Monday, December 15, 2014

Didaktika UNJ | Profil | Desember, 2006 | by Sary Rahmayati

Dee mulai menulis sejak kapan? 

Saya menulis sejak kecil. Seingat saya, tulisan serius pertama yang saya tulis itu waktu saya kelas 5 SD, umur 10 tahun, dongeng tentang seorang anak yang mendamba kuda poni. Waktu itu saya banyak terpengaruh buku-buku Enid Blyton. Serius menggarap buku mulai saat kuliah. Tapi baru tahun 1999 saat saya mulai menulis draf Supernova, saya yakin bahwa Supernovalah karya pertama saya yang akan dipublikasi.

Kenapa Dee bisa beralih profesi dari seorang penyanyi menjadi seorang penulis novel? 

Sebetulnya menulis memang hobi sejak kecil dan merupakan kegiatan yang tidak terputus dari dulu sampai sekarang. Jadi dibilang beralih sebetulnya enggak juga, karena kedua hobi itu (musik dan menulis) saya jalankan berbarengan sejak kecil, hanya masalah mana kesempatan yang datang lebih dulu. Kebetulan karier saya di musik terbuka lebih awal, yakni tahun 1995 dengan RSD, sementara menulis baru tahun 2001 dengan menerbitkan Supernova. 

Pengalaman apa yang membuat Dee ingin menjadi penulis? 

Dari kecil saya senang mengkhayal, senang membuat cerita. Jadi tidak ada pengalaman khusus, memang sudah senangnya begitu sejak kecil. Saya suka buku, khususnya buku dongeng. Sejak dulu saya memang sudah bercita-cita ingin menulis buku. Tidak terpikir untuk kemudian berprofesi sebagai penulis sebetulnya, tapi ketika dijalani memang ternyata tidak bisa berhenti, ya. Selama saya masih punya sesuatu untuk saya bagi, tentunya saya akan terus menulis. 

Siapa penulis idola yang menjadi sumber inspirasi buat Dee? 

Saya banyak terinspirasi justru oleh para penulis nonfiksi, karena saya sangat suka buku-buku sains dan spiritualitas. Tapi untuk fiksi, saya suka gaya tulisannya Sapardi Djoko Damono, Seno Gumira Ajidarma dan Ayu Utami. Penulis luar saya suka Dave Eggers dan Ana Castillo. 

Bagaimana proses kreatif pembuatan Supernova? 

Supernova ditulis dengan terlebih dahulu melakukan riset, baik riset pustaka lewat internet maupun buku, dan juga riset lewat wawancara. Setelah bahan terkumpul, sambil jalan saya mulai menulis. Proses penyelesaian Supernova masing-masing episode berbeda-beda, tergantung faktor kesulitan tema yang ingin diangkat, juga faktor kesibukan juga. Supernova 1 saya selesaikan dalam waktu 9 bulan, yang berikutnya yakni Akar 1,5 tahun, Petir kira-kira enam bulan, sementara Partikel—yang sekarang ini sedang saya kerjakan—cukup alot. Selain materinya berat, saya juga sedang sibuk karena banyak kegiatan lain. 

Bagaimana tips dan trik Dee jika mengalami stagnasi dalam menulis?

Banyak membaca, dan menjadi pengamat yang baik. Itu saja. Inspirasi itu tersembunyi di setiap momen hidup kita, baik dari peristiwa, maupun bacaan. Dengan mengasah diri kita menjadi peka, dan mau membuka wawasan, pasti tulisan kita juga jadi lebih kaya dan stagnasi bisa kita atasi. 

Apa arti keluarga buat Dee? 

Keluarga bagi saya adalah support system, mereka hadir untuk menyeimbangkan hidup saya dan jadi prioritas yang utama. Sebelum berkeluarga, pekerjaan ya jadi nomor satu. Sekarang sudah nggak bisa begitu lagi. Jadi harus bisa pintar-pintar membagi waktu. 

