Menurut Mbak Dee, apa kunci
menulis cerpen yang baik?
Menurut saya, cerpen yang baik adalah
cerpen yang punya fokus tajam, punya pertanyaan atau misteri yang menarik dan
yang dijawab dengan cara memuaskan ataupun mengentak.
Sudah banyak buku kumcer
dan prosa yang Mbak tulis, mulai dari Filosofi Kopi, Madre, dan Rectoverso. Apa
kesulitan dalam menulis cerpen yang paling sering Anda temui dan bagaimana cara
Anda menghadapinya?
Sebetulnya bergantung tema yang kita
sedang olah. Dalam Rectoverso, temanya amat seragam, tapi dia berhubungan lirik
lagu, jadi saya tetap punya “pagar-pagar” untuk menulis cerita. Dalam Filosofi
Kopi dan Madre, format maupun tema cerpennya lebih beragam. Ada yang novelet
(agak panjang), dan ada cerpen-cerpen yang lebih singkat. Kurang lebih
sebetulnya tugas utama kita adalah membuat cerita yang solid. Tapi, dalam
cerpen amat penting untuk menjaga efektivitas kata-kata, juga membuat plot yang
simpel tapi efisien.
Berbeda dengan novel, dalam
cerpen, penulis punya batasan kata untuk memperkenalkan karakter. Bagaimana
cara Mbak Dee membangun koneksi antara pembaca dan karakter, mengenalkan
karakter dengan jumlah kata yang terbatas?
Biasanya kita langsung fokus ke satu
persoalan yang dihadapi karakter. Kita mungkin tidak bisa menampilkan terlalu
banyak lapisan dari karakter kita, tapi dengan menempatkannya di dalam sebuah
masalah, maka kita dapat menunjukkan apa yang paling diperlukan secara cepat.
Faktor-faktor pendukung lain, seperti tempat, karakter tambahan, dsb, juga harus
bahu-membahu menunjukkan karakter kita dengan efektif. Jangan ada yang
disia-siakan.
Saya selalu terpukau dengan
cara Mbak Dee menutup sebuah cerpen. Mbak Dee selalu punya cara untuk menulis
penutup cerita yang membekas. Apakah tips untuk mendapat ide atau menulis
penutup cerita yang meninggalkan kesan bagi pembaca?
Akhir menurut saya sama pentingnya
dengan pembukaan. Dengan memperhatikan keduanya, dan mencoba membuat
kesinambungan, maka perjalanan pembaca melalui fiksi kita akan menjadi
berkesan. Intinya, setiap cerita merupakan perjalanan transformasi karakter,
jadi pembaca berangkat dari titik A menuju titik B. Dalam cerpen, kita perlu
mendesain kedua titik sejak awal.
Cerpen-cerpen Mbak Dee
kebanyakan didominasi oleh narasi, tetapi narasi-narasi tersebut selalu segar
dan enak untuk dibaca--tidak membosankan. Bagaimana Mbak Dee melakukan hal
tersebut?
Narasi adalah cara efektif untuk
memadatkan cerita, tapi perlu dikombinasi dengan dialog, dan pengaturan waktu
antara keduanya diusahakan seimbang dan pas sehingga ada jeda yang segar antara
narasi. Saya rasa gaya bahasa juga menentukan. Menurut saya, penulis perlu peka
tentang irama kalimat, dan bagaimana rasa dari bunyi kalimat itu ketika
diucapkan. Usahakan untuk tidak mengulang satu kata yang sama dalam jarak yang
terlalu dekat. Mengetes naskah dengan dibacakan dapat membantu hal ini.