Saturday, December 20, 2014

Majalah PESONA | Profil | Juli, 2007


Bagaimana Anda beralih dari penyanyi menjadi penulis? 

Debut saya dalam dunia kepenulisan dimulai tahun 2001 waktu menerbitkan Supernova 1: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh. 

Apakah dulu memang sempat bercita-cita menjadi penulis? Kalau ya, sejak kapan? 

Sebetulnya hobi menulis sudah saya jalankan sejak kecil, beriringan juga dengan eksplorasi saya dalam musik. Seingat saya, tulisan serius pertama saya dibuat waktu umur 9 tahun. Tipe tulisannya juga sudah seperti buku. Awalnya sih karena memang hobi mengkhayal. Jadi menulis menjadi penyaluran bagi saya. Dulu saya tidak terpikir bahwa menulis akan menjadi profesi, tapi saya memang ingin sekali memproduksi sebuah buku. 

Berbeda dengan penulis lain, Anda menerbitkan buku sendiri. Apa alasan Anda? 

Alasannya simpel. Waktu itu saya ingin Supernova menjadi hadiah ulang tahun saya ke-25, dan jatuhnya di bulan Januari. Sementara draft Supernova saya selesaikan bulan November. Setelah sempat tanya-tanya, ternyata rentang itu terlalu mepet untuk penerbit, jadi saya mulai melihat kemungkinan lain yakni menerbitkan sendiri. Setelah konsultasi dengan teman yang kerja di penerbitan, kesimpulan saya waktu itu ternyata tidak terlalu rumit untuk menerbitkan sendiri. Kebetulan ada beberapa teman yang mau ikut membantu, akhirnya saya jalankan. Sekarang ini saya lebih memilih kerja sama dengan penerbit, tapi sistemnya fifty-fifty, jadi saya tetap menanamkan modal dan memiliki kontrol ke produksi, karena bagi saya pribadi lebih memuaskan secara idealisme, dan juga lebih menguntungkan dari segi bisnis. 

Bagaimana proses singkat sampai Anda menulis buku Supernova dan triloginya? Apa ada saran dari mentor, perencanaan tertentu untuk membuat buku best-seller? 

Supernova betul-betul saya rilis tanpa ekspektasi apa-apa. Tidak terpikir bahwa akan jadi best-seller. Waktu itu target saya hanya balik modal saja. Tidak ada mentor juga, selain teman saya yang memberi info soal cara kerja di industri buku, jadi sifatnya lebih teknis. Kalau masalah pemasaran, promosi, dsb, semuanya didapat sambil berjalan. Kebanyakan intuisi dan common-sense saja. Karena saya datang dari industri musik di mana promosi yang aktif dan ekspansif itu adalah hal biasa, jadi ketika saya coba terapkan itu di industri buku, hal itu menjadi luar biasa karena selama itu industri buku biasanya pasif dan lebih menunggu bola ketimbang menjemput bola. 

Anda ingin disebut sebagai penulis, sastrawan, atau apa? 

Penulis sepertinya lebih pas. Karena saya tidak hanya ingin menulis sastra atau fiksi, sekarang ini saya juga ada proyek non-fiksi. Genre yang saya ingin coba pun cukup banyak. Satu hari saya ingin juga menulis buku anak, masalah well-being, pokoknya topik-topik yang ada dalam spektrum ketertarikan saya. Lebih luas lagi, barangkali istilah yang lebih tepat adalah seniman. Karena saya juga bekerja di bidang seni lain, yaitu musik, yang menurut saya sama pentingnya juga dengan karier kepenulisan saya. 

Pernahkah Anda terbayang bahwa buku Anda menjadi best-seller? 

Tidak. Waktu pertama kali cetak buku, saya pergi ke percetakannya, dan melihat 1500 buku saya siap diangkut. Saya tidak terbayang 1500 buku itu bisa habis, karena kelihatannya banyak sekali. Saya pikir: ‘memangnya ada ya yang mau baca?’ 

Dibandingkan dengan sebagai penyanyi, nilai kepuasan apa yang didapat dengan menjadi penulis? (misal: secara finansial, mana yang lebih memuaskan antara menjadi penyanyi dan penulis?) 

Kalau soal kepuasan, saya tidak bisa membandingkan mana yang lebih, karena keduanya memang bagian integral dari diri saya yang selalu saya butuhkan untuk berekspresi. Tapi menulis memang lebih relaks, karena tidak ada tuntutan kostum, panggung, dsb. Dalam menulis juga ada interaksi, karena kita bisa bertanya jawab langsung dengan pembaca kita. Soal finansial, buku lebih stabil walaupun mungkin tidak sebesar pendapatan bernyanyi. Tapi menulis adalah profesi seumur hidup, tidak kenal usia dan keriput, jadi bisa jalan terus sampai kapan pun. 

Kesuksesan menurut Anda adalah? Apakah Anda merasa sudah cukup sukses saat ini? 

Kesuksesan bagi saya adalah totalitas kita untuk mengenal dan menerima diri. Proses sampai akhirnya saya yakin dan menerima talenta saya pun memakan waktu puluhan tahun, dimulai sejak kecil. Saya merasa beruntung pada akhirnya saya menemukan apa yang saya bisa, saya suka, dan saya bisa mencari nafkah dari sana. Untuk hal itulah saya merasa ‘sukses’. Uang, materi, keterkenalan, menurut saya adalah efek samping—yang bisa da bisa tidak. Jadi ukuran sukses menurut saya bukan dari materi atau karier yang sifatnya ‘tangible’ tapi lebih halus dari itu, yakni integrasi kita dengan potensi diri kita sendiri. 

Setelah sukses, apakah ini jalur pekerjaan yang Anda inginkan dan bisa memberi kebahagiaan? Atau mungkin Anda punya obsesi mencoba hal lain di masa yang akan datang? 

Sejauh ini, saya merasa optimalisasi diri saya berada di jalur buku dan musik, dan ‘bensin’ yang menggerakkan mesin kreativitas saya adalah masalah spiritualitas. Selebihnya adalah pengembangan. Saya tidak mentargetkan sesuatu yang spesifik. Karena dalam dua bidang ini pun masih banyak yang ingin saya eksplorasi. 

Boleh sharing tip kesuksesan Anda sebagai penulis? 

Menulis harus digerakkan oleh rasa cinta, bukan karena ingin laku, eksis, atau beken. Kita menulis pada intinya untuk diri kita sendiri, jadi kejujuran, integritas, adalah modal agar tulisan kita punya karakter dan ciri. Untuk menghidupkan tulisan kita juga harus banyak membaca. Jadi jangan dipisahkan kegiatan antara menulis dan membaca. Ibarat napas, keduanya harus dijalankan dengan seimbang.