Apa arti menulis buat Dee? 

Menulis bagi saya seperti bernapas. Bukan lagi masalah profesi, tapi sudah jadi kebutuhan. Lewat menulis saya mengaktualisasi diri, bahkan membantu menemukan jati diri saya. Dan seperti kegiatan bernapas, ada tarik dan ada keluar, maka ibaratnya menulis itu mengembuskan napas, membaca itu menarik napas. Kita harus menjalankan kedua-duanya agar seimbang; di satu sisi tulisan kita berkembang, dan di sisi lain apa yang kita baca juga bermanfaat bagi orang lain. 

Inspirasi untuk menulis biasanya datang dari mana saja? 

Dari hidup secara umum. Tema-tema spiritualitas dan cinta kebanyakan menjadi dasar bagi karya-karya saya. Jadi datangnya bisa macam-macam, lewat peristiwa yang melibatkan kita langsung ataupun tidak, atau dari sekadar mendengar dan mengamati apa yang terjadi di sekitar kita. 

Bagaimana tanggapan Dee melihat penulis perempuan sekarang? 

Yang jelas jumlahnya semakin banyak. Karena kalau dilihat di pasaran, penulis baru sekarang memang kebanyakan perempuan, ya. Bagus, deh. Aku sih senang-senang aja. Karena artinya perempuan semakin ekspresif, semakin bisa bersuara. Soal genre sih aku tidak terlalu mempermasalahkan, mau chicklit, teenlit, atau apapun, yang penting ketika penulis semakin banyak dan semakin beragam, diharapkan pembaca pun semakin banyak dan beragam. Pokoknya yang utama adalah perkembangan industri buku di Indonesia, supaya minat baca dan kultur membaca itu samakin memasyarakat. 

Tanggapan Dee mengenai RUU APP? Sebagai penulis perempuan ada tidak pengaruhnya dengan proses kreatif Dee sekarang? 

Saya menilai RUU APP itu dilatarbelakangi oleh sikap reaksioner, yang akhirnya memancing respons yang reaksioner juga. Menurut saya, peraturan dan hukum untuk distribusi barang-barang pornografilah yang perlu ditegakkan. Sejauh ini saya pribadi tidak merasakan dampak langsung, mungkin karena apa yang saya tulis juga tidak bermain-main di ranah yang seolah dikategorikan sensitif pornografi. Tapi saya harap tidak terjadi pemasungan kreativitas di negara kita, apapun kedok dan caranya. 

Melihat keadaan negara sekarang yang ricuh dan kisruh dengan banyak bencana dan kerusuhan lainnya bagaimana tanggapan Dee? 

Apabila kita ingin memperbaiki negara maka tidak ada jalan lain selain memperbaiki diri sendiri dulu. Apa yang tidak kita sukai, cobalah untuk dijauhi apalagi kita lakukan. Kita tidak mungkin mengubah negara kalau tidak mau mengubah diri sendiri dulu. Menurut saya, motor perubahan itu terjadinya dari rumah tangga, dari unit terkecil, negara akan menyusul. Bencana alam pun perlu disikapi dengan introspektif, bahwa alam memiliki mekanismenya sendiri, dan apa yang terjadi pada alam adalah cerminan yang kita berikan baginya. Jadi hargailah alam dengan menjaga lingkungan, kita bisa mulai dari hal kecil seperti menanam pohon, atau mengolah sampah rumah tangga. 

Motto hidup Dee? 

Kenali diri sendiri sebelum mengenali orang lain. 

Pesan buat anak muda (mahasiswa) yang ingin menjadi penulis? 

Sama seperti yang di atas, bahwa menulis harus dikawinkan dengan kegiatan membaca. Seorang penulis yang baik adalah pengamat yang baik, juga pembaca yang kaya. Dan tidak ada cara lain untuk menulis selain menulis, jadi harus sering dilatih dan dicoba tanpa putus asa.