Monday, May 9, 2016

Cosmogirl | Role Model: Writer | April, 2016 | by Arzia Nuari


Apa yang Anda dapatkan ketika Anda menulis? Perasaan, atmosfer, dan suasana?

Bagi saya menulis adalah pekerjaan yang bisa membuat terhanyut, kadang lupa waktu. Drama yang digeluti oleh karakter-karakter saya, sedikit banyak saya rasakan juga. Suasana dan atmosfer yang saya ciptakan dalam semesta fiksi saya, sedikit banyak saya ikut berada di dalamnya juga. Dalam menulis saya menciptakan dunia lain dan ikut berada di dalamnya.

Sebelum menulis, Anda lebih dikenal sebagai seorang penyanyi. Kembali ke masa-masa itu, bagaimana sampai akhirnya Anda bisa menjadi seorang penulis?

Menulis adalah hobi sejak kecil. Tahun 2001 saya menerbitkan buku pertama saya, Supernova: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Sejak itu saya terus menulis buku hingga sekarang.

Menurut Anda, seperti apakah seorang penulis yang baik?

Penulis yang baik adalah pengamat yang baik. Penulis yang andal adalah penulis yang jernih dan runut; jernih mengungkapkan idenya dan runut dalam logika bercerita.

Untuk menghasilkan suatu tulisan (novel), berapa lama biasanya waktu riset yang Anda lakukan?

Biasanya riset saya sudah sepaket dengan proses menulisnya. Untuk banyak topik saya juga tidak menyisihkan waktu khusus karena riset sudah menjadi bagian dari keseharian saya. Apa yang saya baca dan pelajari dan saya pikir menarik, dalam kurun waktu mana pun itu, biasanya itulah topik-topik yang saya pilih untuk diceritakan. Jadi, bisa saja saya menulis manuskrip tahun 2015, tapi risetnya sudah saya lakukan sejak sepuluh tahun sebelumnya. Tapi, seiring penulisan manuskrip, tentu ada detail-detail baru yang juga perlu riset baru. Itu saya lakukan sambil berjalan.

Pernah nggak sih terbawa perasaan ketika menulis novel? Sampai menangis atau tertawa sendiri saat menulis?

Selalu.

Ketika merasa stuck di tengah-tengah penulisan, apa kiat Anda untuk mengatasinya?

Kalau hanya stuck biasa, saya paling berhenti dan rihat sejenak. Teruskan lagi keesokan harinya. Kalau kita punya deadline dan berkomitmen untuk memenuhinya, kita nggak akan lantas membatalkan karya kita hanya karena stuck. Kita akan jalan terus sampai selesai. Karena itu punya deadline dan rencana kerja sebelum memulai suatu karya sangatlah penting buat saya.

Siapa penulis idola Anda? Mengapa?

Sejujurnya tidak ada penulis yang karyanya terus-terusan saya ikuti atau terus-terusan saya jadikan panutan. Beberapa penulis yang pernah punya pengaruh atas kepenulisan saya antara lain Sapardi Djoko Damono, Rattawut Lapcharoensap, Dave Eggers, Ana Castillo.

Jika ada seseorang yang menulis sebuah novel dan menjadikan sosok Anda sebagai karakternya, karakter seperti apa yang sangat menggambarkan diri Anda?

Penuh rasa ingin tahu, senang humor, suka seni, nyentrik, dan cenderung pemalas.

Kembali mengingat seorang Dee Lestari saat pertama kali menulis novel Supernova pertama di tahun 2001, apa yang Anda rasakan ketika telah menjadi seorang Dee Lestari seperti sekarang ketika Anda punya semakin banyak karya dan semakin banyak yang mengenal karya-karya Anda?

Saya semakin mencintai seni bercerita, atau story telling, saya juga merasa tertantang untuk selalu memperbaiki skill saya dalam story crafting. Baik itu dalam fiksi maupun menulis lagu. Intinya, saya semakin mencintai pekerjaan saya. Dan, tampaknya itu jugalah yang kemudian menjadi identik di mata orang banyak saat ini, yakni sisi pencerita saya.

Dari 10 buku yang telah Anda tulis, termasuk 6 buku Supernova, adakah yang menjadi favorit Anda? Mengapa?

Saya selalu merasa paling dekat dengan karya yang paling akhir saya tulis. Jadi, saat ini (entah nanti), favorit saya adalah Supernova: Inteligensi Embun Pagi.

Buku apa yang penulisannya paling menantang Anda?

Sejauh ini juga Supernova: Inteligensi Embun Pagi. Itu adalah novel berukuran epik pertama saya, plus saya juga harus menggabungkan rangkaian dari lima buku sebelumnya. Jadi, sangat menantang.

Bicara project yang Anda kerjakan belum lama ini, yaitu menulis lagu untuk Raisa. Ceritakan mengenai project ini.

Berbeda dengan menulis fiksi, saya belum punya metodologi kerja rutin untuk bikin lagu. Jadi, saya bikin lagu itu musiman, hanya kalau disambar ‘wangsit’ saja. Satu saat, saya melihat foto di Instagram, kebetulan itu foto tangan Raisa yang ujung jarinya sedang digenggam oleh pacarnya, Keenan Pearce. Bagi saya foto itu indah dan menggugah, dan akhirnya tercetuslah lagu tersebut. Lagu itu sempat lama tertunda karena saya menulis IEP. Berbulan-bulan jaraknya dari ide pertama yang cuma sepotong reffrain hingga akhirnya rampung. Ketika lagunya jadi, momennya kebetulan pas dengan Raisa yang sedang menyusun materi album baru. I guess it’s just meant to be.

Apa rencana Anda selanjutnya?

Sampai bulan Mei nanti saya masih menjalankan beberapa acara promo buku, antara lain saya akan tampil di Asean Literary Festival, Makassar International Writers Festival, dan beberapa undangan talkshow di kampus-kampus. Setelah itu, saya ingin break dulu.

Apa pencapaian terbesar Anda sebagai seorang penulis?

Ketika ada pembaca yang mengatakan bahwa buku saya berhasil mengubah hidupnya menjadi lebih baik.

Apa tips menjadi penulis dari Dee Lestari?

Berani memulai, berani gagal, dan berani menghadapi keberhasilan.