Buku Supernova adalah karya
fenomenal yang membuat nama Mbak Dewi diperhitungkan di dunia sastra Indonesia.
Arti Supernova sendiri untuk Mbak Dewi adalah?
Supernova itu seperti jurnal spiritual saya. Ide-ide yang saya ungkap dalam Supernova adalah hasil permenungan saya selama bertahun-tahun. Dan secara historis, buku itu jugalah yang menjadi gerbang pertama saya untuk tiba di ranah sastra Indonesia. Saya belajar banyak dari pengalaman saya menulis dan menerbitkan Supernova.
Dari buku-buku yang telah Mbak Dewi tulis, mana yang proses penulisannya paling berkesan. Kenapa?
Boleh dibilang semua buku yang saya tulis punya pengalaman berkesannya masing-masing. Tapi yang cukup unik adalah menulis Akar, karena melibatkan wawancara dengan banyak pihak, sekaligus riset yang lumayan panjang dan bermacam-macam. Setelah nulis Akar jadi tahu mengenai banyak hal, dari cara bikin tato, kehidupan di ladang mariyuana, backpackers, dll.
Apakah Mbak Dewi punya waktu khusus untuk mulai menulis? Atau mungkin ada ritual khusus yang harus dilakukan tiap mulai menulis?
Sekarang saya bisa menulis kapan aja, yang penting hening dan tidak diganggu. Ritual khusus nggak ada. Yang penting akses ke kamar mandi dekat dan ada makanan-makanan ringan biar nggak kelaperan.
Bagi Mbak Dewi, menulis adalah sarana untuk?
Mengenal diri sendiri.
Mana yang lebih Mbak Dewi suka, menulis atau menyanyi? Kenapa?
Nggak bisa milih. Dua-duanya suka.
Buku-buku Mbak Dewi selalu laris di pasaran, sebenarnya Mbak Dewi pernah nggak terpikir karya-karya Mbak laris ribuan kopi seperti itu?
Sejujurnya, enggak. Dulu waktu saya cetak Supernova langsung 7000 kopi, semua orang bilang saya gila. Karena buku di Indonesia biasanya makan waktu tahunan untuk bisa habis 7000. Ternyata 7000 habis hanya dalam waktu dua minggu. Saya nggak kebayang sama sekali. Apalagi saya pernah ke percetakan dan lihat buku saya sebanyak 2000 eks, rasanya udah buanyak banget. Nggak kebayang buku sebanyak itu ada yang mau beli.
Menurut Mbak Dewi, ciri khusus seorang Dewi Lestari dalam tulisannya adalah?
Budi Darma (sastrawan) yang memberi tahu saya, dan saya rasa beliau benar. Benang merah dalam semua tulisan saya adalah pencarian jatidiri.
Apa obsesi Mbak Dewi dalam perjalanan karier Mbak sebagai seorang penulis?
Diterbitkan secara internasional.
Satu buku terbagus yang pernah Mbak Dewi baca adalah? Alasannya?
A Heartbreaking Work of a Staggering Genius – Dave Eggers. Buku itu punya dampak kuat pada gaya kepenulisan saya sampai hari ini.
Satu buku terjelek yang pernah Mbak Dewi baca adalah? Alasannya?
Hmmm. Gak inget.
Pendapat Mbak Dewi tentang dunia sastra Indonesia sekarang?
Ada geliat baru di dunia perbukuan pada umumnya. Banyak penulis baru, penerbit baru, toko-toko buku baru, toko-toko lama juga mempercantik diri. Dan bagi saya, secara umum itu artinya perhatian masyarakat terhadap buku meningkat, termasuk sastra.
Dulu tidak banyak orang yang bercita-cita menjadi penulis, tapi sekarang nggak sedikit orang yang berkeinginan untuk menjadi penulis. Pendapat Mbak Dewi akan hal itu?
Iya, semakin banyak bukti bahwa penulis bisa dijadikan profesi yang menghasilkan, atau setidaknya sarana aktualisasi dan eksistensi. Saya sih oke-oke saja dengan fenomena tsb, bahkan senang dan mendukung. Karena artinya akan banyak penulis baru dan orang-orang semakin melek buku.
Remaja sekarang mayoritas lebih menyukai bacaan-bacaan populer sejenis teenlit atau chicklit dan tidak banyak yang membaca karya-karya sastra. Menurut Mbak Dewi, bagaimana caranya supaya karya-karya sastra bisa menjadi bagian dari kehidupan remaja?
Salah satunya dengan cara “mengampanyekan” sastra dengan cara yang lebih populer dan persuasif. Dan itu sebetulnya salah satu yang dilakukan Supernova, jadi ada semacam tren “kalo lu nggak baca berarti nggak cool” – terlepas dari yang baca sebetulnya benar-benar ngerti atau enggak. Tapi dengan cara membuat sastra menjadi tren bisa membuat pembaca muda lebih tertarik. Dialog para sastrawan dengan pelajar, lewat tur keliling sekolah, juga ide yang sudah dilakukan dan menarik. Para guru juga bisa ikut berperan memperkenalkan karya sastra dengan memberikan tugas membaca atau ide-ide kreatif lainnya ke siswa-siswa.
Sekarang banyak buku/novel yang diangkat ke layar lebar. Apakah nantinya buku-buku Mbak Dewi akan dijadikan film?
Saya tidak punya rencana khusus. Kalau ada yang tertarik dan konsepnya juga sejalan, saya tidak menutup kemungkinan untuk ke arah sana.
3 kata yang paling menggambarkan seorang Dewi Lestari adalah?
Narsis Keren Gila.
Tips atau saran Mbak Dewi untuk pembaca RagazzOnline yang ingin menjadi penulis?
