), bagaimana Anda memonetisasi ide kreatif tersebut jadi bisnis yang menghasilkan pemasukan uang?

Ide monetisasi banyak, tapi yang sustainable tidak banyak. Saya rasa yang paling bijaksana adalah fokus pada beberapa channel monetisasi saja. Jangan terlalu banyak. Semua itu butuh energi, fokus, dan waktu. Banyak juga seniman yang disibukkan oleh monetisasi sampai akhirnya tidak punya energi lagi untuk berkarya. Meski demikian, mengikuti perkembangan adalah penting. Apalagi dalam dunia digital, inovasi baru selalu ada. Jadi, pandai-pandai saja memilih.

Apakah Anda menjalin kemitraan dengan pihak lain dalam mewujudkan ide-ide kreatif Anda? Dengan siapa? Bagaimana menggaet para mitra tersebut? Misalnya dalam pembuatan/penerbitan buku, serta pembuatan film.

Seperti yang saya sebutkan, untuk penerbitan buku, saat ini saya kerja sama dengan Bentang Pustaka. Untuk film, saya pernah bekerja sama dengan Mizan Film, Starvision, Dapur Film, Keana Production, dan Soraya Intercine. Dalam kasus saya, karena karyanya sudah ada duluan, biasanya sayalah pihak yang dikontak dan bukan sebaliknya. Sama halnya seperti semua kerja sama, kita pastinya saling menjajaki kecocokan dulu. Karena bisa jadi ada satu karya yang diincar oleh beberapa pihak sekaligus, ya akhirnya ada proses seleksi.

Apa yang Anda lakukan agar ide kreatif itu bisa terus muncul dan berkesinambungan?

Terus memelihara rasa ingin tahu.