Boleh diceritakan bagaimana kehidupan masa
kecil seorang Dewi Lestari?
Masa kecil
saya berpindah-pindah kota, karena ikut dinas Bapak yang prajurit militer. Baru
sejak kelas 4 SD saya menetap permanen di Bandung hingga sarjana. Saya lima
bersaudara, jadi semarak. Senang berkhayal sejak kecil. Mulai senang menulis
sejak kelas 5 SD.
Selama perjalanan hidup Dewi Lestari,
kira-kira sosok siapakah yang memberikan influence paling besar?
Sepertinya
tidak ada sosok tunggal. Keluarga jelas memberi pengaruh, kakak-kakak dan adik
saya. Teman-teman, mentor-mentor, buku-buku yang saya baca, film yang saya
tonton. Saya nggak bisa menunjuk satu pihak.
Bila diberi kesempatan untuk mendeskripsikan
sosok Dewi Lestari dengan menggunakan satu kata, apakah kata tersebut? Mengapa?
"Penasaran".
Karena sepertinya banyak hal dalam hidup ini yang saya telusuri berawal dari
rasa penasaran.
Dewi Lestari ingin dikenal dan diingat
sebagai apa dan siapa?
Seseorang
yang berkarya. Itu saja.
Sebelum Supernova keluar, Dewi Lestari memang
dikabarkan memang senang menulis dan mengirimkan hasil tulisannya ke berbagai
media. Tapi hal apa yang membuat Dewi Lestari memutuskan membuat sebuah novel?
Itu tidak
benar. Saya amat jarang menulis untuk media. Sebelum Supernova hanya ada dua
tulisan saya yang dipublikasi. Yang pertama, waktu saya jadi juara lomba
menulis esai di majalah Gadis, tapi pakai nama adik saya, jadi tetap nama saya
tidak muncul. Yang kedua, cerpen di majalah Mode, yaitu Rico De Coro. Tapi itu
pun bukan saya mengirimkan, melainkan Hilman Hariwijaya (penulis Lupus, yang
juga teman baik kakak saya) yang memasukkan naskahnya ke Mode. Saya menulis
novel karena memang ingin menerbitkan buku dalam rangka menghadiahi diri sendiri
pada ulang tahun saya ke-25. Dan Supernova adalah novel pertama saya yang
berhasil rampung. Kebanyakan tulisan saya dulu yang formatnya novel gagal di
tengah jalan.
Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh sangat
sensasional dan memasuki nominasi Katulistiwa Literary Award disandingkan
dengan penulis senior lainnya. Bagaimana perasaan Dewi Lestari saat itu?
Senang,
bangga, sekaligus lucu. Karena saya betul-betul satu-satunya finalis yang
umurnya masih 20-an, sementara yang lain penulis berusia 50-an ke atas semua. Tahun-tahun
berikutnya Khatulistiwa akhirnya memisahkan kategori penulis muda. Pada waktu
zaman saya masih tidak ada kategori itu.
Sebuah kontroversi, bagaimana seorang Dewi
menyikapinya?
Kontroversi
adalah konsekuensi dari keberagaman persepsi orang. Pro-kontra, suka-tak suka,
setuju tak setuju, itulah dualitas yang selalu kita temui dan pasti akan selalu
muncul karena memang bagian dari realitas kita. Saya tidak tahu persis
bagaimana harus menyikapi kontroversi, saya rasa nggak ada rumus bakunya untuk
itu. Kalau terjadi ya terjadilah, dan hadapi. Segalanya toh akan berlalu pada
akhirnya.
Ciri khas Dewi Lestari dalam menulis lebih ke
mana? Dan lebih menyenangi mengambil tema apa?
Saya rasa
ciri khas adalah sesuatu yang sebaiknya dinilai oleh pembaca dan kritikus. Saya
kurang berjarak untuk bisa menilai ciri khas saya apa. Kalau sedang menulis ya
menulis saja, tanpa berpikir ini ciri saya atau bukan. Kalau tema, saya
menyukai tema-tema spiritualitas, pencarian jati diri.
