Saat
pertama mendapat tawaran, apa rasanya novel yang ditulis sendiri akan difilmkan?
Apa yang terbayang saat itu?
Dari kali pertama menuliskan cerita
Perahu Kertas tahun 1996, saya sudah mengkhayalkannya menjadi film. Dalam benak
saya saat menuliskannya pun yang terbayang adalah film. Walaupun menurut saya
saat itu, format yang ideal untuk Perahu Kertas adalah serial, karena konten
ceritanya yang sangat padat. Dari tahun 2001 pun sebetulnya saya dan kakak saya
sudah memperjuangkannya menjadi film, tapi belum berjodoh. Baru tahun 2009
tawaran itu datang bersamaan dengan tawaran menerbitkan Perahu Kertas menjadi
buku (sebelumnya sudah terbit dalam format digital WAP oleh XL). Yang terbayang
saat itu adalah kerja keras. Saya memang sudah mensyaratkan beberapa hal, salah
satunya menjadi penulis skenario, terlibat dalam proses casting, dan membuatkan
soundtrack.
Mbak
juga menjadi penulis naskah Perahu Kertas, apakah alasan utama meminta posisi
tersebut dalam film?
Karena saya merasa sebagai orang yang
paling mengenal cerita, jadi kalau ada yang harus tega "memutilasi"
novel Perahu Kertas tapi tanpa kehilangan esensi dan gaya bertutur Perahu
Kertas, ya orang itu adalah saya. Saya memang harus belajar menulis skenario
dari nol, karena format dan hukum-hukumnya yang nggak persis sama dengan novel.
Tantangan yang menyenangkan, sih. Saya belajar banyak dari menulis skenario
Perahu Kertas.
Apa
pendapat Mbak tentang 'film yang diangkat dari novel, sering mengecewakan
penonton yang sudah membaca novel tersebut?'
Ya, itu sudah lumrah hukumnya. Teater
dalam pikiran pembaca adalah yang terbaik, mutlak, dan tak bisa dikalahkan.
Otomatis, pembaca yang menjadi penonton akan melakukan komparasi dan
pembanding-bandingan antara apa yang ia lihat di layar dan yang ia khayalkan
dalam benaknya. Dan hampir pasti keduanya berbeda.
Bagaimana
sebenarnya proses adaptasi film dari novel? Jika dibuat langkah demi langkah
secara garis besar seperti apakah kira-kira langkahnya?
Skenario punya struktur yang hampir
baku. Grafik cerita, naik-turun, sudah ada hukum-hukumnya. Sudut bercerita
dalam film juga harus jelas, apa yang jadi premisnya, segalanya harus lebih
tajam. Jadi, dari novel, kita harus menentukan ulang, premis cerita kita apa,
karakter-karakter mana yang menjadi pencerita, dsb. Selebihnya, kita memuatkan
isi novel ke dalam struktur skenario mengikuti hukum grafiknya. Karena itu
terkadang ada tokoh yang tidak menonjol jadi menonjol, konflik yang tidak ada
jadi ada, dsb, karena kita harus "melukis" ulang grafik cerita sesuai
dengan hukum film.
Apa
yang paling sulit dari semua langkah itu? Dan bagaimana cara mengatasinya?
Yang paling sulit adalah mengakomodasi
keinginan banyak orang. Film itu melibatkan banyak pihak: sutradara, produser,
artistik, dsb. Semua itu harus diakomodir dalam skenario. Jadi nggak bisa
sesukanya penulis. Beda dengan novel di mana penulis punya kebebasan hampir
mutlak. Mengatasinya ya dengan belajar berkompensasi. Memahami bahwa inilah
film. Bukan buku.
Tentang
film yang sekarang banyak diangkat dari novel, apakah Mbak melihatnya sebagai
tren, latah, atau memang permintaan pasar yang besar?
Ada beberapa aspek bisnis yang jelas
menguntungkan dengan mengadaptasi buku. Pertama, buku, terutama yang laris,
pastinya sudah punya pembaca setia dalam jumlah besar. Pembaca itulah yang
kemudian diharapkan menjadi penonton. Jadi, sudah ada sejumlah penonton yang
pasti. Kedua, film itu tulang punggungnya adalah cerita. Buku, terutama yang
laris, kurang lebih karena punya cerita yang kuat. Berarti itu sudah menjadi
modal tulang punggung yang kuat bagi film. Risikonya, kalau adaptasi tidak
memuaskan. Otomatis akan menjadi publikasi yang kurang baik bagi film, bahkan
bagi penulis. Jadi tetap ada risikonya.
Sekarang
sedang garap film Madre ya, mbak? Sudah sampai mana prosesnya? Mbak jadi
penulis naskah lagikah?
Dalam Madre, saya tidak terlibat
produksi sama sekali. Cerita akan ditulis dan disutradari oleh Benny Setiawan.
Jadi, di Madre, saya belajar juga untuk melepas karya saya sepenuhnya. Bagi
saya ini sebuah pengalaman yang perlu dicicipi juga. Yang saya tahu, saat ini
Madre masih penggarapan naskah sekaligus persiapan syuting. Syuting mulai
Oktober.
Ada
pesan khusus untuk filmmaker yang akan menggarap film yang diangkat dari novel?
Pahami premis cerita dengan baik, karena itulah benang merah
yang minimal harus ada untuk menjembatani buku dan film. Pahami bahwa film dan
buku adalah dua format yang berbeda. Jangan salahi struktur hanya karena ingin
"setia" sama buku. Tulang punggung film tetap harus skenario yang
kuat, bukan skenario yang persis buku.