Monday, December 22, 2014

Perempuan.Com | Profil | Desember, 2013 | by Stephen Willy


Sejak kapan Dee tertarik untuk menulis? Apakah dulu sewaktu kecil Dee memang sudah bercita-cita untuk menjadi penulis?
Sudah hobi sejak kecil. Jadi cita-cita sih tidak, tapi menulis merupakan satu hobi yang selalu saya tekuni.

Apa yang membuat Dee mencintai dunia sastra?

Saya menyukai fiksi. Dan saya juga penikmat informasi. Sastra atau bukan, saya sebenarnya tidak terlalu peduli. Ada buku-buku fiksi yang saya suka dan bukan sastra, dan bahkan koleksi nonfiksi saya lebih banyak banyak daripada fiksi. Jadi, tepatnya, saya bukan eksklusif mencintai dunia sastra. Saya mencintai buku dan informasi.

Mana yang lebih Dee sukai, menyanyi, menulis cerita, atau mencipta lagu?

Ketiganya adalah bagian integral dari cara saya berekspresi, jadi saya suka ketiganya. Tapi mana yang jadi prioritas itu tergantung sikon. Saat ini menulis buku adalah yang paling nyaman karena memberikan saya fleksibilitas waktu untuk keluarga dan rumah tangga.

Adakah tokoh yang menjadi inspirasi Dee dalam dunia sastra? Dan apa karya sastra favorit Dee?

Saya tidak punya tokoh tunggal sebagai inspirasi, begitu juga karya favorit. Ada banyak dan berubah-ubah. Tapi satu buku yang saya sangat sukai sejak dulu dan masih sampai sekarang adalah Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono.

Pernahkah mengalami writer’s block? Jika pernah, apa yang Dee lakukan?

Pernah. Kalau saya punya deadline, biasanya saya terjang saja. Pokoknya saya upayakan untuk terus menulis. Tapi ada kalanya writer's block itu memang perlu disikapi dengan cara tidak fokus dulu ke menulis, melainkan melakukan aktivitas lain yang nggak ada hubungannya. Biasanya itu juga membantu proses penyegaran kita berkarya.

Berapa lama rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh Dee dalam menulis sebuah novel? Saya pernah mendengar bahwa ketika menulis sebuah novel, Dee selama tiga hari berada di dalam kamar, menulis cerita dari awal hingga selesai. Namun gambarannya sendiri sudah ada dalam bayangan Dee melalui proses perenungan selama hitungan bulan. Benarkah demikian?

Yang di tiga hari di kamar nggak pernah tuh, mungkin salah dengar, hehe. Untuk novel saya selalu butuh bulanan, antara 9 bulan sampai 1 tahun, termasuk masa riset. Intensif menulisnya tok mungkin antara 3-5 bulan. Kalau cerpen memang bisa dalam hitungan hari. Tapi saya tidak pernah nonstop menulis. Pasti terselingi hal lain. Aktivitas dan kewajiban saya soalnya banyak, saya nggak bisa hanya menulis saja. Ada rumah tangga yang perlu diurus dan kegiatan lainnya, jadi saya harus terus membagi waktu. Kalau inkubasi idenya bisa tahunan, seperti Supernova. Tapi bisa juga cepat, seperti novelet Madre, yang idenya saya dapat ketika saya ikut kursus membuat roti, dan tidak lama kemudian langsung saya tuliskan menjadi cerita.

Seringkali saya mendengar bahwa ada beberapa rumusan khusus dalam menulis, baik fiksi maupun non-fiksi. Namun mengapa ada tulisan yang polanya sederhana tapi dapat menarik perhatian banyak orang? Satu contoh, buku diarinya Anne Frank yang sangat laris dan disebut sebagai salah satu karya sastra terhebat abad ke-20. Menurut Dee, adakah pakem-pakem tertentu yang harus dipatuhi oleh penulis dalam menulis suatu cerita?

Pakem dasar menurut saya ada. Tapi tidak berarti harus pakem teoritis. Selama seorang manusia bisa bertutur lisan dan ucapannya bisa dimengerti, menurut saya itu bisa diterjemahkan menjadi tulisan. Artinya, tulisan yang laris tidak berarti harus sempurna mengikuti pakem tertentu. Pada dasarnya, karya yang baik adalah karya yang bisa dipahami kontennya dan menyentuh pembacanya. Jelas saja buku Anne Frank sangat menyedot perhatian, karena pengalamannya itu berkaitan dengan peristiwa monumental yang menggugah dunia, terlepas dari Anne Frank mengerti pakem penulisan secara teoritis atau tidak. Selain itu, ada juga yang namanya editor, yang menurut saya fungsinya adalah untuk membantu tulisan seorang penulis agar lebih sesuai pakem, lebih rapi, dan lebih tertata. Jadi, kadang seorang penulis dibantu oleh beberapa pihak sampai bisa melahirkan produk jadinya yakni buku yang terbit di pasaran. Ada proses di balik itu semua.

Banyak sekali orang yang menemui dilema ketika harus memilih, antara mengikuti passion atau memilih pekerjaan yang realistis bagi mereka. Sama seperti yang Dee gambarkan pada sosok Kugy dan Keenan dalam Perahu Kertas. Apa masukan yang dapat Dee berikan bagi mereka?

Tentu kita dengan mudah akan terdorong untuk menganjurkan ikuti kata hati atau passion. Tapi kenyataannya memang tidak semudah itu. Saya pikir kita tetap harus cermat untuk mengamati situasi dan memilih apa yang riil. Mengikuti passion secara buta tanpa persiapan juga tidak bijak. Dan sebetulnya itu sudah diungkapkan oleh perjalanan Kugy dan Keenan. Meski pada akhirnya mereka memilih passion mereka, tapi pertimbangan yang mereka lalui cukup panjang dan berliku. Dan baru ketika sudah ada pijakan yang cukup pastilah mereka baru berani melangkah lebih jauh.

Apa arti cinta menurut Dee?

Energi.

Apa proyek yang sedang Dee kerjakan saat ini? Dan adakah cita-cita ataupun keinginan yang belum sempat terwujudkan?

Saya sedang mulai menulis Supernova berikutnya berjudul Gelombang. Minat atau pun keinginan saya sih masih banyak, tapi yang akan diseriusi sampai ke tahap karya mungkin akan terseleksi oleh waktu. Saat ini saya fokus ke menulis Supernova dulu.

Buat pembaca yang tertarik untuk mengikuti jejak Dee menjadi seorang penulis, adakah saran maupun masukan yang dapat Dee berikan untuk mereka?

Banyak membaca, tapi yang lebih penting adalah banyak menulis. Tidak ada cara lain untuk menulis selain menulis.