Target pembaca Dewi Lestari sebenarnya siapa
saja?
Ini juga
sesuatu yang sebaiknya dijawab oleh penerbit. Saya nggak punya target khusus.
Yang jelas, dari profil pembaca saya saat ini kebanyakan, ya, anak muda, anak
kuliahan, dan orang-orang di rentang usia 30-40 tahun.
Dalam menulis sesuatu, kiranya Dewi Lestari
memperoleh inspirasi dari mana saja?
Dari hidup
itu sendiri. Tidak ada yang spesifik. Menurut saya inspirasi itu tidak bisa
"diperoleh", inspirasilah yang memilih kita. Selama kita peka dan
mengamati hidup dengan baik, inspirasi selalu ada.
Hal apa yang Dewi Lestari senangi dalam
berprofesi sebagai penulis?
Profesi
penulis tidak kenal usia, tidak kenal pensiun, sampai umur berapa pun, selama
masih bisa berpikir, ya bisa menulis. Saya juga tidak harus "perform"
di depan umum dengan persyaratan seperti halnya penyanyi, lebih santai. Saya
bisa lebih banyak di rumah. Di sisi lain, buku memiliki daya jangkau dan daya
ubah yang sama kuatnya seperti musik.
Tiga buku favorit yang Dewi Lestari pernah
baca? Mengapa?
Buku favorit
saya jelas lebih dari tiga. Jadi, saya menuliskan ini bukan karena ini tiga
buku yang mengalahkan lainnya, melainkan yang paling berkesan untuk diingat
saat ini: Hujan Bulan Juni - Sapardi Djoko Damono, Self Aware Universe - Amit
Goswami, Fingerprints of the Gods - Graham Hancock.
Boleh tahu bagaimana kabar Rida Sita Dewi?
Apakah ada rencana untuk mengadakan pentas atau pertunjukkan bersama kembali?
Perkawanan
dengan Rida dan Sita sih tetap berjalan baik. Walaupun lebih banyak menyapa di
dunia maya karena jarak tinggal kami masing-masing cukup jauh. Saya masih lebih
sering ketemu Sita karena sama-sama di Jakarta. Rencana untuk pentas lagi
sebetulnya ada, semacam reunion show. Tapi belum dijalankan dengan serius, dan
sepertinya untuk mempersiapkan itu kami harus benar-benar commit menyiapkannya. Saat ini belum ada tanda-tanda ke arah sana.
Bagaimana menyeimbangkan kegiatan
berkeluarga, as a mother and a wife, dengan profesi Dewi Lestari sendiri?
Nggak tahu
persis bagaimana, selain menjalaninya saja. Prioritas tentunya berganti-ganti,
situasional tergantung keadaan. Saat anak saya masih bayi, ya jelas saya nggak
memprioritaskan pekerjaan sama sekali. Setelah sekarang sudah memasuki fase
batita, saya mulai bisa bekerja lagi. Nanti-nanti bisa berubah lagi.
Rencana ke depan seorang Dewi Lestari
kira-kira apa saja?
Saat ini
target saya dalam pekerjaan adalah menyelesaikan serial Supernova. Kesempatan
dan berbagai penawaran selalu akan datang dan pergi, jadi saya nggak berencana
macam-macam. Menyelesaikan Supernova menjadi prioritas untuk bidang pekerjaan.
Kira-kira boleh berbagi tips dari Dewi
Lestari untuk para penulis yang ingin menulis sebuah novel, namun tidak tahu
harus memulainya dari mana?
Tulislah
buku yang ingin kita baca. Itu saja. Soal teknis dan sebagainya, bisa pelajari
di buku atau mempelajari tulisan-tulisan yang kita suka. Temanya apa? Hanya
yang menulis yang tahu. Ia tinggal mengikuti minatnya saja.