Supernova Kesatria,
Putri, dan Bintang Jatuh (KPBJ) adalah buku pertama Anda. Mengapa baru sekarang
difilmkan? Sementara buku-buku Anda sesudahnya sudah difilmkan lebih dulu?
Kendali untuk mengatur buku mana yang duluan difilmkan sebetulnya bukan ada di tangan saya. Mungkin banyak orang yang menyangka bahwa penulis buku yang bukunya diadaptasi menjadi film lantas akan berada di posisi tertinggi dan bisa mengatur segala-galanya tentang bukunya yang difilmkan. Yang sesungguhnya terjadi tidak seperti itu. Mana buku yang difilmkan lebih dulu tergantung ada atau tidaknya produser yang tertarik untuk memfilmkan, dan karena produser bukan cuma satu melainkan banyak dan berbeda-beda, kita tidak bisa dengan gampangnya “janjian” dalam mengatur buku mana duluan yang difilmkan karena keputusan untuk membuat film bergantung dari banyak faktor dan kepentingan. Jadi, sebagai penulis, saya lebih berada di posisi menunggu. Saya tidak aktif menawar-nawarkan buku saya jadi film, karena memang bukan itu prioritas utama saya berkarya. Sebagai penulis, tugas saya adalah menulis buku. Kalau memang ada yang tertarik memfilmkan buku saya, itu saya anggap bonus, bukan tujuan.
Bagaimana perasaan Anda dengan difilmkannya Supernova KPBJ?
Selalu ada rasa senang dan penasaran ketika karya saya akan diinterpretasikan oleh kreator lain dalam format berbeda. Ketika ada tawaran untuk memfilmkan buku saya, perasaan seperti itulah yang hadir. Supernova KPBJ juga sama. Tentu ada rasa penasaran ekstra karena kompleksitas Supernova berbeda dengan karya-karya saya yang lain.
Banyak dari pembaca buku yang kemudian merasa kecewa ketika buku kesayangannya difilmkan dan ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi mereka, bagaimana Anda menyikapinya?
Setelah berkali-kali buku saya difilmkan, kesimpulan saya satu: membuat film dari buku sebaiknya jangan ditujukan untuk memuaskan pembaca. Kalau tujuannya sekadar itu saja, jelas tidak mungkin dilakukan. Tugas utama pembuat film adalah bikin film bagus. Itu saja. Cerita bisa diadaptasi dari buku atau naskah orisinal, tidak masalah. Setiap karya, mau itu film atau buku, pasti akhirnya akan ada yang suka dan tidak. Jadi, bagi saya, sama-sama saja.
Bisa diceritakan bagaimana prosesnya hingga Supernova KPBJ difilmkan?
Produsernya, Sunil Soraya, sudah menghubungi saya sejak 6 tahun yang lalu. Tapi saat itu saya masih belum tertarik karena saya merasa Supernova adalah cerita yang belum selesai. Setelah sekian lama, perspektif saya berubah. Sama seperti bukunya, saya rasa Supernova bisa dinikmati setiap episodenya secara terpisah-pisah. Jadi, ketika tahun 2012 Sunil menghubungi saya lagi, mind set saya sudah berbeda. Dan saya melihat keseriusan niatnya dalam menggarap film Supernova. Setelah beberapa kali berbincang-bincang, akhirnya saya memutuskan untuk melepas hak adaptasinya.
Apakah Anda ikut menentukan siapa sutradara dan para pemain KPBJ?
Saya tidak menentukan sutradara. Itu sepenuhnya keputusan produser. Untuk pemain, saya sebatas memberikan masukan di awal-awal proses casting, dan produser memberikan update tentang proses casting-nya, khususnya untuk peran-peran utama. Tapi, saya tidak berada di posisi penentu, hanya sebatas diinformasikan saja.
Sejauh apa keterlibatan Anda dalam produksi Supernova KPBJ? Apa alasannya?
Saya tidak punya peran apa pun secara formal dalam produksi film Supernova, saya bukan produser maupun penulis skenarionya. Jadi, bisa dibilang saya hampir tidak terlibat sama sekali, dan itu sudah saya komunikasikan sejak jauh hari ke pihak produser. Produksi film Supernova berbarengan dengan periode saya menyelesaikan buku Supernova episode kelima, Gelombang. Saya harus memprioritaskan Gelombang karena tidak ada yang bisa menggantikan saya untuk menulis Gelombang. Tapi saya merasa peran saya dalam film Supernova tidak sekrusial itu, sudah ada orang-orang yang memang ahli di bidangnya. Produser mengajak saya berdiskusi di awal-awal praproduksi mengenai konsep penceritaan dan casting, dan saya sempat memberikan masukan untuk draf skenario. Begitu produksi dimulai, saya sudah tidak mengikuti. Jadi sebatas itu saja.
