Di tengah rencana pemerintah untuk
meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia, pemerintah justru seperti
memberatkan para penulis buku dengan menerapkan pajak yang tinggi, bagaimana
pendapat Anda?
Aturan
pajak itu yang sebelumnya ini kan sudah lama. Sebenarnya per 2017 ini
pemerintah yang sekarang sudah melakukan perbaikan dengan adanya NPPN sebesar
50% untuk profesi penulis. Masalah kemarin ini adalah masalah sosialisasi yang
belum merata, sehingga ada beberapa penulis yang masih ditolak untuk
menggunakan pilihan NPPN tersebut. Tapi, tentu dengan perhatian pemerintah
sekarang terhadap ekonomi kreatif, insentif pajak yang lebih ringan akan
memberikan stimulus luar biasa bagi industri kreatif termasuk buku. Jadi, jika
ada perubahan dalam bentuk keringanan, menurut saya pemerintah akan menuai
hasilnya yakni semakin banyak pekerja kreatif berdedikasi dan berkembangnya
ekonomi kreatif.
Apakah sebenarnya seorang penulis bisa
mendapatkan penghasilan yang baik untuk kehidupan sehari-hari? Namun, bagaimana
kondisi setelah pemerintah berniat menerapkan besaran pajak 50 persen?
Perlu
saya luruskan bahwa pajak dari pemerintah bukan 50%, justru pemerintah sekarang
memberikan keringanan yakni cukup 50% dari income penulis yang dimasukkan ke
dalam pendapatan kena pajak, sisanya dianggap modal. Pajak yang dihadapi
penulis saat ini adalah pajak royalti 15% tidak final, yang kemudian
penghasilan bruto tersebut dihitung lagi ke dalam pajak pendapatan tahunan.
Kalau penulis bukunya laku, otomatis pendapatan dari royaltinya cukup bagus,
artinya jumlahnya signifikan. Masalahnya, masa produksi penulis itu panjang,
dan penerimaan royalti biasanya diterima baru 6 bulan setelah rilis. Akibatnya,
biaya pemeliharaan profesi penulis menjadi tinggi karena pola pendapatan yang
semacam itu. Kalau sekalinya dapat royalti besar ya mungkin bisa hidup, tapi
kalau tidak, ya sulit.
Berapa besaran biaya yang dikeluarkan
oleh seorang penulis untuk bisa menghasilkan satu karya? Apakah itu sebanding
dengan pendapatan Anda?
Relatif,
tergantung kebutuhan karyanya seperti apa. Yang jelas selama menulis, entah itu
tiga bulan atau setahun, pengeluaran hidup berjalan terus, sementara kalau
penulis tsb mengandalkan sepenuhnya dari royalti, maka dia harus bertahan hidup
dari royalti buku-buku sebelumnya, karena bukunya yang baru hanya akan bisa
dinikmati hasilnya bulanan kemudian. Pengeluaran penulis secara umum adalah:
biaya riset, biaya pemeliharaan profesi (manajemen, website, komunikasi ke pembaca,
promosi yang diselenggarakan pribadi, dsb), biaya penulisan (biaya-biaya
pribadi yang dikeluarkan selama proses menulis), dsb.
Kalau berkenan untuk memberikan
informasi, berapa biaya yang dikeluarkan dan didapat setiap menghasilkan satu
buku? Serta berapa pajak yang ditanggung oleh penulis?
Besaran
pajak yang ditanggung penulis sudah saya tulis di atas. Berapa biaya yang
dikeluarkan, sekali lagi, tergantung bukunya. Ada buku saya yang butuh cukup
banyak pengeluaran, karena saya harus ambil kursus ke luar negeri (yang
berkenaan dengan bidang dalam tulisan saya), saya harus riset ke beberapa
tempat di luar kota, saya butuh beli banyak buku untuk riset pustaka
(buku-bukunya impor). Ada juga buku yang sepenuhnya saya bisa kerjakan tanpa ke
mana-mana. Tapi, sekali lagi, menurut saya yang perlu ditekankan adalah biaya
hidup yang terus berjalan di antara satu karya ke karya lain. Karena itu juga
yang memungkinkan kita bisa lanjut ke karya berikutnya. Kalau tidak, maka
selamanya menulis cuma jadi profesi sampingan. Karena terlalu berat untuk
dijadikan profesi utama.
Berapa idealnya besaran pajak untuk
profesi penulis menurut Anda?
Secara
spesifik, saya belum bisa merumuskan. Saya bukan ahlinya. Dan harus ada kajian
mendalam soal ini dengan orang perpajakan. Tapi, sepintas saya cenderung ke
penurunan NPPN agar PKP penulis bisa lebih ringan.
Apa harapan Anda di tengah kondisi
seperti ini?
Ada
dialog langsung dan intensif dengan pemerintah, dan ada perubahan yang riil dan
terbilang cepat.