Thursday, April 2, 2020

Majalah Moments | Back to the Kitchen | Agustus, 2017 | Eyi Puspita


Memasak kini menjadi hobi yang "seksi". Selain dianggap sebagai stress relief, memasak dan kembali ke dapur, juga bisa membantu memaksimalkan hubungan keluarga dengan bonus hidangan yang lebih sehat dan segar. Tak heran jika kini semakin banyak individu yang kembali ke dapur. Sejak kapan Mbak Dee belajar masak? Masakan apa yang pertama kali dibuat sendiri (tanpa dibantu sama sekali)?

Awalnya saya belajar masak karena sebagian keluarga saya vegetarian. Untuk yang bervegetarian, membeli makanan terus-terusan di luar tidak semudah itu karena pilihannya terbatas. Karena itulah saya belajar memasak. Pertama kali saya membuat tom yam (kalau tidak salah), saat itu masih memakai bumbu jadi, tapi sudah senang banget karena akhirnya bisa makan makanan favorit tanpa harus beli di luar dan saya juga bisa bikin versi vegetariannya.

Dari mana/siapa Mbak belajar masak? Apakah diajari oleh ibu/kakak? Atau mungkin otodidak? Mengandalkan gadget/sosmed/YouTube/acara masak-masak di TV? Atau campuran semuanya?

Ibu saya jago masak, tapi beliau meninggal jauh sebelum saya berkeluarga, jadi saya belum sempat mencuri ilmunya. Bisa dibilang saya otodidak. Terkecuali baking. Kalau baking saya masih ikut banyak kursus, tapi kalau masak learning by doing saja. Referensi saya macam-macam, dari buku resep, Youtube, dsb. Saya paling suka kalau bisa menyusup ke dapur restoran dan melihat cara mereka masak. Beberapa kenalan yang punya restoran mengizinkan saya masuk dan tanya-tanya langsung ke kokinya, sekaligus minta resep.

Menurut Mbak, apa saja manfaat/kelebihan hobi masak ini – terutama manfaatnya untuk keluarga ?

Pola makan sehat itu seperti tren, berubah terus. Yang dulu dibilang sehat sekarang tidak, yang sekarang tidak nanti tahu-tahu dianggap makanan sehat. Namun, memasak sendiri akan selalu lebih baik, terlepas menu apa yang kita pilih. Kita tahu persis apa saja yang ada di masakan kita, kebersihannya, dan kita bisa memilih kualitas bahan makanan yang kita pakai. Bagi saya, masakan rumah adalah fondasi dan juga jangkar memori. Ketika anak-anak kita besar nanti, salah satu hal terbaik yang mereka bisa kenang adalah masakan khas rumahnya.

Benar nggak sih, hobi masak juga mendekatkan sesama anggota keluarga? Dengan cara apa?

Saya nggak pernah lupa rica-rica bikinan ibu saya, ayam gorengnya, sambalnya. Semua kekhasan itu akan selalu terkenang dan juga mendekatkan batin saya dengannya, meskipun beliau sudah tidak ada. Bagi saya, ketika rumah memiliki masakan khas sendiri, ada ikatan emosional yang terjalin antara anggotanya. Dalam proses memasak, kita juga bisa melibatkan anak-anak, membagi tugas, sehingga mereka punya partisipasi. Ini juga akan menyuburkan memori yang baik kelak.

Apakah karena mamanya hobi ngubek di dapur, Atisha/Keenan juga terpicu minatnya untuk ikut masak? Biasanya kalau ‘membantu ibunya’, apa tugas mereka?

Sejauh ini mereka lebih suka ikut baking, mungkin karena bahan-bahannya lebih wangi dan nggak terlalu ‘messy’. Atisha ikut mengaduk adonan Keenan ikut menghias kue kering, dan mereka juga kasih penilaian kalau hasilnya sudah jadi, bahkan kasih masukan mereka inginnya seperti apa.

Apa prinsip Mbak dalam memasak buat keluarga?

Selalu menggunakan bahan yang terbaik, menjaga kebersihan alat-alat, menanyakan penilaian keluarga agar kita bisa terus memperbaiki diri, dikerjakan dengan sukacita. 

Apa makanan andalan Mbak yang jadi favorit Mas Reza dan anak-anak?


Reza suka Tempe Penyet, Pelecing Kacang Panjang, Tom Yam dan Mee Krawp. Atisha paling suka Pumpkin Soup dan Mint Chocholate Chip Cookies. Keenan paling suka Ikan Bakar, Ayam Goreng Kunyit, dan Hainan Chicken Rice.

Mengingat kesibukan Mbak, seberapa sering Mbak masak buat keluarga? Apakah tiap hari?

Hampir tiap hari masak, kecuali weekend. Karena biasanya masih ada sisa makanan atau kita makan di luar untuk rekreasi. Untuk resep-resep yang sudah sering saya ulang, biasanya saya sudah ajarkan ke ART, jadi sebagian bisa didelegasikan, terkecuali masakan-masakan luar Indonesia, seperti Minestrone, Baked Penne, dll, itu biasanya saya kerjakan sendiri.

Apa benar seorang perempuan harus bisa masak? Kenapa?

Saya tidak melihat masak harus eksklusif dilakukan perempuan. Hobi masak ini sangat berguna, baik untuk laki-laki dan perempuan. Mau single atau menikah. Mengolah dan memasak makanan itu satu hal yang menurut saya patut dirayakan. Tidak ada makhluk lain di Bumi yang melakukannya selain manusia.

Saya pernah baca, Mbak punya impian menulis buku masak. Apakah rencana itu masih ada dan akan diwujudkan?

Masih dalam daftar target. Saya ingin fokus membuat buku masak bagi yang benar-benar nggak bisa masak sekali, jadi from zero. Karena saya pun dulu seperti itu. Membuat buku masak bagi saya juga salah satu cara untuk meneruskan resep-resep terbaik kita kepada anak-anak (dan keturunan kita seterusnya), sekaligus membagi kebaikan ke orang lain.
                                                                                                         
Selain bisa menghidangkan makanan buat keluarga, apa saja manfaat hobi masak yang Mbak rasakan (untuk pribadi)? Benar nggak sih, hobi ini punya efek menenangkan (atau mungkin efek lainnya seperti ‘jadi lebih sabar’ dan ‘lebih telaten’ dsb)?

Sejauh ini, bagi saya memasak itu mengasah intuisi dan kepekaan indrawi. Sekarang kalau ada satu suap makanan yang masuk mulut, saya kurang lebih bisa menduga bahannya apa saja, bumbunya apa saja, dan mulai bisa memperkirakan step-step pengolahannya bagaimana. Ketika memasak dan kita fokus, bagi saya itu juga menenangkan. Dan ada kepuasan mengolah sesuatu, meramu banyak hal berbeda, menjadi hasil akhir yang padu.

Adakah sumber andalan Mbak buat belajar masak? Misalnya aplikasi/blog favorit /akun IG favorit/acara masak di TV? Kenapa Mbak memilih aplikasi/akun/blog/acara ini sebagai favorit/referensi?


Sejauh ini lebih sporadis sih, saya tidak mengikuti satu referensi terus menerus. Tapi saya selalu menyukai buku-buku keluaran Seri Sedap Sekejap karena hasil-hasilnya hampir selalu memuaskan. Untuk baking, saya mengikuti banyak kursus dari Natural Cooking Club (NCC).