Sunday, December 21, 2014

Republika | Gentle Birth | Desember, 2011 | by Vidita



Selain menulis, Mbak juga sedang banyak bicara tentang gentle birth. Apa yang membuat Mbak tertarik untuk membudayakan cara melahirkan yang sebagian orang dianggap primitif tersebut?

Saya dan Reza mengalami sendiri benefit dari gentle birth. Apalagi pada persalinan pertama saya mengalami begitu banyak intervensi, dari mulai induksi sampai akhirnya saya melahirkan dengan cara Caesar. Saya tidak bisa IMD, tidak bisa bersama bayi saya. Apa yang saya lalui di persalinan kedua adalah kebalikan dari itu semua, dan manfaatnya sangat terasa, baik secara fisik dan mental. Tak hanya pada saya, tapi juga anak saya Atisha. Perkembangan dan kesehatannya luar biasa baik. Dan setelah melalui riset yang saya dan suami lakukan lewat membaca, menonton dokumenter, termasuk berbicara dengan banyak praktisi persalinan, gentle birth adalah metode yang paling ramah fisik dan jiwa karena minim trauma dan intervensi yang tidak perlu. Lewat gentle birth, power persalinan dikembalikan sebagaimana seharusnya kodrat alam yakni pada ibu dan bayi.

Aku mohon dijelaskan sedikit Mbak tentang gentle birth. Apa saja sih keuntungan dari gentle birth ini? Pernahkah mendengar respon yang negatif ketika Mbak bicara tentang hal ini?

Untuk lengkapnya tentang gentle birth bisa mengunjungi situs kami di www.gentlebirthindonesia.com. Sejauh ini sih tidak ada respon negatif, tapi memang tidak semua orang langsung percaya diri bisa melakukan gentle birth karena dianggap harus punya "skill" khusus. Menurut saya ini adalah mispersepsi akibat praktik persalinan umum yang terjadi selama ini, yakni pergeseran persalinan dari peristiwa alam menjadi peristiwa medis. Akibatnya, perempuan merasa bahwa jika bukan berlatarbelakang medis atau punya keterampilan khusus maka persalinan adalah peristiwa berbahaya jika dijalankan secara alami. Padahal seharusnya intervensi medis hanya dilakukan jika diperlukan saja. Untuk kehamilan yang sehat, ibu dan bidan atau keluarga bisa menjadi pendamping yang cukup. Tidak ada "skill" khusus, yang paling penting adalah keberserahan kita pada proses alamiah. Untuk itu kita harus punya informasi yang memadai agar yakin dengan cara persalinan yang kita pilih dan tidak mudah diintimidasi ketakutan orang lain.

Seperti apa sih keseharian Mbak Dewi di luar menulis? Apa saja kegiatan atau hobi yang sering Mbak lakukan untuk mengisi waktu luang?

Hobi saya banyak. Saya suka masak, berkebun, olah raga, membaca. Kalau ada waktu luang saya lebih banyak habiskan dengan anak-anak dan suami, atau kegiatan domestik seperti ke pasar dan mengurus rumah. Saya pindah dari Bandung tiga tahun lalu, dan sejak itu saya lebih suka di rumah. Nggak tahan macetnya Jakarta. Untung saya tinggal di pinggiran Jakarta dan di tempat saya tinggal fasilitasnya cukup lengkap. Kalau nggak penting-penting banget saya nggak keluar rumah.

Terakhir Mbak, sebagai orang yang dikenal memiliki kepedulian besar pada lingkungan. Permasalahan lingkungan apa yang paling menggangu perasaan Mbak? (Mungkin tentang penebangan hutan atau pembantaian orang utan yang terjadi baru-baru ini)

Hampir semua aspek tentang lingkungan menjadi concern saya saat ini. Dari mulai penebangan hutan hingga pengolahan sampah. Penebangan hutan bukan berarti hanya hilangnya pohon tapi juga spesies yang penghidupannya bergantung pada eksistensi hutan, contoh yang paling gres adalah orang utan yang terbantai akibat lahan sawit. Saya percaya kita bisa melakukan perubahan dari rumah. Lewat apa yang kita konsumsi, pilih, dan lakukan. Contoh kecilnya: mengolah sampah rumah tangga, membuat sumur resapan, biopori, menanam pohon, dan memilih produk-produk ramah lingkungan. Saya sendiri mengurangi konsumsi minyak goreng berbahan sawit dan beralih ke minyak kelapa. Hal-hal kecil seperti ini sering terlewat, padahal jika dilakukan secara kolektif dampaknya bisa sangat besar.