Bisa diceritakan tentang kesibukan Dewi
sekarang?
Sekarang ini sedang mempersiapkan
peluncuran buku baru, Supernova PARTIKEL. Terbit tanggal 13 April.
Genre
tulisan apakah yang menjadi favorit Dewi? Selain itu, genre tulisan seperti
apakah yang ingin Dewi tulis setelah ini?
Saat ini sih lebih seringnya fiksi. Tapi
sebetulnya saya senang juga menulis nonfiksi. Mungkin setelah Supernova tamat,
saya akan membuat karya-karya nonfiksi. We'll see.
Apakah Dewi punya waktu dan tempat khusus untuk
menulis?
Saat ini, nggak ada. Saya banyak menulis
di rumah, dan sesempatnya saja. Kadang pagi, siang, sore, malam. Nggak tentu.
Supporter
terbesar mbak Dewi untuk terus menulis?
Keluarga, tentunya. Suami saya, Reza
Gunawan. Kalau saya malas-malasan, dia yang rajin mengingatkan.
Di
antara semua penghargaan yang Dewi terima, adakah yang paling berkesan?
Penghargaan tertinggi apakah yang pernah mbak Dewi dapatkan dari pembaca?
Saat saya bertemu dengan seorang tukang
bangunan yang membangun rumah saya, dan ternyata dia adalah pembaca Filosofi
Kopi yang sudah lama berangan-angan ingin bertemu dengan saya. Itu momen yang
sangat mengharukan bagi saya.
Di antara semua buku mbak Dewi,
penulisan buku manakah yang menurut mbak Dewi paling berkesan?
Semua buku punya kesan masing-masing
sih, karena ditulis dalam kondisi dan waktu yang berbeda, jadi tantangannya
juga lain-lain. Kalau ditanyanya sekarang, tentu yang paling berkesan adalah
Partikel. Karena ini adalah buku terakhir yang saya tulis, jadi ingatan tentang
proses pembuatannya masih sangat segar. Dan ini adalah buku saya yang paling
tebal (500 halaman lebih), dan saya buat ketika sudah punya dua anak yang masih
kecil-kecil. Saya nggak pernah membayangkan bisa menulis seintens itu dalam
kondisi harus mengurus keluarga dan anak, tapi ternyata bisa.
Apakah
tantangan terbesar yang Dewi temukan dalam menulis?
Menemukan waktu luang yang tidak
terganggu.
Apakah
pengalaman menarik yang pernah Dewi rasakan saat menulis novel? Apakah ada
pengalaman pribadi yang dimasukkan ke dalam cerita?
Buku saya selalu gabungan dari lamunan,
pengalaman, hasil riset. Jadi nggak pernah ada yang murni satu unsur saja.
Menurut
Dewi, seberapa besar arti seorang pembaca dan bagaimana cara Dewi me-maintain
hubungan dengan pembaca?
Saat ini saya lebih nyaman berinteraksi
dengan pembaca via Twitter, karena paling praktis. Beda dengan milis yang
maintenance-nya lebih memakan waktu. Jadi, hampir semua interaksi saya dengan
pembaca dilakukan di Twitter, atau sekali-sekali Facebook.
Dari
semua tokoh yang pernah ditulis, tokoh manakah yang paling disukai? Mengapa?
Pertanyaan sulit. Saya punya kedekatan
yang intens dengan semua tokoh saya. Karena yang paling terakhir ditulis adalah
Zarah, saat ini saya merasa dialah yang paling berkesan.
Dalam
waktu dekat, proyek apa yang akan Dewi kerjakan setelah Partikel?
Ada beberapa karya yang ditawari untuk
difilmkan, saya nggak terlibat langsung sih, cuma konsultatif saja hubungannya.
Saya mau meneruskan episode Supernova selanjutnya, yakni Gelombang.
Selamat
atas terbitnya Partikel. Setelah menunggu selama delapan tahun, bagaimana
perasaan mbak Dewi sekarang?
Tegang, excited, dan sangat senang.
Bisa
diceritakan proses kreatif di balik pembuatan Partikel? Mengapa Dewi sampai
membutuhkan waktu delapan tahun untuk menulis Partikel?
Sudah saya jelaskan panjang lebar di
kata pengantarnya, hehe. Tapi intinya, setiap karya punya momen masing-masing
untuk lahir. Setelah melihat ke belakang, saya merasa memang inilah momen yang
tepat bagi Partikel, karena akumulasi informasi dan pengetahuan yang saya punya
sekarang akhirnya mencukupi untuk itu. Kalau dikerjakan 2-3 tahun yang lalu,
pasti beda banget.
Bisa
dikatakan pembaca sangat menantikan kehadiran Partikel. Apakah ini menjadi
beban untuk Dewi? Seberapa yakin seorang Dewi Lestari terhadap kepuasan pembaca
setelah membaca Partikel?
Beban ke pembaca sih enggak. Karena
keinginan untuk melanjutkan tentunya paling kuat berasal dari saya sendiri. Kalau
ke pembaca, saya lebih ke rasa penasaran ingin tahu reaksinya bagaimana,
review-nya seperti apa. Mudah-mudahan sih puas. Karena saya sendiri puas
menulisnya.
