Bisa diceritakan aktifitas saat ini
sedang sibuk apa? Apakah ada proyek buku atau film atau mungkin proyek baru
lain yang sedang digarap?
Akhir Maret, film Madre, yang
diadaptasi dari buku saya, akan rilis. Rencananya bulan April saya sudah mulai
memasuki masa produksi untuk buku baru, Supernova 5, berjudul Gelombang.
Biasanya saya mulai dengan risetnya dulu.
Dari buku-buku karya Anda, banyak yang
diangkat ke layar lebar, apakah ini pernah dibayangkan sebelumnya?
Dibayangkan sih pernah, dalam arti
bahwa setiap saya menulis cerita, yang di kepala saya yang berjalan adalah
film, yang kemudian saya terjemahkan dalam bentuk buku. Jadi, kalau terbayang
ya terbayang. Tapi tidak saya targetkan. Bagi saya, menulis buku adalah tujuan
utama, jika kemudian ada yang tertarik mengadaptasi, itu jadi bonus. Jadi,
ketika saya menulis, saya murni menulis, dan tidak membayangkan iming-iming
bahwa cerita itu akan dibeli produser.
Menurut Mbak Dewi, apa kira-kira yang membuat buku-buku Anda kemudian diangkat ke layar lebar?
Menurut Mbak Dewi, apa kira-kira yang membuat buku-buku Anda kemudian diangkat ke layar lebar?
Saya rasa yang menentukan adalah
kontennya. Banyak buku yang terkenal tapi mungkin tidak semua ceritanya punya
keleluasaan untuk dikembangkan dan diadaptasi. Ada juga cerita-cerita saya yang
agak sulit diadaptasi. Di luar dari itu, mungkin pertimbangan produser adalah
basis pembaca yang kuat. Saya rasa, setelah lebih dari 10 tahun saya berkarier
sebagai penulis, basis pembaca saya sudah cukup kuat. Dan itu pastinya juga
jadi pertimbangan para produser.
Selain buku-buku yang sudah diangkat ke layar lebar (Perahu Kertas, Rectoverso), menurut Mbak Dewi, buku mana dari karya Mbak Dewi yang ingin diangkat ke layar lebar?
Selain buku-buku yang sudah diangkat ke layar lebar (Perahu Kertas, Rectoverso), menurut Mbak Dewi, buku mana dari karya Mbak Dewi yang ingin diangkat ke layar lebar?
Kalau dibilang ingin, saya sebenarnya
nggak pernah ingin-ingin amat, karena pertaruhan adaptasi itu besar. Tapi yang
punya potensi untuk bisa dikembangkan, menurut saya, adalah Filosofi Kopi, dan
juga ada beberapa cerpen saya. Serial Supernova sebetulnya punya aspek cerita
yang kaya, tapi tingkat kesulitannya tinggi.
Setelah buku-buku karya Mbak Dewi diangkat ke layar lebar, apakah ada keinginan Mbak Dewi untuk terjun ke layar lebar? Menyutradarai buku karya Mbak Dewi sendiri misalnya ?
Setelah buku-buku karya Mbak Dewi diangkat ke layar lebar, apakah ada keinginan Mbak Dewi untuk terjun ke layar lebar? Menyutradarai buku karya Mbak Dewi sendiri misalnya ?
Keinginan itu sempat ada, dan sepertinya
sih masih ada, walau saat ini saya sedang tidak fokus ke sana karena ingin
menyelesaikan buku-buku saya lebih dulu. Yang jelas, industri film jauh lebih
kompleks dan melelahkan daripada buku. Hehe. Jadi saya harus betul-betul siap
fisik dan mental untuk itu.
Seperti apa sih rasanya ketika karya Mbak Dewi tidak hanya laris manis dalam bentuk buku, tetapi juga kemudian diangkat ke layar lebar ?
Seperti apa sih rasanya ketika karya Mbak Dewi tidak hanya laris manis dalam bentuk buku, tetapi juga kemudian diangkat ke layar lebar ?
Menyenangkan dan mengharukan, pastinya.
Senang rasanya ketika ada seniman lain yang menginterpresikan karya saya lalu
menyajikannya dalam bentuk lain secara utuh. Walau tentu ada pembaca yang tidak
terpuaskan atau tidak suka dengan hasilnya. Tapi, menurut saya hal itu sangat
wajar. Setiap karya pasti ada yang suka dan tidak, terlepas itu film, atau
buku, atau buku yang dijadikan film.
Pernah merasa kecewa tidak, ketika buku yang diangkat ke layar lebar, kurang bisa mevisualisasikan isi buku?
Pernah merasa kecewa tidak, ketika buku yang diangkat ke layar lebar, kurang bisa mevisualisasikan isi buku?
Pernah, dong. Tidak ada karya yang
sempurna. Dan penilaian kita tentunya subjektif. Apa yang menjadi kekecewaan
saya di bagian tertentu, misalnya, bisa jadi malah menjadi bagian yang sangat
positif bagi orang lain. Dalam hal ini yang bisa saya lakukan adalah memahami
bahwa buku dan film adalah dua medium yang berbeda. Jadi pasti tidak bisa
persis sama. Lalu, sutradara sebagai "koki"-nya pasti memiliki
sentuhan tersendiri, yang barangkali belum tentu pas dengan selera kita. Tapi,
di sini saya belajar melepas dan menghargai. Karya tersebut adalah karya
kolaborasi antara sutradara, kru, dan produser. Bukan karya saya sendiri lagi.
Bagaimana
keterlibatan Mbak Dewi dalam penggarapan film yang diadopsi dari buku Mbak
Dewi?
