Saturday, April 4, 2020

Media Indonesia | Royalti Penulis | April, 2018


Di tengah rencana pemerintah untuk meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia, pemerintah justru seperti memberatkan para penulis buku dengan menerapkan pajak yang tinggi, bagaimana pendapat Anda?

Aturan pajak itu yang sebelumnya ini kan sudah lama. Sebenarnya per 2017 ini pemerintah yang sekarang sudah melakukan perbaikan dengan adanya NPPN sebesar 50% untuk profesi penulis. Masalah kemarin ini adalah masalah sosialisasi yang belum merata, sehingga ada beberapa penulis yang masih ditolak untuk menggunakan pilihan NPPN tersebut. Tapi, tentu dengan perhatian pemerintah sekarang terhadap ekonomi kreatif, insentif pajak yang lebih ringan akan memberikan stimulus luar biasa bagi industri kreatif termasuk buku. Jadi, jika ada perubahan dalam bentuk keringanan, menurut saya pemerintah akan menuai hasilnya yakni semakin banyak pekerja kreatif berdedikasi dan berkembangnya ekonomi kreatif.

Apakah sebenarnya seorang penulis bisa mendapatkan penghasilan yang baik untuk kehidupan sehari-hari? Namun, bagaimana kondisi setelah pemerintah berniat menerapkan besaran pajak 50 persen?

Perlu saya luruskan bahwa pajak dari pemerintah bukan 50%, justru pemerintah sekarang memberikan keringanan yakni cukup 50% dari income penulis yang dimasukkan ke dalam pendapatan kena pajak, sisanya dianggap modal. Pajak yang dihadapi penulis saat ini adalah pajak royalti 15% tidak final, yang kemudian penghasilan bruto tersebut dihitung lagi ke dalam pajak pendapatan tahunan. Kalau penulis bukunya laku, otomatis pendapatan dari royaltinya cukup bagus, artinya jumlahnya signifikan. Masalahnya, masa produksi penulis itu panjang, dan penerimaan royalti biasanya diterima baru 6 bulan setelah rilis. Akibatnya, biaya pemeliharaan profesi penulis menjadi tinggi karena pola pendapatan yang semacam itu. Kalau sekalinya dapat royalti besar ya mungkin bisa hidup, tapi kalau tidak, ya sulit.

Berapa besaran biaya yang dikeluarkan oleh seorang penulis untuk bisa menghasilkan satu karya? Apakah itu sebanding dengan pendapatan Anda?

Relatif, tergantung kebutuhan karyanya seperti apa. Yang jelas selama menulis, entah itu tiga bulan atau setahun, pengeluaran hidup berjalan terus, sementara kalau penulis tsb mengandalkan sepenuhnya dari royalti, maka dia harus bertahan hidup dari royalti buku-buku sebelumnya, karena bukunya yang baru hanya akan bisa dinikmati hasilnya bulanan kemudian. Pengeluaran penulis secara umum adalah: biaya riset, biaya pemeliharaan profesi (manajemen, website, komunikasi ke pembaca, promosi yang diselenggarakan pribadi, dsb), biaya penulisan (biaya-biaya pribadi yang dikeluarkan selama proses menulis), dsb.

Kalau berkenan untuk memberikan informasi, berapa biaya yang dikeluarkan dan didapat setiap menghasilkan satu buku? Serta berapa pajak yang ditanggung oleh penulis?

Besaran pajak yang ditanggung penulis sudah saya tulis di atas. Berapa biaya yang dikeluarkan, sekali lagi, tergantung bukunya. Ada buku saya yang butuh cukup banyak pengeluaran, karena saya harus ambil kursus ke luar negeri (yang berkenaan dengan bidang dalam tulisan saya), saya harus riset ke beberapa tempat di luar kota, saya butuh beli banyak buku untuk riset pustaka (buku-bukunya impor). Ada juga buku yang sepenuhnya saya bisa kerjakan tanpa ke mana-mana. Tapi, sekali lagi, menurut saya yang perlu ditekankan adalah biaya hidup yang terus berjalan di antara satu karya ke karya lain. Karena itu juga yang memungkinkan kita bisa lanjut ke karya berikutnya. Kalau tidak, maka selamanya menulis cuma jadi profesi sampingan. Karena terlalu berat untuk dijadikan profesi utama.

Berapa idealnya besaran pajak untuk profesi penulis menurut Anda?

Secara spesifik, saya belum bisa merumuskan. Saya bukan ahlinya. Dan harus ada kajian mendalam soal ini dengan orang perpajakan. Tapi, sepintas saya cenderung ke penurunan NPPN agar PKP penulis bisa lebih ringan.

Apa harapan Anda di tengah kondisi seperti ini?

Ada dialog langsung dan intensif dengan pemerintah, dan ada perubahan yang riil dan terbilang cepat.