Friday, April 3, 2020

Media Indonesia | Aroma Karsa & Profesi Penulis | April, 2018 | Rizky Noor Alam


Sebagai seorang penulis senior, bagaimana Anda melihat perkembangan dunia menulis Indonesia saat ini?

Secara umum, profesi penulis saat ini mendapatkan lebih banyak perhatian. Dari soal pajak, program residensi, festival penulis baik lokal maupun internasional, pemunculan beberapa asosiasi penulis, kesemua itu menunjukkan adanya geliat yang lebih dinamis. Berbicara soal penulis tidak bisa lepas dari industri. Industri yang sehat dan bergairah akan memunculkan lebih banyak penulis. Secara industri, industri perbukuan masih sangat kecil dibandingkan industri kreatif lain, yang artinya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibereskan. Terutama menyangkut minat literasi, akses ke buku yang lebih merata, dan pengadaan buku yang lebih terjangkau.

Buku terbaru Anda yang berjudul Aroma Karsa bisa dibilang booming di pasaran. Bisa dijelaskan apa latar belakang serta pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca? Mengingat tampaknya Anda melakukan riset yang mendalam untuk ini.

Saya bukan tipe penulis yang punya pesan khusus kepada pembaca. Saya menuliskan sesuatu semata-mata karena itu menarik bagi saya. Sejam empat tahun lalu, saya memang sudah tertarik untuk mengolah topik indra penciuman di dalam fiksi. Dari sanalah muncul ide dasar untuk Aroma Karsa.

Bagian mana dari buku Aroma Karsa yang paling menarik/berkesan buat Anda? Mengapa begitu?

Saya tidak bisa mengisolasi beberapa bagian saja dari cerita. Bagi saya, semuanya merupakan satu kesatuan. Di Aroma Karsa, selain tema penciuman, mungkin yang bisa dibilang hal baru bagi saya di Aroma Karsa adalah penggalian mitologi Jawa khususnya Majapahit, yang meski dalam Aroma Karsa hampir semuanya fiktif, dalam risetnya saya tetap mempertimbangkan aspek epigrafi yang relevan. Unsur semacam ini belum pernah sebelumnya muncul di karya saya.

Apa harapan Anda dengan kemunculan buku Aroma Karsa? Mau dibawa ke mana komunitas pembaca Aroma Karsa yang sudah terbentuk?

Dinamika pembaca semacam ini merupakan hal lazim, sebetulnya. Yang membedakan adalah saya, sebagai kreator, sempat ikut di dalamnya. Meski sekarang ini pastinya keterlibatan saya tidak seintensif ketika cerbung Aroma Karsa masih berjalan. Saya tidak ingin mengorganisir pembaca karena itu akan memakan fokus dan atensi saya yang seharusnya bisa dipakai untuk berkarya. Saya juga yakin pembaca lebih membutuhkan saya untuk berkarya ketimbang mengorganisir mereka. Saya lebih cenderung membiarkan komunitas pembaca semacam ini  berjalan organik, seperti halnya Komunitas Supernova. Jadi, biarlah para pembaca yang sudah bersilaturahmi ini yang kemudian memutuskan arahnya bagaimana. Grup FB Aroma Karsa yang sekarang ada tidak akan ditutup.

Berapa eksemplar buku Aroma Karsa yang sudah terjual? Adakah target jumlah buku yang terjual? Dan, apakah akan muncul sekuel lanjutan Aroma Karsa?

10.000 buku PO sudah terjual. Di luar dari itu, jika tidak salah, penerbit mencetak 40.000 eksemplar. Detailnya bisa dipastikan ke Bentang Pustaka. Kalau jumlah terjual harus dicek beberapa bulan kemudian, karena penyerapan di toko buku tidak bisa dilaporkan serta merta.
Sekuel Aroma Karsa sejauh ini belum direncanakan, meski tidak menutup kemungkinan.

Sebelum Aroma Karsa, Anda sudah menerbitkan banyak buku dan beberapa diantaranya diangkat menjadi sebuah film seperti Supernova, Filosofi Kopi, dan Perahu Kertas. Bisa dijelaskan bagaimana perjalanan buku-buku Anda tersebut dapat diangkat menjadi sebuah film?

Tawaran menjadi film sepenuhnya merupakan inisiatif rumah produksi/produser. Saya tidak pernah aktif menawarkan atau mencanangkan buku-buku saya jadi film. Jadi, kalau ada yang tertarik, maka yang bersangkutan akan mengontak saya. Jika segalanya pas, jadi. Jika tidak, ya, tidak jadi. Sesederhana itu saja.

