Saya
ucapkan selamat, karena Perahu Kertas
(PK) telah diproduksi dan siap
tayang menjelang Lebaran. Beberapa pengamat sinema menyebut film ini sebagai “kuda
hitam” alias pengumpul penonton terbanyak pada putaran Lebaran 2012. Bisa
diceritakan kapan persisnya dan bagaimana Starvision Plus-Mizan Production
meminang novel PK?
Kelahiran novel Perahu Kertas diawali
dengan format digital pada tahun 2007, dan setelah lewat setahun kontrak
eksklusifnya dengan perusahaan content
provider, Perahu Kertas pun saya siapkan untuk terbit dalam format hardcopy alias buku. Ada beberapa
penerbit yang ikut pitching meminang
naskah Perahu Kertas pada tahun 2008 itu. Bentang Pustaka adalah satu-satunya
penerbit yang tidak datang "sendirian". Sejak awal, Bentang Pustaka
sudah bergandeng tangan dengan Mizan Production yang tertarik untuk mengangkat
Perahu Kertas ke layar lebar. Jadi, hanya Bentanglah yang maju dengan dua
penawaran sekaligus. Saya sendiri merasa cocok dengan chemistry yang terjadi dengan pihak Bentang saat kami bertemu
langsung. Sementara, sejak kali pertama saya menulis Perahu Kertas, inilah
naskah yang seketika saya bayangkan menjadi film. Jadi, saya pun menerima
penawaran Bentang dan Mizan. Saat proses bergulir, Mizan lalu bekerjasama
dengan Starvision, yang mereka anggap sangat berpengalaman dalam mengolah film
genre drama. Pak Parwez dari Starvision pun tampaknya jatuh cinta pada buku
tersebut dan bersemangat ingin memfilmkannya. Hanung dan Dapur Film adalah
pihak terakhir yang ikut bergabung. Sejak awal, Pak Parwez sangat yakin bahwa
Hanunglah orang yang paling tepat untuk menyutradarai Perahu Kertas. Tapi,
jadwal Hanung sempat bentrok, dan akhirnya kami sempat pitching nama-nama lain. Namun, berhubung jadwal tayang
Perahu Kertas bergeser, jadwal Hanung kembali dimungkinkan. Dan akhirnya,
pilihan tersebut kembali jatuh pada Hanung.
Waktu
itu, apa pertimbangan Anda mengiyakan tawaran untuk memfilmkan novel ini? Adakah
syarat-syarat yang Anda ajukan sebelum akhirnya novel PK dikonversi ke layar perak?
Saya mengajukan dua syarat. Pertama,
saya akan menjadi penulis skenarionya. Kedua, saya ikut terlibat dalam
pemilihan casting. Karena menurut saya dua hal itulah yang paling penting untuk
menggawangi adaptasi Perahu Kertas.
Saya
melihat di barisan kasting, ada Mbak Dee sebagai Rani. Wah, ternyata punya
bakat akting juga ya, Mbak?
Sebetulnya lebih karena dipaksa
terlibat, sih. Hehe. Dari awal saya padahal sudah bilang sama Zaskia, saya
nggak suka syuting, dan paling malas kalau disuruh syuting. Tapi semua pihak
merasa kalau penulisnya muncul akan lebih seru. Sayangnya, tidak ada ruang
dalam skenario untuk pemunculan cameo. Akhirnya saya akan dikasih peran.
Tadinya, saya berharap jadi figuran saja. Tapi, tokoh Rani ternyata masih
kosong karena beberapa pemain yang dicalonkan mendadak nggak bisa. Jadi,
akhirnya sayalah yang dijadikan Rani. Saya nggak bermasalah dengan akting sih,
tapi syuting. Males banget. Haha!
Apakah
film PK adalah pengalaman
pertama Mbak Dee sebagai penulis naskah?
Iya.
Bagaimana
Anda memandang terpilihnya Maudy Ayunda, Reza Rahadian, dan Adipati Dolken yang
terpilih sebagai pelakon film ini?
Karena saya selalu diajak diskusi dan
konsultasi oleh Zaskia mengenai casting, jadi terpilihnya Maudy, Reza, dan
Adipati, adalah hasil rembukan bersama. Walaupun lewat cukup banyak perdebatan,
tapi akhirnya casting sekarang adalah hasil kesepakatan semua pihak, termasuk
saya. Maudy sebagai Kugy, saya yang menjagokan. Reza sebagai Remi, Hanung yang
menjagokan. Adipati sebagai Keenan, Zaskia yang menjagokan. Para produser yang
lain pun memiliki vote mereka
masing-masing. Sejujurnya saya cukup surprised
dengan hasilnya ketika sudah di layar lebar, saya rasa semua cast memainkan perannya dengan sangat
baik.
