Kapan dan apa yang membuat Anda mulai menulis?
Saya menulis karena
senang mengkhayal. Sejak kecil, dalam benak saya, mudah dan alamiah sekali
rasanya merangkai cerita. Setiap membaca buku, selalu ada perasaan ingin ikut
mencoba menulis demi menyalurkan khayalan-khayalan dalam benak saya. Kelas 5
SD, saya mulai mencoba-coba menulis cerita yang saya saat itu bayangkan akan
menjadi sebuah buku.
Dari karya-karya Anda yang telah terbit, manakah yang
meninggalkan kesan mendalam dalam proses penulisannya? Ceritakan kepada kami.
Buku yang paling
berkesan bagi saya selalu buku terakhir yang saya tulis. Novel terakhir saya
terbit Maret 2018 lalu, berjudul Aroma Karsa. Jadi, Aroma Karsa-lah yang saat
ini terasa paling berkesan. Selain mengangkat tema penciuman yang saya rasa
masih jarang digarap dalam dunia fiksi, Aroma Karsa merupakan karya yang proses
kreatifnya paling lengkap saya dokumentasikan. Untuk itu, baru di Aroma Karsa
saya berkesempatan menceritakan perjalanan riset berbagai keputusan kreatif
saya kepada pembaca. Proses kreatif itu kemudian menjadi buku tersendiri,
berjudul Di Balik Tirai, yang terbit bulan Juli 2018.
Apa yang biasa Anda lakukan saat mengalami ‘writer’s block’?
Writer’s Block ada
dua jenis, menurut saya. Pertama, yang berakar dari kejenuhan atau kelelahan
mental. Kedua, yang berakar dari kesalahan teknis dalam penulisan. Manifestasi
keduanya terasa serupa, yakni kebuntuan menulis. Namun, dua hal itu ditangani
dengan cara yang berbeda. Yang pertama menurut saya lebih mudah, karena
biasanya cukup dengan rihat sejenak, melakukan kegiatan penyegaran, dan
sebagainya. Yang kedua lebih sulit dan butuh upaya, karena perlu proses
penulisan ulang, merombak struktur, mengganti elemen cerita, dan seterusnya.
Namun, yang paling penting adalah, ketika kebuntuan datang, identifikasi dulu
datangnya dari mana dan masalahnya apa.
Menurut Anda, hal apa saja yang bisa memberi ‘nyawa’ dalam
sebuah karya tulis?
Kecermatan menjalin
fakta ke dalam fiksi, menjadikan karakter kita semanusiawi mungkin sekaligus
sedramatis mungkin. Meski “nyawa” cerita terdengar abstrak, menurut saya pada
akhirnya akan kembali ke penguasaan teknik menulis dan jam terbang penulisnya.
Tulisan yang bernyawa bukan semata-mata karena berdasarkan kisah personal
penulis ataupun diangkat dari kisah nyata ataupun ditulis dengan emosional,
melainkan tulisan yang jernih serta mampu berkomunikasi secara tepat dengan
pembaca sehingga pembaca merasa menemukan kehidupan di dalamnya.
Adakah pesan yang ingin disampaikan untuk mereka yang
berminat menekuni dunia kepenulisan?
Berani mencoba,
berani gagal, berani menghadapi keberhasilan, dan mau terus belajar. Menulis
menurut saya adalah kemampuan yang harus diasah seumur hidup.
Adakah topik yang ingin Anda eksplorasi di UWRF18?
Mengenai riset
serta seni menjalin fakta ke dalam fiksi.