Saturday, April 4, 2020

Ubud Writers Readers Festival | Q&A with Speakers | Juli, 2018 | Tiara Mahardika


Kapan dan apa yang membuat Anda mulai menulis?

Saya menulis karena senang mengkhayal. Sejak kecil, dalam benak saya, mudah dan alamiah sekali rasanya merangkai cerita. Setiap membaca buku, selalu ada perasaan ingin ikut mencoba menulis demi menyalurkan khayalan-khayalan dalam benak saya. Kelas 5 SD, saya mulai mencoba-coba menulis cerita yang saya saat itu bayangkan akan menjadi sebuah buku.

Dari karya-karya Anda yang telah terbit, manakah yang meninggalkan kesan mendalam dalam proses penulisannya? Ceritakan kepada kami.

Buku yang paling berkesan bagi saya selalu buku terakhir yang saya tulis. Novel terakhir saya terbit Maret 2018 lalu, berjudul Aroma Karsa. Jadi, Aroma Karsa-lah yang saat ini terasa paling berkesan. Selain mengangkat tema penciuman yang saya rasa masih jarang digarap dalam dunia fiksi, Aroma Karsa merupakan karya yang proses kreatifnya paling lengkap saya dokumentasikan. Untuk itu, baru di Aroma Karsa saya berkesempatan menceritakan perjalanan riset berbagai keputusan kreatif saya kepada pembaca. Proses kreatif itu kemudian menjadi buku tersendiri, berjudul Di Balik Tirai, yang terbit bulan Juli 2018.

Apa yang biasa Anda lakukan saat mengalami ‘writer’s block’?

Writer’s Block ada dua jenis, menurut saya. Pertama, yang berakar dari kejenuhan atau kelelahan mental. Kedua, yang berakar dari kesalahan teknis dalam penulisan. Manifestasi keduanya terasa serupa, yakni kebuntuan menulis. Namun, dua hal itu ditangani dengan cara yang berbeda. Yang pertama menurut saya lebih mudah, karena biasanya cukup dengan rihat sejenak, melakukan kegiatan penyegaran, dan sebagainya. Yang kedua lebih sulit dan butuh upaya, karena perlu proses penulisan ulang, merombak struktur, mengganti elemen cerita, dan seterusnya. Namun, yang paling penting adalah, ketika kebuntuan datang, identifikasi dulu datangnya dari mana dan masalahnya apa.

Menurut Anda, hal apa saja yang bisa memberi ‘nyawa’ dalam sebuah karya tulis?

Kecermatan menjalin fakta ke dalam fiksi, menjadikan karakter kita semanusiawi mungkin sekaligus sedramatis mungkin. Meski “nyawa” cerita terdengar abstrak, menurut saya pada akhirnya akan kembali ke penguasaan teknik menulis dan jam terbang penulisnya. Tulisan yang bernyawa bukan semata-mata karena berdasarkan kisah personal penulis ataupun diangkat dari kisah nyata ataupun ditulis dengan emosional, melainkan tulisan yang jernih serta mampu berkomunikasi secara tepat dengan pembaca sehingga pembaca merasa menemukan kehidupan di dalamnya.

Adakah pesan yang ingin disampaikan untuk mereka yang berminat menekuni dunia kepenulisan?

Berani mencoba, berani gagal, berani menghadapi keberhasilan, dan mau terus belajar. Menulis menurut saya adalah kemampuan yang harus diasah seumur hidup.

Adakah topik yang ingin Anda eksplorasi di UWRF18?
Mengenai riset serta seni menjalin fakta ke dalam fiksi.