Apakah Anda terlibat dalam penggarapan musik / soundtrack film Supernova KPBJ?
Tidak.
Apakah Anda puas dengan hasil film Supernova KPBJ?
Sampai saat posting FAQ ini diunggah, saya belum menonton filmnya sama sekali, jadi saya tidak bisa menjawab soal ini (akan di-update).
Belakangan, industri film Indonesia banyak sekali mengangkat kisah dari buku-buku bestseller. Apa pendapat pendapat Anda mengenai tren tersebut?
Ketimbang naskah orisinal yang belum dikenal, cerita dari buku laris otomatis sudah punya pembaca dan massanya sendiri. Setidaknya film itu nanti sudah akan menarik perhatian para pembaca buku. Jadi, saya rasa itu memang pilihan yang dinilai strategis oleh para produser. Tentu, memfilmkan dari buku punya risiko tersendiri juga, karena penonton yang sudah baca bukunya biasanya datang untuk membandingkan, jadi agak lebih sulit untuk menikmati film apa adanya.
Apakah pesan utama dari film Supernova KPBJ?
Saya hanya bisa bercerita dari sebatas buku, bahwa Supernova KPBJ bercerita tentang evolusi spiritual yang terjadi pada tokoh-tokohnya melalui beberapa konflik—antara lain cinta segitiga dan jejaring misterius yang dijalin tokoh cyber bernama Supernova—yang kemudian mengubah pandangan mereka tentang eksistensi dan jatidiri mereka.
Apa harapan Anda atas film Supernova KPBJ?
Semoga filmnya berkualitas, ditonton banyak orang, dan semoga film Supernova KPBJ tidak sekadar menghibur tapi bisa memicu perenungan penonton akan hal-hal yang lebih besar.
Apakah sekuel buku Supernova setelah KPBJ juga akan difilmkan?
Sejauh ini belum ada rencana. Kontrak saya dengan Soraya Intercine hanya sebatas Supernova KPBJ.
Adakah proyek film lain yang diangkat dari buku Dee dalam waktu dekat?
Filosofi Kopi saat ini sudah praproduksi dan rencananya akan mulai syuting awal tahun depan dengan perkiraan rilis April 2015. Filosofi Kopi digarap oleh rumah produksi Visinema, diproduseri dan disutradarai oleh Angga Sasongko, sementara skenario ditulis oleh Jenny Jusuf. Para pemain yang akan terlibat antara lain adalah Chicco Jerikho, Rio Dewanto, dan Julie Estelle.
Kendali untuk mengatur buku mana yang duluan difilmkan sebetulnya bukan ada di tangan saya. Mungkin banyak orang yang menyangka bahwa penulis buku yang bukunya diadaptasi menjadi film lantas akan berada di posisi tertinggi dan bisa mengatur segala-galanya tentang bukunya yang difilmkan. Yang sesungguhnya terjadi tidak seperti itu. Mana buku yang difilmkan lebih dulu tergantung ada atau tidaknya produser yang tertarik untuk memfilmkan, dan karena produser bukan cuma satu melainkan banyak dan berbeda-beda, kita tidak bisa dengan gampangnya “janjian” dalam mengatur buku mana duluan yang difilmkan karena keputusan untuk membuat film bergantung dari banyak faktor dan kepentingan. Jadi, sebagai penulis, saya lebih berada di posisi menunggu. Saya tidak aktif menawar-nawarkan buku saya jadi film, karena memang bukan itu prioritas utama saya berkarya. Sebagai penulis, tugas saya adalah menulis buku. Kalau memang ada yang tertarik memfilmkan buku saya, itu saya anggap bonus, bukan tujuan.
Bagaimana perasaan Anda dengan difilmkannya Supernova KPBJ?
Selalu ada rasa senang dan penasaran ketika karya saya akan diinterpretasikan oleh kreator lain dalam format berbeda. Ketika ada tawaran untuk memfilmkan buku saya, perasaan seperti itulah yang hadir. Supernova KPBJ juga sama. Tentu ada rasa penasaran ekstra karena kompleksitas Supernova berbeda dengan karya-karya saya yang lain.
Banyak dari pembaca buku yang kemudian merasa kecewa ketika buku kesayangannya difilmkan dan ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi mereka, bagaimana Anda menyikapinya?
Setelah berkali-kali buku saya difilmkan, kesimpulan saya satu: membuat film dari buku sebaiknya jangan ditujukan untuk memuaskan pembaca. Kalau tujuannya sekadar itu saja, jelas tidak mungkin dilakukan. Tugas utama pembuat film adalah bikin film bagus. Itu saja. Cerita bisa diadaptasi dari buku atau naskah orisinal, tidak masalah. Setiap karya, mau itu film atau buku, pasti akhirnya akan ada yang suka dan tidak. Jadi, bagi saya, sama-sama saja.
