Wednesday, February 17, 2016

KOMPAS | Kompas Kita: Q&A Dee Lestari | Mei, 2015 | by Susie Berindra


Sudah lama Dee menuangkan ide lewat cerita dan juga lagu. Jika harus memilih, manakah yang paling memuaskan bagi Dee? - Anggun Gita Sari

Saya juga punya kebutuhan berbeda untuk setiap pendekatan bercerita. Bagi saya fiksi dan lagu itu komplementer sifatnya, tidak saling menggantikan. Kepuasan yang dihasilkan masing-masing format juga berbeda, meski pada intinya sama-sama bercerita.

Apakah ada misi khusus Dee dibalik penulisan Supernova sampai 5 jilid dan bahkan akan menerbitkan lagi yang keenam? Sejak awal sudah direncanakan Supernova akan sampai 6 jilid? - Iko Boangmanalu

Sudah direncanakan dari awal. Misinya sederhana: menyelesaikan cerita. Supernova episode pertama hanya sepotong dari keseluruhan cerita dalam kepala saya.

Apa yang menjadi resep Dee selalu produktif berkarya, baik itu dalam literasi atau musik? Lalu syarat apa yang mesti dipenuhi agar sebuah karya dapat diterima masyarakat? Bagus Setyoko Purwo

Tujuan saya berkarya semata-mata karena banyak yang ingin saya ungkapkan. Mungkin kalau sudah tidak ada lagi yang ingin disampaikan, baru saya berhenti. Saya rasa tidak ada syarat khusus agar karya kita diterima masyarakat, yang jelas karya yang disukai adalah karya yang mampu menciptakan ikatan dengan penikmatnya.

Sebagai penulis, pernahkan Anda  mengalami kebuntuan ide? Lalu bagaimana cara mengatasinya? Christina M

Kebuntuan yang ringan cukup diatasi dengan hal-hal yang sederhana, seperti istirahat, mandi, atau baca buku. Kalau cerita stagnan berkepanjangan, biasanya perlu dirombak secara teknis. Elemen fiksinya dikaji ulang dan diganti, bahkan ditulis ulang.

Bermusik dan menulis adalah kanal untuk berekspresi, itu yang saya baca dalam sebuah artikel ttg Mbak Dee. "Ritual" seperti apa sih yang selalu dilakukan untuk mendapatkan ekspresi yang mendalam saat bercerita lewat novel? Apa secangkir kopi punya "dongeng" tersendiri yg mempengaruhi setiap karya Mbak Dee Lestari? – Uniqa Wardhani

Tidak ada ritual khusus selain disiplin mendedikasikan waktu dan fokus sampai proyeknya selesai. Bekerja dengan takaran yang terhitung dan punya deadline. Kadang ditemani kopi, kadang tidak. Saya berusaha tidak fanatik pada satu ritual khusus karena saya tidak ingin menciptakan ketergantungan yang merepotkan. Kalau nggak ada kopi lalu jadi nggak bisa kerja, kan repot jadinya.

Kira-kira apa yang menginspirasi Dee sehingga film Filosofi Kopi berhasil ditayangkan? Apakah ada tokoh sehingga membuat Dee terinspirasi untuk membuat film tersebut? – Hesrianus Cengga
              
Keberhasilan Filosofi Kopi sebagai film adalah hasil kerja keras tim dari Visinema. Saya hanya melepas hak adaptasi dan membantu pembangunan cerita pada tahap awal. Cerpen Filosofi Kopi sudah saya tulis lama sekali, dari tahun 1996. Saya tidak membasiskannya pada siapa-siapa. Hanya ingin membuat cerita seputar kopi, itu saja.

Sejak kapan Anda menekuni aktivitas menulis? Apa motivasi Anda terjun ke dunia literasi? – Ardiansyah Bagus Suryanto

Sebagai hobi, dari kecil. Dari usia 9 tahun saya sudah mulai mencoba menulis cerita panjang. Secara profesional, baru tahun 2001 ketika Supernova terbit. Saya menulis karena saya merasa tema-tema yang saya suka belum banyak ditemukan di pustaka Indonesia. Pada dasarnya saya menulis apa yang saya ingin baca.

Membuat tulisan bertema science fiction tidaklah mudah. Kendala apa saja yang muncul ketika menulis? – Dwi Atika Sari

Intinya, membuat novel memang tidak mudah. Kita harus punya komitmen, intuisi bercerita, paham struktur dan menguasai teknik menulis. Mau itu science fiction atau chick lit, akan susah kalau penulisnya tidak punya minat kuat atas apa yang ia tulis. Selama penulisnya suka dan tertarik dengan tema tulisannya, ia akan menggali dengan semangat. Kesulitan utama menulis bukan di tema, tapi bagaimana bercerita sebaik dan sejernih mungkin.