Temukan dirimu sendiri dalam tulisanmu. Jangan berhenti sampai ketemu.
Supernova itu seperti jurnal spiritual saya. Ide-ide yang saya ungkap dalam Supernova adalah hasil permenungan saya selama bertahun-tahun. Dan secara historis, buku itu jugalah yang menjadi gerbang pertama saya untuk tiba di ranah sastra Indonesia. Saya belajar banyak dari pengalaman saya menulis dan menerbitkan Supernova.
Dari buku-buku yang telah Mbak Dewi tulis, mana yang proses penulisannya paling berkesan. Kenapa?
Boleh dibilang semua buku yang saya tulis punya pengalaman berkesannya masing-masing. Tapi yang cukup unik adalah menulis Akar, karena melibatkan wawancara dengan banyak pihak, sekaligus riset yang lumayan panjang dan bermacam-macam. Setelah nulis Akar jadi tahu mengenai banyak hal, dari cara bikin tato, kehidupan di ladang mariyuana, backpackers, dll.
Apakah Mbak Dewi punya waktu khusus untuk mulai menulis? Atau mungkin ada ritual khusus yang harus dilakukan tiap mulai menulis?
Sekarang saya bisa menulis kapan aja, yang penting hening dan tidak diganggu. Ritual khusus nggak ada. Yang penting akses ke kamar mandi dekat dan ada makanan-makanan ringan biar nggak kelaperan.
Bagi Mbak Dewi, menulis adalah sarana untuk?
Mengenal diri sendiri.
Mana yang lebih Mbak Dewi suka, menulis atau menyanyi? Kenapa?
Nggak bisa milih. Dua-duanya suka.
Buku-buku Mbak Dewi selalu laris di pasaran, sebenarnya Mbak Dewi pernah nggak terpikir karya-karya Mbak laris ribuan kopi seperti itu?
Sejujurnya, enggak. Dulu waktu saya cetak Supernova langsung 7000 kopi, semua orang bilang saya gila. Karena buku di Indonesia biasanya makan waktu tahunan untuk bisa habis 7000. Ternyata 7000 habis hanya dalam waktu dua minggu. Saya nggak kebayang sama sekali. Apalagi saya pernah ke percetakan dan lihat buku saya sebanyak 2000 eks, rasanya udah buanyak banget. Nggak kebayang buku sebanyak itu ada yang mau beli.
Menurut Mbak Dewi, ciri khusus seorang Dewi Lestari dalam tulisannya adalah?
Budi Darma (sastrawan) yang memberi tahu saya, dan saya rasa beliau benar. Benang merah dalam semua tulisan saya adalah pencarian jatidiri.
Apa obsesi Mbak Dewi dalam perjalanan karier Mbak sebagai seorang penulis?
Diterbitkan secara internasional.
Satu buku terbagus yang pernah Mbak Dewi baca adalah? Alasannya?
A Heartbreaking Work of a Staggering Genius – Dave Eggers. Buku itu punya dampak kuat pada gaya kepenulisan saya sampai hari ini.
Satu buku terjelek yang pernah Mbak Dewi baca adalah? Alasannya?
Hmmm. Gak inget.
Pendapat Mbak Dewi tentang dunia sastra Indonesia sekarang?
Ada geliat baru di dunia perbukuan pada umumnya. Banyak penulis baru, penerbit baru, toko-toko buku baru, toko-toko lama juga mempercantik diri. Dan bagi saya, secara umum itu artinya perhatian masyarakat terhadap buku meningkat, termasuk sastra.
Dulu tidak banyak orang yang bercita-cita menjadi penulis, tapi sekarang nggak sedikit orang yang berkeinginan untuk menjadi penulis. Pendapat Mbak Dewi akan hal itu?
Iya, semakin banyak bukti bahwa penulis bisa dijadikan profesi yang menghasilkan, atau setidaknya sarana aktualisasi dan eksistensi. Saya sih oke-oke saja dengan fenomena tsb, bahkan senang dan mendukung. Karena artinya akan banyak penulis baru dan orang-orang semakin melek buku.
Remaja sekarang mayoritas lebih menyukai bacaan-bacaan populer sejenis teenlit atau chicklit dan tidak banyak yang membaca karya-karya sastra. Menurut Mbak Dewi, bagaimana caranya supaya karya-karya sastra bisa menjadi bagian dari kehidupan remaja?
Salah satunya dengan cara “mengampanyekan” sastra dengan cara yang lebih populer dan persuasif. Dan itu sebetulnya salah satu yang dilakukan Supernova, jadi ada semacam tren “kalo lu nggak baca berarti nggak cool” – terlepas dari yang baca sebetulnya benar-benar ngerti atau enggak. Tapi dengan cara membuat sastra menjadi tren bisa membuat pembaca muda lebih tertarik. Dialog para sastrawan dengan pelajar, lewat tur keliling sekolah, juga ide yang sudah dilakukan dan menarik. Para guru juga bisa ikut berperan memperkenalkan karya sastra dengan memberikan tugas membaca atau ide-ide kreatif lainnya ke siswa-siswa.
Sekarang banyak buku/novel yang diangkat ke layar lebar. Apakah nantinya buku-buku Mbak Dewi akan dijadikan film?
Saya tidak punya rencana khusus. Kalau ada yang tertarik dan konsepnya juga sejalan, saya tidak menutup kemungkinan untuk ke arah sana.
3 kata yang paling menggambarkan seorang Dewi Lestari adalah?
Narsis Keren Gila.
Tips atau saran Mbak Dewi untuk pembaca RagazzOnline yang ingin menjadi penulis?
Temukan dirimu sendiri dalam tulisanmu. Jangan berhenti sampai ketemu.