Bagaimana soal hak cipta dari buku/cerita yang Anda tulis yang kemudian diangkat ke film? Mengingat jika sebuah buku diangkat menjadi film, tidak semuanya isi buku tersebut difilmkan? Dan, kalau tidak keberatan, berapa nilai dari setiap buku yang diangkat menjadi film tersebut?

Hak cipta tetap ada di tangan penulis. Proses ekranisasi atau alih wahana dari fiksi menjadi film disebut sebagai hak adaptasi. Artinya, buku diadaptasi, dan bukan garansi bahwa isi buku 100% diterjemahkan menjadi film. Dalam proses alih wahana tersebut pasti akan penyesuaian. Penulis memberikan hak adaptasi kepada pihak film, dan selebihnya merupakan hak pembuat film untuk menentukan.
Poin yang kedua tidak bisa saya jawab karena menyangkut pasal kerahasiaan dalam kontrak.

Dalam menulis buku, apa target Anda? apakah Anda selalu menargetkan menjadi film saat menulis buku? Atau Anda memang sudah membayangkan akan diangkat menjadi film?

Target saya adalah menulis buku yang ingin saya baca, dan menulis sebaik-baiknya. Alih wahana tidak pernah menjadi target.

Setelah Aroma Karsa, buku apa lagi yang sedang dalam proses penulisan? Adakah target jumlah buku yang harus Anda terbitkan setiap tahunnya?

Saat ini saya masih menjalani masa promosi Aroma Karsa, dan belum merencanakan apa yang akan saya garap berikutnya. Tentunya saya sudah punya beberapa opsi, tapi saya tidak mau memikirkan soal itu dulu hingga masa promosi selesai. Setelah itu, saya rihat dulu sambil pelan-pelan mulai merencanakan proyek kreatif berikut. Saya tidak punya target tahunan, karena kecepatan saya berkarya sejauh ini selalu lebih dari setahun, paling cepat setahun setengah.

Di era digital saat ini, banyak orang yang sudah mulai beralih membaca via tablet atau smartphone-nya. Namun masih ada pula beberapa kalangan yang masih setia membaca menggunakan kertas. Bagaimana Anda melihat fenomena ini? Akankah Anda akan mulai beralih menerbitkan buku secara digital?

Saya sudah memulai menerbitkan naskah secara digital sejak tahun 2007, dimulai dari Perahu Kertas. Saat ini, selain Aroma Karsa, semua versi digital dari buku saya juga sudah tersedia. Saya merasa teknologi saat ini merupakan kesempatan emas untuk meningkatkan minat literasi. Meski buku cetak masih mendominasi dan memiliki peran penting, kita bisa memanfaatkan teknologi buku digital untuk pemerataan buku-buku di daerah, ketimbang harus mengirimkan/menyebarkan buku fisik yang juga memakan biaya dan membutuhkan perawatan. Beberapa daerah yang saya kunjungi akhir-akhir ini, salah satunya Kalimantan Selatan, Dinas Perpustakaan-nya sudah bersiap meluncurkan perpustakaan digital, yang mana anggota perpus dapat meminjam buku secara gratis dalam kurun waktu tertentu. Hal seperti ini menurut saya adalah terobosan penting dan mudah-mudahan dapat diterapkan di berbagai daerah di Indonesia. Untuk itu, penting sekali bagi pemerintah untuk menyiapkan jaringan/infrastruktur bagi layanan internet memadai di Indonesia. Buku bukan berhenti sebatas kertas. Buku adalah konten dan informasi. Dan, teknologi saat ini memungkinkan kita mengakses konten buku di luar dari batasan fisik. Tergantung kita siap memanfaatkannya secara maksimal atau tidak.

BEKRAF pernah bilang bahwa media multiplatform cocok untuk orang-orang yang bergerak di industri kreatif, konten tulisan Anda dapat pun dapat dikembangkan melalui banyak media. Maksudnya inti dari industri kreatif adalah hak cipta. Misalnya komik Marvel yang menjelma menjadi banyak film dan dibuat merchandise-nya, Laskar Pelangi yang selain menjadi film juga mampu berdampak pada menghidupkan industri pariwisata di daerahnya, lalu Filosofi Kopi yang tidak hanya diangkat menjadi film tapi sekarang juga ada gerai-gerai kopinya. Bagaimana pendapat Anda dengan hal tersebut?

Menurut saya, memang ke arah sanalah industri perbukuan harus bergerak. Dan, secara umum, ke arah sana jugalah industri kreatif harus bergerak. Sekat antar medium saat ini sudah semakin cair dan fleksibel. Satu ide yang sama dapat bertransformasi menjadi berbagai output, lintas industri.

Bagaimana pendapat Anda soal pengenaan pajak bagi penulis yang dilakukan Pemerintah?