Bisa diceritakan bagaimana prosesnya hingga Supernova KPBJ difilmkan?
Produsernya, Sunil Soraya, sudah menghubungi saya sejak 6 tahun yang lalu. Tapi saat itu saya masih belum tertarik karena saya merasa Supernova adalah cerita yang belum selesai. Setelah sekian lama, perspektif saya berubah. Sama seperti bukunya, saya rasa Supernova bisa dinikmati setiap episodenya secara terpisah-pisah. Jadi, ketika tahun 2012 Sunil menghubungi saya lagi, mind set saya sudah berbeda. Dan saya melihat keseriusan niatnya dalam menggarap film Supernova. Setelah beberapa kali berbincang-bincang, akhirnya saya memutuskan untuk melepas hak adaptasinya.
Apakah Anda ikut menentukan siapa sutradara dan para pemain KPBJ?
Saya tidak menentukan sutradara. Itu sepenuhnya keputusan produser. Untuk pemain, saya sebatas memberikan masukan di awal-awal proses casting, dan produser memberikan update tentang proses casting-nya, khususnya untuk peran-peran utama. Tapi, saya tidak berada di posisi penentu, hanya sebatas diinformasikan saja.
Sejauh apa keterlibatan Anda dalam produksi Supernova KPBJ? Apa alasannya?
Saya tidak punya peran apa pun secara formal dalam produksi film Supernova, saya bukan produser maupun penulis skenarionya. Jadi, bisa dibilang saya hampir tidak terlibat sama sekali, dan itu sudah saya komunikasikan sejak jauh hari ke pihak produser. Produksi film Supernova berbarengan dengan periode saya menyelesaikan buku Supernova episode kelima, Gelombang. Saya harus memprioritaskan Gelombang karena tidak ada yang bisa menggantikan saya untuk menulis Gelombang. Tapi saya merasa peran saya dalam film Supernova tidak sekrusial itu, sudah ada orang-orang yang memang ahli di bidangnya. Produser mengajak saya berdiskusi di awal-awal praproduksi mengenai konsep penceritaan dan casting, dan saya sempat memberikan masukan untuk draf skenario. Begitu produksi dimulai, saya sudah tidak mengikuti. Jadi sebatas itu saja.
Apakah Anda terlibat dalam penggarapan musik / soundtrack film Supernova KPBJ?
Tidak.
Apakah Anda puas dengan hasil film Supernova KPBJ?
Sampai saat posting FAQ ini diunggah, saya belum menonton filmnya sama sekali, jadi saya tidak bisa menjawab soal ini (akan di-update).
Belakangan, industri film Indonesia banyak sekali mengangkat kisah dari buku-buku bestseller. Apa pendapat pendapat Anda mengenai tren tersebut?
Ketimbang naskah orisinal yang belum dikenal, cerita dari buku laris otomatis sudah punya pembaca dan massanya sendiri. Setidaknya film itu nanti sudah akan menarik perhatian para pembaca buku. Jadi, saya rasa itu memang pilihan yang dinilai strategis oleh para produser. Tentu, memfilmkan dari buku punya risiko tersendiri juga, karena penonton yang sudah baca bukunya biasanya datang untuk membandingkan, jadi agak lebih sulit untuk menikmati film apa adanya.
Apakah pesan utama dari film Supernova KPBJ?
Saya hanya bisa bercerita dari sebatas buku, bahwa Supernova KPBJ bercerita tentang evolusi spiritual yang terjadi pada tokoh-tokohnya melalui beberapa konflik—antara lain cinta segitiga dan jejaring misterius yang dijalin tokoh cyber bernama Supernova—yang kemudian mengubah pandangan mereka tentang eksistensi dan jatidiri mereka.
Apa harapan Anda atas film Supernova KPBJ?
Semoga filmnya berkualitas, ditonton banyak orang, dan semoga film Supernova KPBJ tidak sekadar menghibur tapi bisa memicu perenungan penonton akan hal-hal yang lebih besar.
Apakah sekuel buku Supernova setelah KPBJ juga akan difilmkan?
Sejauh ini belum ada rencana. Kontrak saya dengan Soraya Intercine hanya sebatas Supernova KPBJ.
Adakah proyek film lain yang diangkat dari buku Dee dalam waktu dekat?
Filosofi Kopi saat ini sudah praproduksi dan rencananya akan mulai syuting awal tahun depan dengan perkiraan rilis April 2015. Filosofi Kopi digarap oleh rumah produksi Visinema, diproduseri dan disutradarai oleh Angga Sasongko, sementara skenario ditulis oleh Jenny Jusuf. Para pemain yang akan terlibat antara lain adalah Chicco Jerikho, Rio Dewanto, dan Julie Estelle.