Apakah
Anda juga turut memberi sumbang saran terkait keputusan film PK “dipecah” menjadi dua film?
Nggak. Ini saya tahu belakangan, ketika
menjelang preview. Sejujurnya, saya
cukup kaget juga ketika tahu hasil syuting Hanung ternyata sampai lima jam.
Padahal naskah saya cuma 101 halaman. Dan irama film yang saya bayangkan memang
lebih cepat. Pada pelaksanaannya, ternyata cukup banyak adegan yang ditambahkan
oleh Hanung. Selain itu eksekusi ritme para aktor dan aktris tidak secepat yang
saya bayangkan. Tapi, bagi saya sih, nggak terlalu masalah. Kalau memang itulah yang
terbaik bagi cerita, ya, nggak apa-apa. Daripada dipaksakan menjadi satu film
tapi malah merusak cerita.
Banyak
remaja yang jatuh hati pada novel PK.
Mereka merasa terwakili oleh kisah cinta yang tergurat didalamnya. Mbak Dee
mendapat ide menulis babak Keenan-Kugy ini dari mana?
Melihat ke belakang, sepertinya cukup
banyak pemicu ide saya untuk menulis kisah Kugy dan Keenan. Saya menuliskan
kisah itu waktu saya masih kuliah, jadi suasana kampus dan dunia perkuliahan
amat dekat dengan saya saat itu. Saya suka komik Jepang "Popcorn",
format cerita serial, lagu Indigo Girls, dan film Reality Bites, gabungan
kesemua itu kemudian memunculkan ide untuk menuliskan Perahu Kertas, perjalanan
panjang dua orang sahabat dalam menemukan cinta dan cita-cita. Dan saya rasa
itu memang menjadi perjalanan banyak orang.
Saya
dengar ada pula omnibus Rectoverso yang melibatkan Marcella Zalianty, Rachel
Maryam, Cathy Sharon, Olga Lydia, dan Happy Salma. Boleh digambarkan bagaimana
perkembangan proyek ini dan kapan rencana akan dirilis?
Syutingnya sudah selesai dan sekarang
Marcella lagi menggarap penggabungan plot kelima cerita tersebut, jadi masih
tahap editing. Rencana rilis ada dua alternatif, akhir tahun ini atau Februari
tahun depan. Saya belum tahu akhirnya jadi kapan.
Dee
disebut sebagai salah satu penulis novel dengan ide dan diksi terunik di negeri
ini, apa tanggapan Anda?
Tentu senang. Terus terang, menjadi
unik bukanlah tujuan saya. Tujuan saya menulis itu hanya satu, yakni berbagi
apa yang saya rasa lewat jenis tulisan yang saya suka. Jadi, intinya saya hanya
menuliskan buku yang kira-kira bakal saya suka, jika saya jadi pembaca. Tapi
saya akui, latar belakang saya sebagai musisi dan penulis lagu punya pengaruh
juga dalam tulisan saya. Saya menjadi lebih peka terhadap ritme dan
"suara" dari kalimat-kalimat saya. Dalam membuat kalimat, saya
cenderung menyusunnya sedemikian rupa hingga enak dan berirama jika diucapkan.
Tuntutan efektivitas dalam membuat lagu juga mendorong saya untuk menyusun
kalimat yang padat makna. Lama-lama itu menjadi kebiasaan tersendiri, dan
akhirnya menjadi ciri khas. Saya senang kalimat yang berlagu dan kalimat yang
bermakna padat.
Saya
sebenarnya sudah “mencium” kehebatan Mbak Dee dalam menulis, setelah membaca
lirik “Satu Bintang Di Langit Kelam”, “Di Sudut Malam Bisu”, “Jalanmu”, dan
yang paling saya favoritkan (semoga tidak salah) lagu “Tak Perlu Memiliki” dari
album Satu (1999). Persisnya, sejak kapan Mbak mulai berani menulis?
Omong-omong, masih ingatkah Mbak kapan pertama kali menulis puisi atau essay atau cerpen dan apa judulnya ketika itu?
