Sejak kapan Mbak Dewi mulai menulis?
Saya menulis sejak kecil. Seingat
saya, tulisan serius pertama yang saya tulis itu waktu saya kelas 5 SD, umur 10
tahun, dongeng tentang seorang anak yang mendamba kuda poni. Waktu itu saya
banyak terpengaruh buku-buku Enid Blyton. Serius menggarap buku mulai saat
kuliah. Tapi baru tahun 1999 saat saya mulai menulis draf Supernova, saya amat
yakin bahwa Supernova akan menjadi karya pertama saya yang akan dipublikasi.
Saya tahu Mbak Dewi adalah seorang penyanyi. Apa yang menginspirasi
mbak Dewi untuk menulis?
Memang hobi sejak kecil, sih, ya.
Saya sendiri nggak tahu darimana asalnya. Barangkali bakat. Atau juga karena
saya memang hobi mengkhayal dan butuh penyaluran. Menulis menjadi salah satu
media saya.
Sudah berapa buku yang mbak Dewi tulis?
Ada 4 buku: Supernova – Ksatria,
Puteri, dan Bintang Jatuh, Supernova – Akar, Supernova – Petir, dan Filosofi
Kopi.
Bagaimana Mbak Dewi mendapatkan inspirasi atau ide untuk dijadikan
novel?
Menurut saya, lebih tepat kalau
ide yang menemukan saya, bukan saya yang menemukan ide. Apa yang saya lakukan
hanyalah mengobservasi kehidupan sekitar saya, mengobservasi perasaan, pikiran,
dan kehidupan pribadi saya. Dikombinasi dengan imajinasi maka jadilah ide
cerita.
Apa yang Mbak Dewi lakukan untuk memperkaya tulisan?
Banyak membaca, dan menjadi
pengamat yang baik. Itu saja. Inspirasi itu tersembunyi di setiap momen hidup
kita, baik dari peristiwa, maupun bacaan. Dengan mengasah diri kita menjadi
peka, dan mau membuka wawasan, pasti tulisan kita juga jadi lebih kaya.
Saya tahu Mbak Dewi cukup sibuk. Kapan biasanya Mbak Dewi menulis?
Dulu saya rutin menulis mulai
malam hari sampai pagi. Tapi, sekarang berhubung sudah ada anak, jadi tidak
bisa seperti itu lagi. Sekarang saya menulis sesempatnya saja. Kalau memang ada
waktu kosong ya saya manfaatkan.
Berapa lama biasanya Mbak Dewi bisa menyelesaikan sebuah novel?
Bervariasi, kadang-kadang bisa di
bawah 1 tahun, 9 atau 6 bulan. Tapi ada juga yang di atas 1 tahun, bahkan
bertahun-tahun. Tergantung keleluasaan waktu yang saya punya dan tingkat
kesulitan/riset yang dibutuhkan cerita itu.
Bagaimana Mbak Dewi membagi waktu untuk keluarga, menyanyi dan menulis?
Tidak ada resep khusus
sebetulnya, hanya menjalankan semuanya sebisa mungkin dengan sesantai mungkin.
Yang jelas keluarga saya harus jadi prioritas, sisanya menyusul. Kalau sempat
nulis, ya, nulis, kalau sempat nyanyi, ya, nyanyi. Yang penting tidak melupakan
komitmen dan integritas saya terhadap profesi. Bagaimanapun saya butuh menulis
dan musik sebagai media berekspresi, tapi juga harus realistis.
Bagaimana dukungan keluarga dan suami dalam profesi Mbak Dewi sebagai
penulis?
Mereka tentunya sangat mendukung.
Ini kan sudah bagian dari diri saya, satu paket. Kalau sehari-harinya, ya, dengan
memberikan saya keleluasaan untuk bekerja, memberikan masukan jika dibutuhkan,
dsb. Pokoknya mereka sangat suportif.
Apa Mbak Dewi akan terus menulis?
Tentunya iya. Bagi saya menulis
bukan lagi profesi, tapi kebutuhan. Dulu sebelum cerita saya diterbitkan pun
saya tidak pernah berhenti menulis, jadi nanti kalaupun nggak jadi buku ya
nggak apa-apa, yang penting menulisnya jalan terus. Dibaca sendirian juga oke.
Hehe.
Apa motto hidup Mbak Dewi?
Mengenali diri sendiri adalah
satu-satunya misi sejati hidup ini.
Mengapa Mbak Dewi bersedia membantu teman-teman tunanetra dalam hal
bahan bacaan?
Menurut saya, teman-teman
tunanetra pun punya hak yang sama dengan teman-teman lain, mereka punya hak
untuk meluaskan wawasan, hak untuk terhibur lewat bacaan, juga hak untuk berkreasi
lewat menulis. Karena menulis dan membaca adalah kegiatan yang tidak
terpisahkan, maka sebisa mungkin kita selayaknya membantu teman-teman
tunanetra. Mereka sudah punya huruf Braille untuk membaca, tinggal bacaannya
yang perlu diperkaya. Satu kehormatan bagi saya apabila karya saya juga bisa
dinikmati oleh mereka.
Apa saran Mbak Dewi kepada generasi muda yang ingin jadi penulis?
Sama seperti yang di atas, bahwa
menulis harus dikawinkan dengan kegiatan membaca. Seorang penulis yang baik
adalah pengamat yang baik, juga pembaca yang kaya. Dan tidak ada cara lain
untuk menulis selain menulis, jadi harus sering dilatih dan dicoba tanpa putus
asa.