Bagaimana proses deal
Mbak Dewi dengan Jacaranda Literacy Agency? Kapan mereka mulai mengontak Mbak
Dewi, dan bagaimana tahapan prosesnya sampai berujung teken kontrak?
Pada
tahun 2014, saya berangkat sebagai delegasi penulis di Frankfurt Book Fair
2014, yang mana terjadi upacara serah terima / hand-over tampuk Guest of Honour
dari Finlandia ke Indonesia. Sejak itu Indonesia sudah bergaung akan menjadi
Guest of Honour di Frankfurt Book Fair 2015. Amazon Crossing, yakni penerbit imprint dari Amazon Publishing yang
memang bergerak khusus di buku-buku terjemahan dari seluruh dunia, tertarik
untuk menerjemahkan buku-buku dari penulis Indonesia. Karena di industri
penerbitan internasional memang biasa digunakan jasa agen sebagai perantara
(penerbit tidak berkontak langsung dengan penulis), maka sekitar bulan Maret
2015, Amazon Crossing mengontak Jacaranda Literacy Agency yang memang
mengkhususkan diri di region Asia. Jacaranda lalu mengontak Tiffany Tsao,
penerjemah sekaligus penulis yang sudah pernah punya kerja sama dengan
Jacaranda (dan juga menerjemahkan Perahu Kertas—buku saya yang diterbitkan oleh
Amazon Crossing), untuk memberikan rekomendasi buku-buku dari penulis
Indonesia. Dalam daftar rekomendasinya, Tiffany Tsao mencantumkan nama saya dan
Perahu Kertas. Berdasarkan nukilan terjemahan Perahu Kertas yang diajukan
Tiffany, Amazon Crossing lantas tertarik untuk menerbitkan Perahu Kertas.
Akhirnya, sekitar 6 bulan setelah kontak pertama dengan pihak Jacaranda, saya
pun resmi mengikatkan diri dalam kontrak dengan Jacaranda, yang kemudian
dilanjut dengan kontrak three-party
bersama Amazon Crossing.
Selain Jacaranda, agen literasi mana lagi yang melobi Mbak Dewi?
Lalu mengapa akhirnya memilih Jacaranda sebagai mitra?
Dalam kurun empat
tahun setelah kontrak dengan Amazon Crossing, setidaknya ada dua agen literasi
internasional yang mengontak saya. Namun, sejauh ini belum ada ikatan kontrak
apa-apa. Kontrak saya dengan agen literasi masih hanya dengan Jacaranda.
Dalam kontrak, apa saja yang disepakati? (masa kontrak, royalti,
dll)
Masa kontrak,
cakupan kerja sama, besaran royalti, pembagian royalti dengan agen, sistem
pembayaran, dll.
Seperti apa sistem kerjasama dengan pihak agen?
Sebetulnya
sederhana, hanya berbagi royalti saja. Namun, tentunya jadi ada
pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya mediasi yang harus dilakukan oleh agen,
antara lain melindungi hak penulis ketika berhadapan dengan penerbit, membantu
mempromosikan dan menawarkan naskah saya saat mereka ikut book fair, dsb.
Ada berapa publisher yang menerbitkan Supernova dan Paper Boats di
luar negeri?
Supernova
KPBJ (episode 1) diterbitkan oleh Lontar Foundation, penerbit dalam negeri,
tapi ke dalam Bahasa Inggris dan dipasarkan secara internasional lewat Amazon,
baik dalam bentuk digital maupun dalam bentuk print on demand. Perahu Kertas
edisi Bahasa Inggris diterbitkan oleh Amazon Crossings, dan edisi Bahasa
Melayu-nya oleh Litera Utama. Saat ini, Filosofi Kopi sedang dalam proses
penerjemahan ke Bahasa Jepang dan akan diterbitkan oleh penerbit Sofia
University Press.
Seperti apa penjualan buku-buku tersebut?
Secara
kuantitas, tidak bisa dibandingkan dengan penjualan di Indonesia tentunya.
Kalau dari jumlah oplah, kesenjangan angkanya jauh. Namun, penjualannya
cenderung stabil dan bertahan lama.
Sejauh mana peran event London Book Fair 2019 dalam mempromosikan
buku-buku Mbak Dewi dan sekaligus meningkatkan penjualannya?
Setidaknya
dalam kasus saya, penjualan utama saya datang dari pembaca dalam negeri. Dari
sudut pandang itu kehadiran saya di LBF lebih untuk memperkuat writership; bahwa saya dipercaya sebagai
salah satu delegasi oleh pemerintah, dan karier kepenulisan saya dianggap dapat
mewakili industri perbukuan Indonesia. Namun, bukan untuk meningkatkan
penjualan. Promosi pun sifatnya yang lebih ke awareness, karena ada ekstra pemberitaan baik di media dalam negeri
maupun di UK. Bukan promosi yang dipahami ketika kita misalnya baru merilis
buku baru dan harus menggenjot sales.
Indonesia menjadi sorotan dalam LBF 2019 ini. Menurut Mbak Dewi,
apa imbasnya ke masa depan sastra Indonesia dan para penulisnya?
Kehadiran
Indonesia sebagai sorotan utama di FBF, lalu di LBF, adalah jalan panjang untuk
memancing ketertarikan publik internasional terhadap naskah-naskah Indonesia. Imbasnya
tentu saja adalah bergaungnya Indonesia sebagai potensi sumber naskah untuk
digali. Penerbit luar yang tadinya tidak tahu dan tidak kenal Indonesia, mulai
melirik naskah-naskah dari Indonesia. Dan, perlu saya garis bawahi bahwa bukan
cuma sastra. Menjebakkan diri untuk menjadikan karya sastra sebagai tolok ukur
tunggal di pasar internasional menurut saya sebuah kesalahan yang membentuk
ekspektasi tak realistis. Sastra hanya sebagian dari kekayaan naskah kita.
Masih ada buku anak-anak, seni rupa, kuliner, nonfiksi, dan lain-lain.