Sunday, April 5, 2020

Tempo | Agen Literasi | Maret, 2019 | Isma Savitri


Bagaimana proses deal Mbak Dewi dengan Jacaranda Literacy Agency? Kapan mereka mulai mengontak Mbak Dewi, dan bagaimana tahapan prosesnya sampai berujung teken kontrak? 

Pada tahun 2014, saya berangkat sebagai delegasi penulis di Frankfurt Book Fair 2014, yang mana terjadi upacara serah terima / hand-over tampuk Guest of Honour dari Finlandia ke Indonesia. Sejak itu Indonesia sudah bergaung akan menjadi Guest of Honour di Frankfurt Book Fair 2015. Amazon Crossing, yakni penerbit imprint dari Amazon Publishing yang memang bergerak khusus di buku-buku terjemahan dari seluruh dunia, tertarik untuk menerjemahkan buku-buku dari penulis Indonesia. Karena di industri penerbitan internasional memang biasa digunakan jasa agen sebagai perantara (penerbit tidak berkontak langsung dengan penulis), maka sekitar bulan Maret 2015, Amazon Crossing mengontak Jacaranda Literacy Agency yang memang mengkhususkan diri di region Asia. Jacaranda lalu mengontak Tiffany Tsao, penerjemah sekaligus penulis yang sudah pernah punya kerja sama dengan Jacaranda (dan juga menerjemahkan Perahu Kertas—buku saya yang diterbitkan oleh Amazon Crossing), untuk memberikan rekomendasi buku-buku dari penulis Indonesia. Dalam daftar rekomendasinya, Tiffany Tsao mencantumkan nama saya dan Perahu Kertas. Berdasarkan nukilan terjemahan Perahu Kertas yang diajukan Tiffany, Amazon Crossing lantas tertarik untuk menerbitkan Perahu Kertas. Akhirnya, sekitar 6 bulan setelah kontak pertama dengan pihak Jacaranda, saya pun resmi mengikatkan diri dalam kontrak dengan Jacaranda, yang kemudian dilanjut dengan kontrak three-party bersama Amazon Crossing.  

Selain Jacaranda, agen literasi mana lagi yang melobi Mbak Dewi? Lalu mengapa akhirnya memilih Jacaranda sebagai mitra?

Dalam kurun empat tahun setelah kontrak dengan Amazon Crossing, setidaknya ada dua agen literasi internasional yang mengontak saya. Namun, sejauh ini belum ada ikatan kontrak apa-apa. Kontrak saya dengan agen literasi masih hanya dengan Jacaranda. 

Dalam kontrak, apa saja yang disepakati? (masa kontrak, royalti, dll)

Masa kontrak, cakupan kerja sama, besaran royalti, pembagian royalti dengan agen, sistem pembayaran, dll. 

Seperti apa sistem kerjasama dengan pihak agen?

Sebetulnya sederhana, hanya berbagi royalti saja. Namun, tentunya jadi ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya mediasi yang harus dilakukan oleh agen, antara lain melindungi hak penulis ketika berhadapan dengan penerbit, membantu mempromosikan dan menawarkan naskah saya saat mereka ikut book fair, dsb. 

Ada berapa publisher yang menerbitkan Supernova dan Paper Boats di luar negeri?

Supernova KPBJ (episode 1) diterbitkan oleh Lontar Foundation, penerbit dalam negeri, tapi ke dalam Bahasa Inggris dan dipasarkan secara internasional lewat Amazon, baik dalam bentuk digital maupun dalam bentuk print on demand. Perahu Kertas edisi Bahasa Inggris diterbitkan oleh Amazon Crossings, dan edisi Bahasa Melayu-nya oleh Litera Utama. Saat ini, Filosofi Kopi sedang dalam proses penerjemahan ke Bahasa Jepang dan akan diterbitkan oleh penerbit Sofia University Press. 

Seperti apa penjualan buku-buku tersebut?

Secara kuantitas, tidak bisa dibandingkan dengan penjualan di Indonesia tentunya. Kalau dari jumlah oplah, kesenjangan angkanya jauh. Namun, penjualannya cenderung stabil dan bertahan lama. 

Sejauh mana peran event London Book Fair 2019 dalam mempromosikan buku-buku Mbak Dewi dan sekaligus meningkatkan penjualannya?

Setidaknya dalam kasus saya, penjualan utama saya datang dari pembaca dalam negeri. Dari sudut pandang itu kehadiran saya di LBF lebih untuk memperkuat writership; bahwa saya dipercaya sebagai salah satu delegasi oleh pemerintah, dan karier kepenulisan saya dianggap dapat mewakili industri perbukuan Indonesia. Namun, bukan untuk meningkatkan penjualan. Promosi pun sifatnya yang lebih ke awareness, karena ada ekstra pemberitaan baik di media dalam negeri maupun di UK. Bukan promosi yang dipahami ketika kita misalnya baru merilis buku baru dan harus menggenjot sales. 

Indonesia menjadi sorotan dalam LBF 2019 ini. Menurut Mbak Dewi, apa imbasnya ke masa depan sastra Indonesia dan para penulisnya?

Kehadiran Indonesia sebagai sorotan utama di FBF, lalu di LBF, adalah jalan panjang untuk memancing ketertarikan publik internasional terhadap naskah-naskah Indonesia. Imbasnya tentu saja adalah bergaungnya Indonesia sebagai potensi sumber naskah untuk digali. Penerbit luar yang tadinya tidak tahu dan tidak kenal Indonesia, mulai melirik naskah-naskah dari Indonesia. Dan, perlu saya garis bawahi bahwa bukan cuma sastra. Menjebakkan diri untuk menjadikan karya sastra sebagai tolok ukur tunggal di pasar internasional menurut saya sebuah kesalahan yang membentuk ekspektasi tak realistis. Sastra hanya sebagian dari kekayaan naskah kita. Masih ada buku anak-anak, seni rupa, kuliner, nonfiksi, dan lain-lain.