Sudah ada perhatian dengan tanggapnya pemerintah dan Menteri Keuangan terhadap isu pajak penulis tempo hari, dan juga perbaikan dengan adanya profesi penulis di daftar NPPN. Hanya saja, menurut saya pajak penulis masih bisa diperbaiki dan lebih merefleksikan sifat profesinya. Besaran NPPN tsb menurut saya masih bisa disesuaikan. PPh 23 saat ini juga masih terlalu besar (15%), dan pengaturan pemungutan langsung oleh penerbit berarti pemerintah menahan uang penulis dan berpotensi membuat perhitungan yang membutuhkan koreksi di SPT tahunan (bisa lebih atau kurang bayar – yang artinya menambah satu prosedur lagi yang merepotkan penulis, juga pemungut pajak).

Follower Anda di sosial media terbilang banyak. Bagaimana Anda memandang diri Anda sebagai seorang influencer?

Saya tidak memisahkan profesi saya dengan status saya sebagai influencer. Kredibilitas saya datang dari profesi yang saya lakukan. Jadi, yang lain-lain bisa dibilang hanya ‘bonus’. Yang jelas, di medsos saya berprinsip untuk membatasi tidak over-sharing hal-hal yang terlalu pribadi. Dan, ketika saya menampilkan keseharian, saya juga tidak ingin menampilkan citra artifisial, jadi sesuai dengan kepribadian saya saja. Interaksi dengan follower saya jaga tetap riil dan hangat. Bagi saya, medsos pada prinsipnya adalah penunjang pekerjaan, tapi saya tidak ingin “dimanfaatkan” medsos.

Apa saran Anda bagi para penulis muda Indonesia?

Tulis yang ingin kita baca. Tingkatkan jam terbang. Banyak mencoba sampai kita nyaman. Jangan takut gagal, jangan juga terlalu muluk. Mulai tulisan dengan niat menamatkannya.

Apa arti musik dan buku bagi Anda?

Medium untuk berekspresi.

Bagaimana Anda mendapatkan inspirasi dalam menulis? Akankah Anda tertarik untuk menulis berdasarkan fenomena sosial masyarakat terkini?

Inspirasi saya datang dari hidup itu sendiri, dari mengamati dan menjalaninya. Baik perenungan, ketertarikan, maupun buku-buku yang saya baca, menjadi bahan bagi saya menulis. Kalau ada fenomena sosial masyarakat terkini yang menarik, maka bisa saja itu menjadi ide. Tetapi, saya tidak pernah merencanakannya dengan sengaja. Kalau memang terpicu jadi ide, ya terjadilah.

Bagaimana cara Anda menghilangkan penat dan mengumpulkan semangat saat sudah mulai jenuh untuk menulis? 

Kebuntuan ringan cukup diatasi dengan hal-hal yang sederhana, seperti istirahat, nonton film, olahraga, mandi, atau baca buku. Kalau cerita stagnan berkepanjangan, biasanya perlu dirombak secara teknis. Elemen fiksinya dikaji ulang dan diganti, bahkan ditulis ulang. Berusaha terus semangat dalam menyelesaikan karya bukanlah target yang realistis, karena seperti cuaca, pasti ada naik-turunnya. Saya cuma berusaha mematuhi deadline yang saya buat. Semangat atau tidak semangat, jenuh tidak jenuh, kalau kita sudah punya deadline dan komitmen untuk mematuhinya, perintang seperti itu akan teratasi dengan sendirinya, apa pun caranya.


Hobi Anda di luang apa? Seberapa sering Anda lakukan? Bagaimana Anda membagi waktu dengan keluarga d itengah kesibukan?

Berenang, memasak. Memasak hampir setiap hari karena merupakan bagian dari mengurus keluarga. Berenang kira-kira seminggu dua-tiga kali. Membagi waktu berdasarkan prioritas yang tepat sesuai kebutuhan, tidak ada rumus khusus. Kalau saatnya kerja dan keluar kota, ya, lakukan. Kalau memang harus di rumah, ya, di rumah. Saya berusaha membatasi diri saja untuk tidak over-work dan menjalankan prinsip produktif tanpa sibuk. Banyak orang sibuk tapi tidak produktif. Saya berusaha sebaliknya, produktif tapi minim sibuk.

Sebagai seorang penulis, nilai-nilai apa yang selalu Anda tanamkan pada anak Anda? Apakah Anda juga mendorongnya untuk mengikuti jejak Anda?

Di rumah kami berusaha menyuburkan kreativitas anak-anak, memberi mereka akses ke alat musik, kursus musik, dan buku. Saya tidak berusaha menjadikan mereka seperti saya. Saya percaya mereka lahir dengan potensi masing-masing dan ketertarikan yang juga mungkin berbeda dengan saya. Saya dan suami hanya berusaha memfasilitasi sebaik mungkin.