Wednesday, December 10, 2014

AND Magazine | Proses Kreatif | 2006

Bagaimana awal mula Dee mencintai dunia tulis? Apa yang sebetulnya mendorong Dee untuk menulis fiksi? 

Senang menulisnya sudah dari kecil. Saya memang punya dorongan kuat untuk mengkhayal, membayangkan dunia lain, menyusun alur cerita, dsb. Kakak-kakak saya senang membaca, jadi saya ikut kebagian membaca buku-buku cerita mereka. Itu juga salah satu faktor yang mendorong saya tertarik menulis fiksi. 

Apa hambatan dari menulis? 

Untuk saat ini hambatan saya adalah waktu dan kesempatan untuk duduk lama menulis. Setelah punya anak, apalagi sekarang yang bungsu juga belum dua tahun dan yang sulung baru masuk SD, otomatis waktu saya terbagi banyak, antara menulis dan mengurus anak dan rumah tangga. Saya bahkan harus cuti dari pekerjaan di luar rumah dulu untuk sementara waktu, supaya masih bisa menulis buku dan nggak keteteran mengurus anak-anak. 

Bisa diceritakan proses pembuatan tulisan hingga akhirnya sampai ke penerbitannya? 

Simpel saja, manuskrip selesai dulu, baru kontak penerbit. Beberapa buku saya juga pernah saya terbitkan sendiri. Prosesnya kurang lebih sama. Setelah selesai manuskrip, mulai godok dengan pihak penerbit perihal produksinya. Saya sudah punya tim tetap untuk produksi, dari cover sampai lay-out, yang saya ikut supervisi sampai selesai. Karena sudah sering dan terbiasa, jadi masing-masing pihak sudah tahu apa yang dikerjakan. 

Apa pendapat Dee tentang sastra Indonesia ? Apa pendapat Dee tentang karya fiksi di Indonesia ? 

Saya lebih senang melihat dunia penerbitan secara global, ketimbang hanya terkungkung di segmen sastra atau pun fiksi semata. Saya melihat dunia penerbitan Indonesia saat ini semakin seru, banyak penerbit baru dan toko-toko buku dengan konsep yang baik. Yang saya rasa agak melambat adalah regenerasi. Rasanya sejak Angkatan 98 (Ayu Utami) menuju era sekarang, tidak terlalu banyak penulis baru yang mencuat, sekalipun secara kuantitas bisa saja semakin banyak. 

Ada yang bilang, perempuan lebih dekat dengan khasanah sastra ketimbang laki-laki, menurut Anda ? 

Menurut saya sama-sama saja. Sejarah membuktikan, dulu dunia sastra lebih banyak dimeriahkan oleh penulis laki-laki. Dan sekarang banyak yang berpendapat penulis perempuan lebih mendominasi. Tapi secara esensi, menurut saya hal itu tidak sepenuhnya masalah gender. Siapa pun yang punya kepekaan bahasa, akan dekat dengan sastra.

Siapa pengarang yang berpengaruh pada dunia kepenulisan Anda? Mengapa?  Siapa pengarang perempuan dunia dan Indonesia yang anda suka? Mengapa? Karya pengarang laki-laki yang Anda suka? Mengapa? 

Sapardi Djoko Damono, beberapa bukunya pernah sangat mempengaruhi saya dalam menulis lirik dan dalam membuat irama kata. Seno Gumira Ajidarma, karena mampu membuat tulisan yang hidup. Ayu Utami, karena ketekunannya dalam mengulik bahasa. Penulis perempuan dunia, terus terang saya nggak mengikuti banyak genre fiksi karena lebih suka nonfiksi, tapi buku Ana Castillo pernah sangat berpengaruh bagi saya.

Pendapat Anda tentang sastra perempuan atau perempuan bersastra? 

Seperti yang saya bilang sebelumnya, saya nggak pernah terlalu fokus pada pemilahan gender dalam bersastra. Yang saya lihat, memang banyak penulis perempuan yang disorot sejak 1998. Tapi dalam dunia perbukuan, menurut saya gender bukan perihal yang esensial, pada akhirnya cerita apa pun yang memiliki kedekatan batin dengan pembaca, dipasarkan dengan tepat, terjadi pada momen yang tepat, akan menjadi karya yang mencuat. 

Bagaimana tentang pembaca Indonesia? 

Sekarang ini pembaca Indonesia cukup dimanjakan dengan mudahnya mencari buku, banyaknya toko buku online, taman bacaan yang lebih subur ketimbang dulu-dulu, dsb. Jarak pembaca dan penulis juga semakin didekatkan dengan adanya sosial media. Seorang pembaca pun bisa dengan cepat terakselerasi menjadi "penulis" dengan media blogging. Jadi menurut saya dunia pembaca di Indonesia, dan juga penulis, terasa lebih dinamis.
Komunitas membaca dan sastra menurut saya adalah salah satu cara yang efektif untuk menghidupkan sastra Indonesia. Baik komunitas online atau offline, keduanya berpotensi untuk menjaga semangat bersastra. 

Apa yang Dee harapkan dari dunia sastra di indonesia saat ini ? 

Regenerasi penulis muda yang lebih cepat. 

Sebutkan satu judul buku favorit yang Dee karang sendiri ? Mengapa? 

Pertanyaan sulit, karena menurut saya semua buku saya "tekstur"-nya lain-lain. Tapi saya sangat terhibur dengan Petir (Supernova episode 3). 

Sebutkan satu judul buku favorit dari penulis lain? Mengapa? 

Untuk fiksi saya sedang senang sekali dengan Ratawutt Lapcharoensap, penulis Thailand yang menulis dalam Bahasa Inggris. Bukunya yang saya baca berjudul Sightseeing. Sangat menginspirasi buat saya.