Dee, walaupun hanya bisa berjumpa lewat tulisan ini, aku ingin menyampaikan bahwa aku apreciate dengan karya-karyamu. Kamu telah merampas tiga malamku untuk menyelesaikan tiga karyamu! Melalui media Kompas Kita ini, aku mau bertanya kepadamu, passion apa yang paling membuatmu berkarya sampai saat ini? Sekaligus apa yang Dee lakukan untuk menjaganya tetap ada dan membara? – Jois Efendi

Terima kasih untuk apresiasinya. Banyak ide dalam kepala saya. Medium yang saya suka adalah lagu dan tulisan. Keduanya adalah skill yang menarik dan menantang. Setiap karya adalah ajang saya untuk belajar dan melepas ide-ide dalam kepala saya.

Saat ini semakin banyak para penulis novel seperti Dee yang saling berebut untuk memenangkan hati para pembaca. Bagaimana Dee menanggapi hal ini, apa saja yang dilakukan Dee agar karya Dee dapat mendapat tempat di hati para pembaca untuk selalu menunggu karya-karya Dee selanjutnya? – Nurus Syarifah

Berusaha memuaskan pembaca adalah motivasi berbahaya bagi penulis. Pertama, karena kita tidak mungkin memuaskan semua orang. Kedua, kita kehilangan otensisitas atas apa yang menurut kita paling penting. Tulislah apa yang bagi kita penting, mendesak, menggemaskan. Dan, tulislah sebaik dan sejernih yang kita bisa. Itu saja resep saya.  

Saya baru baca Filosofi Kopi dan Madre. Dulu baca Supernova (Akar) tapi nggak ngeh dan pusing, hehe. Kapan bikin novel true story tentang Tuhan versi Dee yang teologinya kayaknya ‘timur’ banget? Atau tentang kehidupan pribadi Dee bagaimana kegetiran perceraian dan tentang anak-anak, atau cerita-cerita tentang riak-riak kehidupan di rumah? – Amin Nurrokhman

Belum tahu. Sekarang belum tergerak.

Saya sangat antusias membaca karya Mbak. Madre, Filosofi Kopi, adalah salah satu kegemaran saya. Materinya ringan tapi sarat dengan makna. Yang ingin saya tanyakan, pertama, apa arti menulis buat Mbak? Kedua, apakah Mbak merasakan apa yang Mbak tulis? – Nordin                   

Menulis bagi saya adalah seni menyampaikan ide. Merasakan dalam arti emosi, tentu pernah. Kalau saya menulis tentang hal yang sedih tapi tidak ikut merasakan kesedihannya, berarti tulisan itu belum berhasil.  

Apakah ide dari cerita yang Dee tuangkan dalam novel merupakan ide murni dari pemikiran Dee sendiri ataukah ditambah ide yang telah ada di novel kebanyakan? Saya juga sering mendapatkan ide untuk cerita tetapi ketika dituangkan rasanya sulit sekali. Pernahkah Dee mengalami hal seperti itu dan bagaimana solusinya? – Dharmana Dhini Cipta Telaga

Yang saya tulis selalu kombinasi dari imajinasi, hasil pengamatan, hasil pengalaman. Termasuk mungkin di dalamnya buku-buku yang pernah saya baca. Kesulitan menuangkan ide biasanya karena kurang latihan dan jam terbang, begitu sering dilakukan, kita akan tahu sendiri tekniknya.  

Adakah di antara karya Dee, baik buku maupun lagu, yang merupakan pengalaman pribadi Mbak Dewi? Saya mengusulkan bagaimana kalau yang menjadi tokoh utama dalam layar lebarnya adalah Mbak sendiri. – Zenny Anaria

Kalau pun ada pengalaman pribadi, biasanya sudah tercampur unsur lain. Saya belum pernah berkarya yang sifatnya otobiografis. Untuk menjadi tokoh utama dalam layar lebar, sejauh ini belum terpikir dan belum tertarik. 

