Wednesday, December 10, 2014

Aplaus Magazine | Profesi Penulis & Proses Menulis | Juni, 2008

Apa pendapat Anda tentang novel pertama yang Anda tulis, setelah melihat sosok Anda sekarang yang menjadi novelis?  

Kadang-kadang geli, kadang-kadang terharu juga kalau ingat perjuangannya. Kadang-kadang gemes, karena sesekali suka muncul juga keinginan untuk mengubah beberapa bagian. 

Masih ingat tidak, honor pertama kali menulis dihabiskan untuk apa? 

Cerpen saya (”Rico de Coro”) dimuat pertama kali di Majalah Mode, saya lupa dihabiskan untuk apa uangnya. 

Selain menulis, biasanya apa saja aktivitas Anda? 

Basically, menjalankan hobi saya: baca, musik, jalan-jalan, nonton, dsb. Sisanya ya mengurus rumah, anak, suami, dan menjalankan hidup seperti biasa. 

Andai saja Anda diperbolehkan menjelma jadi sebuah novel, maka novel seperti apa yang anda inginkan? 

Semacam buku "Pilih Sendiri Petualanganmu", di mana pilihan yang dikasih juga tidak terbatas. 

Bagaimana pendapat Anda mengenai persaingan antar penulis saat ini? 

Saya rasa setiap penulis memiliki ciri khas masing-masing dan pembacanya masing-masing. Saya nggak pernah merasa ada persaingan yang berarti antar penulis. Yang lebih terasa justru persaingan antar penerbit. Kalau yang nulis, sih, biasa-biasa aja sepertinya. 

Pernah tidak Anda saling mengkritik dan memberikan masukan terhadap sesama rekan novelis lainnya? 

Mengkritik nggak pernah. Memuji iya. Karena saya bukan kritikus, pendekatan saya terhadap buku hanyalah suka atau tidak suka. Kalau suka dan saya merasa tergerak untuk kasih tahu, ya saya bilang suka. Kalau nggak suka, saya diam saja. Karena nggak ada gunanya diomongin.

Ada tidak pengalaman buruk selama menulis novel? 

Selama menulisnya sih enggak. Tapi dalam lika-liku menerbitkan buku, sih, iya. Namanya juga bisnis, pasti punya risiko tertentu, melibatkan banyak orang, dsb, jadi ada saja tantangan dan kesulitannya. Kalau menulisnya sendiri sih, walaupun tantangan juga ada, tidak ada yang sampai masuk ke dalam kategori ”pengalaman buruk”. Hampir semuanya menyenangkan. 

Kalau seorang novelis biasanya side job-nya apa? Dan apakah profesi sebagai novelis bisa dijadikan 'lahan pangan'? 

Saya nggak tahu dengan novelis lain. Kalau saya memang pekerjaan utamanya ya menulis dan main musik (menyanyi, bikin lagu). Side job saya adalah bicara di talkshow seputar pekerjaan saya. Bagi saya pribadi, menulis bisa menjadi pekerjaan pokok yang  menjadi sumber income utama. 

Kira-kira pengembangan karier seorang novelis dengan cara apa dan bagaimana? 

Bagi saya simpel aja: berkarya terus. Kalau memang tertarik barangkali bisa melebarkan sayap ke penulisan skenario, jurnalistik, dsb. Selama masih dalam ranah menulis, menurut saya, apa saja mungkin. 

Ada tidak keinginan untuk go international? 

Ada. 

Sebagai penulis novel, pernah tidak hidup sehari tanpa laptop? 

Pernah. Kalau saya berlibur atau retreat meditasi, saya nggak pernah bawa laptop. Saya pikir sesekali tak ber-laptop juga menciptakan jarak yang sehat antara kita dan pekerjaan kita.  

Apakah Anda ingin mempunyai keturunan yang bisa nulis novel juga? 

Kalau memang anak saya tertarik ya syukur, kalau enggak juga nggak apa-apa. 

Selama ini, apakah tema yang Anda tulis murni dari keinginan Anda sendiri atau malah memang pesanan pasar yang ada? 

Murni keinginan sendiri. Saya nggak bisa terima pesanan, bukan karena sok idealis, tapi karena memang nggak sanggup. Saya punya kesulitan untuk hidup dalam ide orang lain. 

Idealisnya seorang novelis itu seperti apa?

Punya karakter kepenulisan yang kuat, punya kejujuran yang mengguncang, dan bisa menyentuh hati banyak orang. Itu idealnya. Sederhananya:  menulis buku yang ingin dia baca dan dia suka. Itu saja. 

Bagaimana dengan honor seorang penulis? 

Kenapa, tuh? Maaf pertanyaannya kurang spesifik. 

Seberapa besar peranan editor mengedit novel anda? Biasanya siapa yang menentukan editornya, apakah penulis atau percetakan? 

Karena kebanyakan saya menerbitkan sendiri, saya jugalah yang mencari editor. Kebetulan saya sudah ada editor langganan. Bagi saya, editing adalah hal yang penting, karena kedekatan si penulis dengan karyanya sendiri kadang-kadang membuat ia luput memperhatikan tulisannya dengan detail. Dibutuhkan mata yang lebih "segar" dan "objektif", yakni editor. 

Kalau ingin novel dilirik produser film, hal apa yang harus dilakukan atau ada malah ada syarat-syarat tertentu ketika sebuah novel difilmkan? 

Novel saya belum pernah difilmkan, jadi saya nggak punya pengalaman yang bisa saya bagi dalam perihal satu ini. 

Pernah punya pengalaman novel yang ditolak penerbit tidak? Dan ternyata dikenal publik, malah si penerbit meminta Anda untuk menuliskan novel lagi untuk mereka? 

Belum pernah. Saya biasa menerbitkan sendiri, atau sharing modal dengan penerbit. 

Hal apa saja yang tidak boleh dilakukan novelis wanita? Dan hal terlucu yang pernah dilakukan saat mencari ide? 

Selama tidak melanggar hukum, kayaknya nggak ada yang nggak boleh.

Hal terlucu? Saya nggak tahu ini kategori lucu atau enggak (kayaknya sih enggak): saya dulu biasa nongkrong di loteng rumah, lihat langit sore, sambil makan es cendol, mendengarkan ”Beach Boys”, dan membayangkan saya lagi di pantai. 

Menurut Anda, apa lagi pencapaian sebagai seorang novelis yang belum Anda dapatkan? 

Menyelesaikan serial saya sampai tamat. 

Kira-kira apa saja masukan untuk penulis novel pemula? Bagaimana tips agar penulis novel pemula bisa dilirik penerbit dan diterima pasar? Kira-kira apa saja hal tersebut? 

Tulislah apa yang benar-benar disuka, yang bikin kita nggak tidur, yang bikin kita kepikiran terus menerus. Follow that fire. Soal penerbit dan diterbitkan adalah masalah perjodohan, boleh dipikirin tapi jangan terlalu dipikirin. Karena yang utama adalah membuat karya yang kuat, karya yang ”bersuara”. The rest will follow.