Beda-beda. Di Perahu Kertas, saya
menulis skenario dan ikut menggawangi proses casting. Di Rectoverso, saya
menjadi konsultan informal untuk skenario, dan sesekali memberi masukan pada
proses editing. Untuk Madre, saya bisa dibilang tidak terlibat sama sekali.
Hanya pernah baca skenario satu kali, kasih masukan, dan sesudah itu seluruh
proses saya percayakan kepada sutradara dan produser.
Sejauh ini, apakah ada komplain atau masukan dari pembaca buku Mbak Dewi ketika buku tersebut diangkat ke layar lebar?
Banyak. Seperti yang saya bilang tadi,
ada yang suka, ada yang tidak. Tapi ya, memang demikianlah sebuah karya. Bagi
saya yang penting adalah mereka peduli, dan sudah menyempatkan diri untuk
nonton dan mengapresiasi, itu sudah penghargaan besar.
Pendapat Mbak Dewi, bagaimana perfilman nasional sendiri? Apakah ada perlu disoroti dari perkembangan perfilm nasional saat ini?
Pendapat Mbak Dewi, bagaimana perfilman nasional sendiri? Apakah ada perlu disoroti dari perkembangan perfilm nasional saat ini?
Semangat berkreasinya, sih, sedang
tinggi. Tapi tampaknya perfilman kita kerap kali terbentur pada masalah
distribusi, jumlah bioskop, dan monopoli industri. Jadi ada permasalahan yang
lebih besar dan sudah berlangsung lama. Saya harap sih semakin lama kondisi ini
bisa membaik.
Bagi Mbak Dewi, lebih menikmati mana? Menyanyi atau menulis?
Bagi Mbak Dewi, lebih menikmati mana? Menyanyi atau menulis?
Saat ini, menulis. Sebetulnya saya
sudah lama meninggalkan panggung, walaupun masih sempat bikin album dan menulis
lagu. Dunia menyanyi itu kan juga meliputi show dan panggung, itulah hal yang
saya kurang minati saat ini. Lagi lebih betah di rumah dan berkarya dari rumah.
Dan hal itu lebih bisa dimungkinan dalam profesi penulis.
Apa sebenarnya rahasia dibalik ide-ide kreatif Mbak Dewi ? Dari mana selama ini menemukan ide-ide kreatif, menemukan tokoh-tokoh dalam buku Mbak Dewi?
Apa sebenarnya rahasia dibalik ide-ide kreatif Mbak Dewi ? Dari mana selama ini menemukan ide-ide kreatif, menemukan tokoh-tokoh dalam buku Mbak Dewi?
Sejujurnya, saya sendiri tidak persis
tahu. Pada kenyataannya, menurut pengalaman saya, idelah yang menemukan saya,
dan bukan sebaliknya. Yang bisa kita lakukan sebagai penulis adalah menjadi
peka terhadap kehadiran ide. Ide kan selalu membayangi kita ke mana pun dan di
mana pun. Dia selalu hadir dalam setiap peristiwa. Sekarang tergantung kitanya,
peka atau tidak dengan kehadiran ide. Tahap berikutnya adalah memelihara dan
mengembangkan ide, itu yang perlu latihan dan jam terbang.
Karena ini wawancara profil, kami ingin tahu, apa yang paling Mbak Dewi syukuri atas kehadiran seorang Dewi Lestari di Bumi?
Saya rasa, setiap manusia punya suara
dan peran unik dalam kehidupan ini. Apa pun profesinya. Saya juga punya suara
dan peran tersendiri, yang unik dan berbeda dengan manusia lain. Jadi, untuk
itulah saya hadir di Bumi. Dan itulah hal yang saya syukuri. Entah suara dan
peran itu hadir dalam bentuk karya, interaksi, keluarga, anak, dsb. Peran kita
semua banyak dan bervariasi. Saya hanya tinggal memastikan bahwa suara dan
peran itu terjalani dan tersampaikan dengan sebaik mungkin.
Biasanya
aktifitas pagi diawali dengan apa?
Saya menemani anak saya, Atisha, yang
memang masih tidur dengan orang tuanya, sampai dia bangun. Lalu mengurus Atisha
sampai dia ganti baju dan ke kamar mandi. Kalau anak saya Keenan sudah kelas 3
SD, jadi dia sudah punya ritual sendiri, bersekolah, dsb. Setelah itu, kegiatan
saya biasanya meliputi menyiapkan sarapan, buat saya, anak, dan suami. Saya
senang mengawali hari dengan santai. Minum teh atau kopi sambil sesekali
bengong, melamun.
Apa yang paling ditakuti oleh seorang Dewi Lestari?
Perang dan kecoak.
Dari
kecil apakah suka nonton film? Jenis film apa yang menjadi favorit Dewi Lestari
dan mengapa?
Suka. Tapi saya suka film berbagai
jenis, tidak terpatok pada genre tertentu. Bagi saya yang penting film itu
menyentuh atau tidak. Dan menyentuh bukan cuma sedihnya saja, tapi film yang
sangat kocak sampai membuat saya terpingkal-pingkal, bagi saya juga adalah film
yang menyentuh. Menyentuh di sini artinya adalah film tersebut bisa
menggerakkan kita untuk merasakan sesuatu yang riil dan genuine.
Hingga saat ini, film apa yang
paling dianggap berkesan bagi Dewi lestari dan mengapa ?
Serial The Matrix dan Lords of the
Rings. Matrix, karena pesan dan filosofinya yang menurut saya sangat genius.
LOTR karena penggarapannya yang cemerlang dan sosok Hobbit yang menurut saya
luar biasa, dia adalah "spesies" yang sangat biasa dan tampak lemah,
tapi kualitas hati dan kejujurannya membuat Hobbit menjadi pahlawan
besar.