Rumahku Indah Sekali, itu cerita yang saya buat waktu kelas 5 SD.
Oh
ya, saya baca dari lini masa Twitter, akhirnya Rida Sita Dewi reuni setelah
sepuluh tahun dalam mini album soundtrack PK. Boleh diceritakan bagaimana repotnya mengatur jadwal
berkumpul dengan Rida dan Sita?
Terlalu repot sih nggak, karena cuma
satu lagu. Tapi deadline pembuatan soundtrack Perahu Kertas memang sangat
pendek, jadi kami nggak punya cukup waktu untuk persiapan. Begitu ketemu di
studio, langsung rekaman. Padahal kami sudah lama sekali nggak kumpul, bahkan
untuk ngobrol2 sekalipun. Jadi, dalam waktu singkat, kami harus kembali
adaptasi dengan suasana rekaman bertiga. Tapi kami puas juga dengan hasilnya,
ternyata di luar dugaan, hehe. Dengar satu reffrain aja kami langsung serasa
kembali ke tahun '90'-an.
Boleh
digambarkan, suasana rekaman (lagi) sekaligus reuni bersama dua karib lama di
studio saat itu? Judul lagunya apa dan dari mana datangnya ide reuni ini?
Judul lagunya "Langit Amat
Indah". Lagu lama saya, dibuat mungkin tahun '96-an. Ide saya memasukkan
lagu ini sebetulnya sudah cukup lama, sejak saya menulis skenario Perahu
Kertas. Saya selalu membayangkan inilah lagu terakhir yang akan muncul saat
film nanti. Karena lagu itu sendiri saya tulis pas lagi suka-sukanya sama
Indigo Girls, saya sudah mendesainnya untuk dinyanyikan bukan oleh solis, tapi
grup. Makanya saya kepikir untuk membawakannya bersama RSD. Ketika ide itu saya
lontarkan, para produser dan juga Trinity Optima ternyata semangat menyambut.
Akhirnya, kami wujudkan.
Dalam
pandangan Mbak, sejauh mana perkembangan penulis perempuan di Indonesia?
Sejak sepuluh tahun terakhir sih
menurut saya tidak terlalu ada banyak perubahan dalam dunia penulisan
Indonesia. Cukup banyak nama baru dan judul-judul fenomenal, tapi sepertinya
tidak ada lagi dikotomi kuat antara penulis perempuan dan penulis laki-laki
seperti waktu tahun 90'an akhir dan 2000 awal, saat Ayu Utami, saya, Djenar,
mulai sering disebut-sebut sebagai "sastra wangi". Saat ini menurut
saya kondisinya cukup lebur. Bukan lagi perihal laki-laki atau perempuan, tapi
laku atau tidak laku. Jadi, saya cuma bisa bilang, dilihat dari perkembangan,
terjadi perkembangan secara jumlah penulis yang lebih banyak, toko buku yang
lebih banyak, dan penerbit yang lebih banyak.
Beberapa
pembaca kami menyatakan ingin sekali menulis, tetapi ketika menghadap komputer
jinjing kebingunan mau memulai dari mana. Bolehkah Mbak Dee memberikan tip-tip
menulis untuk para pemula?
Carilah buku yang kita suka, dan
tulislah sebagaimana kita ingin membaca buku yang kita suka.
Adakah
kriteria yang harus dimiliki seseorang, yang ingin menjadi penulis?
Berani belajar dan berani gagal, dan
tidak putus asa untuk terus mencoba. Carilah referensi buku yang baik, dan
membacalah sebanyak-banyaknya.
Adakah
buku dan album baru yang sedang disiapkan?
Sedang rihat dulu. Mungkin setelah
Perahu Kertas dua-duanya diluncurkan, baru saya mulai kembali berproduksi.
Rencananya sih saya akan kembali meneruskan episode ke-5 Supernova.
Aktivitas
lain di luar menulis buku dan lagu?
Lagi bangun rumah. Mudah-mudahan
November selesai.
Apa
target yang ingin dicapai Mbak Dee tahun ini?
Pindahan yang lancar dan film Perahu
Kertas-nya juga lancar, hehe.
Pertanyaan
tambahan nih Mbak, adakah rencana ingin rekaman album lagi atas nama Rida Sita
Dewi? Kangen juga nih mendengarkan RSD membawakan lagu-lagu Adjie Soetama, Adi
Adrian dan Yovie Widianto, hehehe…