Sepertinya Anda melek
IT juga. Untuk saat ini seberapa penting teknologi informasi bagi Anda?
Haha, itu hanya “tipuan brosur”. Mungkin kesannya aja saya
melek IT, tapi sebenarnya biasa-biasa aja. Yah, sampai batas tertentu saya
punya ketertarikan dan kebutuhan, tapi saya bukan pengulik IT. Batas saya hanya
sampai level praktis aja. Kalau soal hp, misalnya, saya biasa pakai satu
handset sampai jelek banget dan nggak ganti-ganti (bahkan pernah ada hp saya
yang tergilas mobil dan tetap saya pakai). Baru tahun lalu saya beli
Blackberry. Laptop saya IBook Macintosh edisi lama, dan masih saya pakai sampai
sekarang. Penggunaan internet juga sebatas yang saya butuhkan aja. Terus
terang, untuk masalah IT, sekarang ini saya dibantuin Reza juga. Dia lebih
ngulik daripada saya.
Anda juga memiliki
blog dan menulis di sana. Apa arti sebuah blog bagi seorang Dewi Lestari?
Saya mulai nge-blog tahun 2006. Awalnya hanya untuk memuat
tulisan-tulisan yang belum tertampung di buku. Ada banyak artikel yang saya
tulis, sebagian sudah dimuat di majalah, sebagian lagi belum terpublikasi, dan
saya bisa tampung itu semua di blog. Baru tahun 2007 saya lebih intens menulis
di blog, traffic di blog saya juga meningkat pesat. Bahkan sekarang saya bisa
mengatakan bahwa blog adalah media komunikasi utama saya dengan pembaca. Saya
sih kepingin bikin website sendiri, domain sudah ada, tapi konsep website-nya
masih mencari yang paling pas.
Lagu terbaru Anda,
Malaikat Juga Tahu, memiliki spirit yang khas dan berbeda. Bagaimana proses
terciptanya?
Pada dasarnya kalau bikin lagu saya lebih sering pakai
sistem ‘wangsit’, jadi inspirasinya datang gitu aja, kayak wangsit. Makanya
susah banget terima order bikinin lagu. Wong saya sendiri nggak pernah tahu
kapan inspirasi itu muncul. Dan lagu Malaikat Juga Tahu (MJT) adalah salah satu
contoh yang sempurna untuk kondisi tsb. Lagu itu tercipta begitu saja, hampir
tanpa usaha berarti. Benar-benar seperti kesambar petir. Saya lagi di kamar
mandi, sikat gigi, lalu melodi reff-nya MJT tahu-tahu muncul. Saya langsung
rekam di HP. Lalu, saya tergelitik memakai kata “malaikat” dan “juara”, dan
jadilah lirik reff-nya MJT. Sisanya saya ikut arus lagu itu sendiri aja. Dalam
mencipta saya merasa lebih sering “digiring” daripada “menggiring”.
Pesan apa yang ingin
Anda sampaikan lewat lagu Malaikat Juga Tahu?
Yah, sesuai liriknya saja. Saya nggak punya pesan pribadi
apa-apa. Cerita dalam lirik MJT cukup umum, banyak orang mengalaminya.
Apakah lagu tersebut
berhubungan dengan seseorang? Tentang siapa?
Nggak ada. Banyak yang nyangka saya curhat pribadi lewat
MJT, padahal sama sekali tidak. Kalau dalam fiksinya, saya memang mengangkat
sepenggal kisah dari kehidupan seorang teman dan keluarganya.
Sebenarnya, bagaimana
proses kreatif Anda dalam menciptakan lagu? Apakah bisa berdasarkan pesanan
seseorang?
Lihat jawaban no 3.
Grup musik atau band
sebelum bubar biasanya melakukan pergantian personil, tapi Trio RSD langsung
bubar. Kenapa?
Memang itulah keputusan kami saat itu. Saat saya memutuskan
keluar, Rida & Sita pun memutuskan untuk tidak mencari pengganti, jadi
mending grupnya pensiun aja sekalian. Yah, kami dibatasi oleh faktor nama juga
sih, karena kan kalau mau tetap “Rida, Sita, Dewi” berarti nama personilnya
harus sama terus. Sebetulnya kalau saya yang keluar kans cari pengganti cukup
besar, berhubung nama “Dewi” sangat pasaran, hehe. Kalau “Rida” atau “Sita”
pasti lebih susah.
Sepertinya Anda sudah
menikmati sebagai solois. Ada rencana untuk membuat album atau konser Trio RSD
Reunion? Kalau ada, kapan? Kalau tidak, kenapa?
Bikin album nggak gampang. Butuh persiapan yang panjang dan
matang. Terus terang, kalau untuk bikin album lagi kami belum kepikiran. Tapi
untuk konser atau nyanyi bareng sih ayo-ayo aja, kalau memang jadwal dan
konsepnya pas. Sebetulnya kalau konser reuni sudah kita jalankan. Tahun 2007
akhir kita konser ke 12 kota di Jawa Barat. Untuk ke depannya masih belum tahu.
Rida sekarang lagi mau meluncurkan album solo, jadi pasti dia lagi konsentrasi
dulu ke albumnya. Sita juga punya rencana sama. Untuk RSD, kami sih cenderung
santai dan nggak ngoyo. Kalau ada tawaran nyanyi ya nyanyi, kalo enggak ya
nggak pa-pa.