Cara
apa saja yang sudah Dewi lakukan untuk mempromosikan Partikel?
Waktu Supernova 1, saya benar-benar
"pasang badan". Menjalani puluhan talkshow, dsb. Sekarang, sudah
tidak dimungkinkan untuk itu lagi karena saya harus mengurus keluarga. Selain
itu, dinamika media sosial Indonesia yang semakin hidup, memudahkan saya untuk
bisa berpromosi tanpa harus "pasang badan" seperti dulu lagi.
Untungnya, penerbit yang bekerja sama dengan saya, Bentang Pustaka, juga sangat
akomodatif. Mereka sangat terbuka menerima ide-ide saya dan mengembangkannya
dengan cukup baik. Untuk Partikel tema promonya adalah countdown, penjualan
serempak, dan alien. Karena buku ini sudah sangat diantisipasi pembacanya,
momen countdown dan penjualan serempak akan membuat rilisnya Partikel lebih
klimaks. Kehadiran "Alien" sendiri untuk menyemarakkan suasana saja,
kebetulan temanya relevan dengan buku.
Selama
rentang waktu hingga Partikel lahir, Dewi juga mengeluarkan Rectoverso, Perahu
Kertas. Apakah proyek tersebut lebih dulu dimulai dibandingkan Partikel atau
bagaimana?
Perahu Kertas iya, sudah saya tulis
versi awalnya dari 1996. Rectoverso lebih ke nggak sengaja. Waktu itu saya
memang niat untuk bikin album, dan konsepnya akhirnya lahir bareng dengan buku.
Jadi buku Rectoverso ikut diproduksi.
Mbak
Dewi juga mengeluarkan beberapa kumpulan cerpen (Filosofi Kopi dan Madre). Bisa
diceritakan alasan Dewi mengeluarkan kumcer ini?
Saya kalau bikin cerpen itu sporadis,
nggak disengaja. Setelah sekian lama, maka cerpen-cerpen lepasan ini mulai
menumpuk. Jadi biasanya per lima tahun saya mengeluarkan kumpulan cerpen,
sebagai instrumen untuk mewadahi karya-karya lepasan saya.
Untuk
film Perahu Kertas, sejauh mana keterlibatan Dewi di dalamnya? Bagaimanakah
ceritanya sampai Perahu Kertas akhirnya difilmkan?
Saya menulis skenario, dan sisanya
membantu secara konsultatif untuk casting. Saya juga akan menulis lagu untuk soundtrack-nya. Sisanya sudah dikerjakan
oleh pihak-pihak lain yang kompeten.
Perahu Kertas memang sudah ditawari
menjadi film berbarengan dengan penawaran penerbitan bukunya. Jadi, waktu itu
Bentang Pustaka langsung datang bersama Mizan Production yang memang masih sister company. Saya sendiri memang
sejak lama ingin Perahu Kertas bisa menjadi film, jadi langsung saya sambut.
Untuk
serial Supernova selanjutnya, sudah sejauh manakah persiapannya?
Masih pengumpulan materi.
Bagaimanakah
Dewi melihat pertumbuhan sastra sekarang? Bagaimana perkembangan buku di
Indonesia sekarang ini?
Saya nggak pernah mengamati hanya
terbatas pada sastra tok, saya lebih melihat industri buku secara keseluruhan.
Untuk fiksi, yang genre sastra memang nggak terlalu banyak dibandingkan genre
populer seperti teenlit, chicklit, dll. Tapi menurut saya itu nggak terlampau
masalah. Pada akhirnya penulis berkembang, pembaca juga berkembang, dan akan
ditemukan ekulibrium baru dengan sendirinya. Untuk industrinya, saya rasa kita
kekurangan toko buku, dominasi toko tertentu belum tentu menjadi sehat bagi
industri penerbitan. Saya juga excited dengan perkembangan buku digital di
Indonesia. Sekarang belum terlalu kelihatan, tapi dua-tiga tahun ke depan,
mungkin kita akan memasuki era baru.
Pernahkah
mbak Dewi mengalami writer’s block? Cara seperti apa yang biasa mbak Dewi
lakukan untuk mengatasinya? Adakah tips dan trik khusus tentang menulis yang
bisa mbak Dewi bagi kepada pembaca xposisi.com yang sebagian besar merupakan
penulis pemula? Terutama tentang mencari dan mengolah ide menjadi sebuah cerita
utuh. Apa yang menurut mbak Dewi paling penting dalam proses tersebut?
Menulislah dari yang kita suka. Itu saja
dulu. Jangan takut gagal. Di balik satu naskah yang selesai, bisa jadi ada
puluhan naskah yang gagal. Itu biasa. Sekarang sudah ada pelatihan menulis
seperti Plot Point, dll, itu bisa membantu. Belajarlah juga dari penulis yang
kita suka dengan cara membaca cermat tulisannya. Dan banyaklah membaca
referensi yang bagus.