Bagi saya novel-novel Mbak Dee adalah sebuah alternatif. Alternatif dari miskinnya gagasan di Indonesia kontemporer. Saat ini adalah eranya pragmatisme, materialisme, dan budaya instan. Jadi, novel, juga film yang diadaptasi dari novel Mbak Dee-lah jawaban atas budaya yang diusung dunia modern tadi. Saya berharap Mbak Dee terus menuangkan gagasan-gagasannya dalam bentuk novel. Pertanyaan buat Mbak Dee, apa pendapatnya tentang kemalasan berpikir, budaya baca yang rendah, dan tradisi menulis yang belum mengakar dalam masyarakat Indonesia saat ini? – Darwinto

Terima kasih atas apresiasinya. Kalau kita bicara kultur, tentu kita bicara proses ratusan tahun, dan untuk membalikkannya tidak bisa dalam waktu singkat. Kita bisa menjadi agen perubahan dengan ikut aktif menjadi pelaku komunitas baca dan tulis. Mulai dari diri sendiri dan keluarga sendiri, misalnya. Setelah itu kita bisa melangkah lebih jauh dengan berkarya, bisa lewat blogging atau tulisan singkat. Dari level pemerintah juga banyak kebijakan yang bisa diberlakukan, salah satunya adalah bagaimana pemerintah bisa memproduksi buku lebih murah, mendorong penerjemahan, dan meningkatkan jumlah perpustakaan. 

Setiap penulis mempunyai diferensiasi pada karyanya, dan diferensiasi karya Dee ada pada tema yang selalu mengusung pencarian jati diri. Bagaimana defferensiasi itu awalnya terjadi? Apakah sengaja dibuat untuk membedakan karya Dee dgn karya-karya lain, atau ada dengan sendirinya? – Muh Turmudi              

Setiap penulis umumnya umumnya berkarya diawali oleh kegelisahan. Kegelisahan itu tidak bisa “diatur”. Segala bentukan lingkungan dan konstruksi batin seseorang akan memicu adanya kegelisahan yang kemudian diburu lewat mempertanyakan, lewat ekspresi seni, lewat kreasi, dan seterusnya. Kegelisahan saya yang terbesar memang sejak dulu berpusat di aspek spiritualitas.

Siapa sajakah yang menjadi inspirasi Dee dalam menulis novel ? – Laras Kusumaningtyas

Saya mengamati banyak orang, dan biasanya orang-orang yang saya temui bercampur menjadi karakter. Saking banyaknya saya tidak bisa lagi menyebutkan satu-satu.

Saya penasaran, dari mana nama pena "Dee" itu, serta apakah ada makna terselip di dalamnya? Bagaimana Dee menjalani multiperannya, yaitu ibu, penulis, penulis lagu, penyanyi? Mengalir saja, ataukah ada manajemen waktu sedemikian rupa sehingga tetap dapat menjalankan tugas di dalam rumah sekaligus menjalankan karier-kariernya? – Hesty Puji Rahayu

Waktu kuliah dulu, saya pakai ransel dengan inisial “D”. Sejak itu mulai suka dipanggil “D” (Dee) oleh beberapa orang. Saya senang dengan sebutan itu karena simpel. Menjalani multiperan mengalir saja dengan banyak trial and error, tentunya. Yang menantang adalah bagaimana menyusun prioritas dari waktu ke waktu, dan konsisten menjalaninya. Misal, ketika saya sudah harus intensif menulis, saya harus berani menolak banyak tawaran pekerjaan dan proyek kreatif lain, sebab waktu saya untuk rumah dan keluarga juga sudah memakan besar porsi hari-hari saya. Kalau saya ambil semuanya, pasti ada yang keteteran. Saya tidak ingin keluarga saya jadi korban hanya karena saya mengejar karier. Waktu 24 jam sehari tidak bisa ditambah, jadi saya harus memaksimalkan ketersediaan waktu yang ada.

Dee dan Arina (Mocca) kan adik kakak kandung, bagaimana bisa jadi figur yang keduanya penuh karya dan menginspirasi? Kalau boleh tahu bagaimana kebiasaan didikan keluarga sehingga bisa menjadi figur yang menginspirasi banyak orang? – Nida Hadaina Farida

Ketika kami kecil, kami tidak terpikir untuk bercita-cita jadi seniman. Tapi hidup kami sehari-hari memang sudah dipadati kegiatan seni, dari main musik, nyanyi, menggambar, dan sebagainya. Orang tua kami sangat mengutamakan soal akademis, dan itu jadi syarat untuk kami tetap meneruskan hobi seni. Di sisi lain, orang tua kami juga sangat suportif. Kami semua diberi kesempatan les musik. Rumah kami menjadi markas besar untuk kegiatan musik, latihan paduan suara sekolah, gereja, vokal group, band, dan lain-lain. Jadi, kegiatan berkesenian itu sudah seperti atmosfer tetap di rumah kami.