Saturday, April 4, 2020

Kompas | Pembajakan Buku | Agustus, 2018 | Melati Mewangi


1.     Bagaimana pendapat dan tanggapan Mbak Dee tentang buku-buku bajakan yang banyak dijual murah, baik yang dijual secara daring maupun biasa?

Buku bajakan tentunya merupakan kejahatan ekonomi terhadap penulis karena dalam buku bajakan tidak ada komponen timbal balik royalti kepada penulis, penerbit, dan pihak-pihak lain yang bekerja keras untuk melahirkan sebuah buku.  Buku bajakan murni keuntungan pembajak dan jaringannya. Tidak ada penghargaan terhadap penulis atas karya cipta intelektualnya. Semua buku bajakan, daring atau tidak, merugikan penulis. Di buku bajakan, yang ada hanyalah keuntungan penjual. Bajakan daring sesungguhnya sedikit lebih mudah karena bisa ditelusuri dan bisa ditegur. Akan lebih sulit melakukan itu ke buku bajakan yang berada di pasar-pasar dan asongan. Tentunya peran pembaca sangat penting di sini. Kita perlu mengedukasi pembaca untuk menghargai hak intelektual penulis dengan tidak membeli bajakan dan mau menabung demi buuku, jika isunya tidak mampu, ada solusi perpustakaan dan taman bacaan.

2.     Hingga saat ini, langkah atau upaya apa yang telah dan akan ditempuh oleh Mbak Dee dan komunitas penulis untuk menyikapi buku-buku bajakan yang dijual murah itu di toko daring?

Saya dan suami sempat menelusuri buku-buku bajakan saya yang dijual di lapak-lapak daring. Kami tegur satu-satu dan kami jelaskan bahwa perbuatan mereka merugikan. Dalam tiga hari, sekitar 50 toko akhirnya menurunkan judul-judul buku saya. Tapi, itu baru buku saya, belum buku-buku lain. Jadi, bisa dibayangkan upayanya jika tidak ada yang mau meluangkan waktu untuk memberi teguran. Suami saya juga sempat mengontak para founder tiga besar pasar daring di Indonesia yang di dalamnya banyak lapak buku bajakan. Satu sudah menyambut baik, yakni Tokopedia. Saat ini di aturan Tokopedia sudah disebutkan larangan menjual buku bajakan. Kami berharap pasar-pasar daring besar lainnya ikut menyusul. Jadi, jika terjadi pelanggaran – dan saya yakin ada – setidaknya ada perangkat aturan yang bisa dijadikan dasar. Selama ini larangan tersebut hanya disebutkan untuk produk musik, belum buku.  Sejauh ini memang belum ada upaya menyeluruh dan serentak dari para pihak berkepentingan untuk menindak lebih jauh perihal pembajakan buku, meski secara sporadis sudah banyak pembicaraan yang terjadi.

3.     Menurut Mbak Dee, bagaimana pemerintah seharusnya bersikap mengenai peredaran dan penjualan buku bajakan di pasaran? Adakah usulan?

Pembajakan buku marak salah satunya karena pembiaran. Pemerintah harus menyiapkan aturan dan strategi efektif untuk mencegah, meniadakan, dan minimal mempersempit ruang gerak pembajak. Mungkin tidak semua penulis mau turun tangan menegur satu demi satu lapak, untuk itu harus ada sumber daya yang disediakan oleh penerbit dan pihak-pihak berkepentingan lain untuk mengawasi, menegur, dan melaporkan. Karena terlalu lama didiamkan, akhirnya kondisi buku bajakan ini dianggap sebagai “the new normal”. Dan, itu salah menurut saya.

4.     Menurut Mbak Dee, fenomena maraknya penjualan buku bajakan itu menunjukkan apa?

Kurangnya apresiasi maupun pemahaman kita terhadap karya intelektual. Buku bajakan subur karena ada yang beli. Jika alasannya buku asli itu mahal, sebenarnya ada cara lain untuk menyiasatinya. Yang paling umum tentunya adalah meminjam ke perpustakaan atau taman bacaan. Dan, tidak berarti juga harga buku tidak bisa diperbaiki agar lebih terjangkau. Untuk itu, harus ada insentif dari pemerintah, misalnya dengan meniadakan PPn buku tanpa kecuali (bukan hanya buku pendidikan dan agama), meringankan pajak impor untuk bahan baku buku, dan juga membuat aturan yang lebih “menarik” bagi pajak royalti penulis sebagai hulu dari industri buku agar geliat perbukuan semakin hidup.

5.     Sebagai penulis, pesan apa yang ingin disampaikan Mbak Dee kepada masyarakat terkait maraknya penjualan buku bajakan secara daring?


Tidak membeli buku bajakan adalah salah satu cara terefektif untuk meredakan pembajakan. Menabunglah demi buku, daripada membeli murah tapi sebenarnya mematikan penulis. Jika tetap sulit, pinjamlah ke perpustakaan. Sekarang beberapa penerbit sudah melakukan terobosan kok, seperti penerbit digital Bookslife (yang sudah menerbitkan dua buku saya), yakni dengan menjual buku dengan sistem per bagian (“parts”) yang per bagiannya hanya 5000 rupiah agar terjangkau dan bisa “dicicil” bacanya oleh pembaca.