Friday, May 12, 2017

Majalah UNPAR | Profil Alumni | Mei, 2016 | Bobby Suryo

-->
Apa alasan memilih kuliah di Unpar dan memilih jurusan HI?
Sejujurnya, alasan saya dulu lebih karena ketidaktahuan. Waktu SMA saya ambil jurusan Biologi, tapi menjelang kelulusan saya sadar bahwa saya tidak tertarik untuk mengambil jurusan eksak saat kuliah nanti, akhirnya saya banting setir dan cari jurusan sosial. Hubungan Internasional menjadi salah satu pilihan saya karena ada kata “internasional”-nya. Terdengar keren dan berprospek jalan-jalan ke luar negeri, jadi saya ambil. Ha-ha-ha! Saya nggak tahu bahwa ternyata di dalamnya belajar politik. Kalau UNPAR sih karena untuk pilihan swasta, menurut saya UNPAR adalah yang terbaik. Kebetulan kakak saya juga kuliah arsitektur di UNPAR, jadi rasanya sudah familier.
Apa saja aktivitas selama berkuliah (termasuk kegiatan kemahasiswaan atau yang lainnya)?
Saya sudah memulai karier nyanyi dari mulai awal kuliah, jadi sejak tahun pertama saya lebih banyak sibuk di luar kampus. Saya lebih tepat disebut sebagai siluman kampus ketimbang macan kampus, karena saya biasanya hanya datang untuk menghadiri perkuliahan. Tidak punya banyak kesempatan untuk berorganisasi.
Adakah hal paling berkesan yang dialami selama berkuliah?
Saya punya sekelompok sahabat yang dulu dinamakan “Anak 44” (karena kosnya di Ciumbuleuit no 44), persahabatan kami adalah salah satu yang paling berkesan. Selain itu adalah makan gule di kantin bawah (kayaknya sekarang sudah pindah entah ke mana). Saya sangat menikmati proses pembuatan skripsi saya. Waktu itu saya menulis tentang pop culture, belum pernah ada yang menulis tema itu sebelumnya. Saya jadi bersemangat karena akhirnya saya menemukan aspek dari Hubungan Internasional yang sangat menarik buat saya.
Saat ini, Mbak Dee dikenal sebagai musisi, penulis lagu, dan penulis buku. Bisa tolong ceritakan awal mula Mbak Dee memilih terjun di dunia seni ini?
Saya sudah mulai berkarier di musik sejak mulai kuliah, awalnya jadi backing vocal, dan dua tahun kemudian saya merilis album bersama trio Rida Sita Dewi. Hobi menulis lagu dan menulis fiksi memang sudah dari kecil, saya mulai bikin lagu dan mencoba menulis novel dari kelas 5 SD, dan hobi itu berlanjut sampai besar. Awalnya hanya buat dikonsumsi sendiri, atau dibagi ke teman-teman dan keluarga. Baru tahun 2000 saya berniat serius untuk menerbitkan karya pertama saya, Supernova: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Sejak itu, saya dikenal sebagai penulis hingga sekarang.
Apa tantangan Mbak Dee ketika menjalani hidup di dunia seni?
Hampir semua pekerja seni melakukan pekerjaan mereka karena cinta, termasuk saya. Kadang kita jadi merasa bahwa pekerjaan kita lebih besar dari hidup kita, dari segala-galanya. Jadi, tantangannya adalah bagaimana punya perspektif yang seimbang agar kita nggak terlena untuk terus mengejar eksistensi dan mengabaikan hal-hal lain yang tidak kalah penting, seperti keluarga dan kesehatan.
Adakah hal paling berkesan selama menjadi musisi dan penulis buku?
Terlalu banyak untuk disebutkan. Yang jelas, meski saya tidak berkarier sebagai diplomat atau terjun ke politik, menjadi musisi dan penulis membawa saya melihat dunia, berkeliling Indonesia, bertemu dengan banyak orang-orang luar biasa, sebagaimana yang saya bayangkan ketika dulu mau masuk HI.
Adakah materi perkuliahan yang Mbak Dee peroleh di Unpar yang bisa dipakai di dunia kerja Mbak Dee?
Kuliah di HI sangat mempertajam kemampuan saya menulis. Intinya, menulis yang baik adalah menulis secara jernih dan runut, dan itu terbantu sekali oleh ujian-ujian yang kebanyakan esai. Begitu juga ketika skripsi, otot membaca saya jadi sangat terlatih karena begitu banyak referensi yang harus saya pelajari untuk sebuah topik yang tidak lazim saat itu.
Sepengetahuan Mbak Dee, apa perbedaan Unpar sekarang dengan yang dulu? (baik gedung, mahasiswa, ataupun suasananya)
Ini hanya berdasarkan pengamatan yang terbatas, ya. Kesan saya, gedung UNPAR semakin megah, mahasiswanya tetap asyik, suasananya agak beda tapi itu lebih karena Bandung yang semakin macet. Dulu juga kalau ke Ciumbuleuit macet, tapi sekarang ini benar-benar perjuangan kalau sudah harus ke daerah Ciumbuleuit. Saya bayangkan situasi itu pasti menjadi tantangan besar buat mahasiswa UNPAR sekarang.
Pesan Mbak Dee untuk mahasiswa Unpar?
Selalu pelihara rasa ingin tahu. Ilmu terlalu luas untuk disekat gedung kampus. Rakuslah akan ilmu. Rakuslah akan pengalaman. Temukan yang kamu cinta, dan tekuni itu hingga kamu menjadi yang terbaik.