Thursday, April 2, 2020

Bookloud | Penulisan Cerpen | Juli, 2017 | Nessa Theo

Menurut Mbak Dee, apa kunci menulis cerpen yang baik?

Menurut saya, cerpen yang baik adalah cerpen yang punya fokus tajam, punya pertanyaan atau misteri yang menarik dan yang dijawab dengan cara memuaskan ataupun mengentak.

Sudah banyak buku kumcer dan prosa yang Mbak tulis, mulai dari Filosofi Kopi, Madre, dan Rectoverso. Apa kesulitan dalam menulis cerpen yang paling sering Anda temui dan bagaimana cara Anda menghadapinya?

Sebetulnya bergantung tema yang kita sedang olah. Dalam Rectoverso, temanya amat seragam, tapi dia berhubungan lirik lagu, jadi saya tetap punya “pagar-pagar” untuk menulis cerita. Dalam Filosofi Kopi dan Madre, format maupun tema cerpennya lebih beragam. Ada yang novelet (agak panjang), dan ada cerpen-cerpen yang lebih singkat. Kurang lebih sebetulnya tugas utama kita adalah membuat cerita yang solid. Tapi, dalam cerpen amat penting untuk menjaga efektivitas kata-kata, juga membuat plot yang simpel tapi efisien.

Berbeda dengan novel, dalam cerpen, penulis punya batasan kata untuk memperkenalkan karakter. Bagaimana cara Mbak Dee membangun koneksi antara pembaca dan karakter, mengenalkan karakter dengan jumlah kata yang terbatas?

Biasanya kita langsung fokus ke satu persoalan yang dihadapi karakter. Kita mungkin tidak bisa menampilkan terlalu banyak lapisan dari karakter kita, tapi dengan menempatkannya di dalam sebuah masalah, maka kita dapat menunjukkan apa yang paling diperlukan secara cepat. Faktor-faktor pendukung lain, seperti tempat, karakter tambahan, dsb, juga harus bahu-membahu menunjukkan karakter kita dengan efektif. Jangan ada yang disia-siakan.

Saya selalu terpukau dengan cara Mbak Dee menutup sebuah cerpen. Mbak Dee selalu punya cara untuk menulis penutup cerita yang membekas. Apakah tips untuk mendapat ide atau menulis penutup cerita yang meninggalkan kesan bagi pembaca?

Akhir menurut saya sama pentingnya dengan pembukaan. Dengan memperhatikan keduanya, dan mencoba membuat kesinambungan, maka perjalanan pembaca melalui fiksi kita akan menjadi berkesan. Intinya, setiap cerita merupakan perjalanan transformasi karakter, jadi pembaca berangkat dari titik A menuju titik B. Dalam cerpen, kita perlu mendesain kedua titik sejak awal.

Cerpen-cerpen Mbak Dee kebanyakan didominasi oleh narasi, tetapi narasi-narasi tersebut selalu segar dan enak untuk dibaca--tidak membosankan. Bagaimana Mbak Dee melakukan hal tersebut?

Narasi adalah cara efektif untuk memadatkan cerita, tapi perlu dikombinasi dengan dialog, dan pengaturan waktu antara keduanya diusahakan seimbang dan pas sehingga ada jeda yang segar antara narasi. Saya rasa gaya bahasa juga menentukan. Menurut saya, penulis perlu peka tentang irama kalimat, dan bagaimana rasa dari bunyi kalimat itu ketika diucapkan. Usahakan untuk tidak mengulang satu kata yang sama dalam jarak yang terlalu dekat. Mengetes naskah dengan dibacakan dapat membantu hal ini.