Anda sukses sebagai
penyanyi dan penulis. Boleh jadi ada pekerjaan atau profesi yang menantang tapi
Anda tidak ingin menekuninya. Seperti apa misalnya?
Saya punya hobi masak, traveling, dan merangkai bunga.
Nggak tahu apakah akan jadi profesi atau enggak.
Dalam sebuah wawancara
Anda mengatakan ingin meluncurkan novel digital dalam bentuk cetak. Bisa
diceritakan?
Novel digital saya berjudul Perahu Kertas, tahun lalu
(2008) diluncurkan oleh XL, dan tahun ini (2009) akan diluncurkan lewat
Indosat. Novel digital sendiri adalah novel yang bisa di-download dan dibaca
lewat hp, jadi sementara ini yang bisa baca adalah pengguna hp dari perusahaan
telekomunikasi yang bersangkutan. Tadinya saya mau meluncurkan versi cetak Perahu Kertas akhir 2008, tapi bertabrakan jadwal rilisnya dengan Rectoverso.
Saya cenderung untuk tidak mengeluarkan dua produk dalam waktu berdekatan,
karena ribet menjalankan promonya. Jadi Perahu Kertas terpaksa ditunda sampai
pertengahan tahun 2009.
Beberapa tahun lalu
Andrei Aksana pernah meluncurkan novel disertai soundtrack, judul Lelaki
Terindah, meskipun (album) soundtrack-nya tidak dikemas secara khusus. Pendapat
Anda?
Saya kurang jelas maksud pertanyaan ini. “Pendapat saya?”
Yah, baik-baik saja.
Sepertinya,
karya-karya Anda cenderung berbau supranatural. Apakah ini menjadi trade-mark
seorang Dewi Lestari?
Kita perlu definisikan dulu arti “supranatural”. Buat saya
“supranatural” itu berkonotasi mistis dan cenderung klenik. Benarkah ini yang
dimaksud? Karena saya tidak punya niatan demikian. Jika yang dimaksud adalah
“spiritual”, berarti jawabannya adalah iya. Dan yang saya maksudkan “spiritual”
di sini adalah dorongan alamiah dalam setiap manusia untuk mengenal diri sejatinya.
Sejujurnya, saya nggak pernah dengan sengaja ingin menjadikannya sebagai label
atau trade mark. Tapi memang motor
penggerak saya terbesar dalam berkarya adalah spiritualitas, karena itulah
minat saya yang paling utama.
Adakah keinginan untuk
menciptakan sebuah karya dengan tema tertentu, namun Anda khawatir akan
mengalami pencekalan?
Sejauh ini belum ada, baik yang dimaksud sebagai ‘tema
tertentu’ maupun kekhawatiran akan pencekalan.
Tema-tema apa saja
yang menarik untuk Anda tulis menjadi novel atau cerita?
Seperti yang dijelaskan di atas, kecenderungan saya
adalah menulis tema tentang pencarian jati diri. Tapi nggak 100% itu melulu
juga, saya pun senang mengungkap cerita hati: baik itu jatuh cinta, patah hati,
berharap, dsb.
Dari banyak peristiwa
yang terjadi secara global, momen apa yang paling menyita perhatian Anda?
Sekarang ini? Masalah lingkungan hidup.
Kalau tidak salah,
novel-novel Anda belum pernah difilmkan? Apakah Anda tertarik untuk memfilmkan?
Atau jangan-jangan sudah ada yang meminta?
Memang buku saya belum pernah difilmkan. Dulu, waktu
Supernova baru keluar, banyak pihak yang menawarkan, tapi saya belum punya
kesiapan untuk itu. Karena kalau bikin film, pastinya saya ingin terlibat cukup
intens, dan sejauh ini, secara waktu dan kesempatan saya belum punya ruang
untuk itu. Kalau soal tertarik sih tertarik, tapi bukan jadi tujuan utama saya.
Bagi saya, difilmkan atau tawaran difilmkan hanyalah bonus sampingan, yang
kalau bisa jalan ya syukur, enggak juga nggak apa-apa.
Seandainya difilmkan,
seberapa besar Anda ingin terlibat didalamnya? Karena cukup banyak novelis yang
mengaku kurang puas atas hasil adaptasinya ke dalam film.
Setidaknya supervisi skenario, karena skenario bagi saya
adalah nyawa film.
Saat masih bersama
Marcell, sepertinya perkawinan Anda ideal sekali. Akan tetapi perceraian terjadi juga. Menurut Anda, seperti apa sebuah perkawinan yang ideal?
Saya nggak pernah punya konsep ideal tentang pernikahan. Dan
jika dikatakan “sepertinya perkawinan Anda ideal sekali” tentunya itu adalah
penilaian terbatas dari pihak luar, yang menurut saya sah-sah saja, tapi belum
tentu punya derajat kebenaran apa pun. Perkawinan bagi saya hanyalah bungkus
luar yang nggak perlu dibubuhi idealisme apa-apa karena hanya akan bikin stres
dan tidak natural. Yang lebih penting adalah relationship-nya. Bungkus bisa apa
saja. Bagi saya, relationship yang sehat adalah relationship yang berbasiskan
kejujuran dan kekinian (tidak terpaku pada masa lalu dan tidak berorientasi ke
masa depan). Dan itu tidak berarti sebuah relationship akan lekang seumur hidup
atau bahagia terus menerus. Jadi, bagi saya konsep ideal tidak berlaku. Yang
lebih penting dan nyata adalah hubungan yang natural, bukan yang ideal.