1. Konsepsi perempuan menurut Dee?
Hmm. Itu pertanyaan yang sulit bagi saya, karena jawabannya tergantung level pertanyaannya. Dan pertanyaan itu bisa berlapis, karena sebetulnya konsep perempuan/laki-laki juga bisa dimaknai secara berlapis. Realitas kita ini kan realitas yang dualitas. Ada dua jenis gender, laki-laki dan perempuan. Ada dua jenis energi, maskulin dan feminin. Konsepsi perempuan paling dasar ya kodrati fisiknya, ya. Bahwa perempuan itu bentuknya ya begitu, bisa hamil, menyusui, dll, jadi otomatis secara fungsi fisik/instrumen tugasnya berbeda dengan laki-laki. Sisanya hanya pengkondisian, bahwa perempuan harus berambut panjang, feminin, suka warna pink, suka curhat, itu lebih kepada pembentukan massal dari masyarakat sejak kita kecil. Semakin ke sini, dan berdasarkan pengalaman pribadi, saya melihat bahwa teori dikotomis perempuan dan lelaki lebih seperti generalisasi yang mempermudah analisa sosial atau psikologi. Tentunya faktor fisik lain seperti hormon, dsb, juga punya pengaruh. Tapi intinya, menurut saya perempuan dan lelaki adalah manusia yang sama-sama mengandung unsur energi maskulin dan feminin. Komposisinya saja yang berbeda-beda sesuai dengan keunikan individu yang memang nggak ada yang sama.
2. Tokoh perempuan yang diidolakan?
Sejauh ini, Oprah Winfrey. Saya melihat dia seorang humanis, bukan sekadar feminis.
3. Makna emansipasi wanita bagi seorang Dee?
Emansipasi di sini bisa dimaknai sebagai wawasan bahwa cewek di era sekarang ini sudah punya hak dan kesempatan sama dengan cowok, dan gerakan ini sudah berjalan puluhan tahun. Banyak analisa yang beredar mengatakan bahwa Bumi dan kehidupan ini memang sedang bergeser dari dominasi energi maskulin menuju feminin, makanya mungkin termanifestasikan dengan adanya emansipasi, dll. Jadi menurut saya emansipasi ini adalah fenomena alam yang wajar.
4. Seorang Dee, biasa mendapatkan inspirasi menulis saat kondisi seperti apa?
Biasanya kalau tergerak berpikir, berkhayal, jatuh cinta, patah hati, atau gemas akan sesuatu. Biasanya digerakkan oleh perasaan/emosi. Jadi bagi saya, menulis itu punya efek terapetik juga, untuk menyalurkan gejolak/keingintahuan apapun yang terjadi di dalam diri.
5. Apakah mood sangat diperlukan saat proses kreatif menulis?
Sejujurnya, iya. Apalagi waktu awal-awal menulis. Tapi makin ke sini, saya merasa menulis itu bisa dijadikan disiplin, jadi faktor mood sudah nggak terlalu mendominasi. Yang penting kita tahu batas juga, kalau memang terasa banget nggak mood, jangan terlalu dipaksakan juga. Tapi jangan juga menjadikan mood sebagai alasan klasik untuk tidak berkarya.
6. Setuju atau nggak dengan jargon klasik, “Wanita Dijajah Pria Dari Dulu” dan “Wanita Makhluk Yang Lemah”? Alasannya?
Ya itu tadi, karena kita bergerak dari dominasi energi maskulin menuju feminin, jargon-jargon lama tadi adalah ungkapan zaman. Barangkali dulu benar faktanya begitu. Tapi zaman kan bergerak dan berubah. Sekarang rasanya sulit sekali orang menyetujui hal itu, karena kenyataan di lapangan sudah tidak melulu demikian. Tentunya keadaan ini belum merata, masih banyak perempuan yang jadi objek kekerasan, ketidakadilan, dsb. Tapi itu tidak bisa dijadikan generalisasi bahwa semua perempuan lemah atau objek jajahan pria.
7. Apakah seorang Dee suka menuliskan curhatan pada sebuah diary? Terus seberapa pentingnya diary buat seorang perempuan?
Saya memang menulis jurnal secara rutin sejak kelas 1 SMP, dari mulai di buku sampai di komputer. Kayaknya itu hal paling konsisten yang saya lakukan dalam hidup. Saya tidak merasa bisa mewakili semua perempuan dalam perihal diary, karena sesuai pengamatan saya, ada perempuan yang menulis diary dan ada juga yang tidak. Tapi mungkin umumnya perempuan lebih dikondisikan untuk bebas mencurahkan perasaan, makanya banyak perempuan punya diary.
8. Seperti apa biasanya karakter perempuan ditempatkan dalam setiap tulisan novel Dee seperti halnya karakter Diva dan Elektra? Apakah karakter perempuan ini menempati tempat yang istimewa?
Pada prinsipnya, saya ingin menampilkan figur-figur unik yang memang ‘istimewa’, terlepas tokoh itu laki-laki atau perempuan. Dan saya senang menciptakan tokoh yang paradoksikal, yang tidak terlalu stereotip.
9. Correct me if I’m wrong, ketika saya mencermati karakter perempuan dalam Supernova kok saya nggak menemukan karakter perempuan “biasa” yang feminin dan dengan bedak dan lipstiknya. Diva terlalu ironis dengan menjadi model sekaligus prostitute, sedangkan Elektra terlalu cuek buat jadi perempuan dan memiliki kekuatan listrik :)? Apa yang melatarbelakangi karakter seperti itu?
Saya tidak menempatkan tokoh tipikal begitu sebetulnya lebih kepada kebutuhan cerita itu sendiri. Kebetulan, saya memang belum ada kepentingan kreatif dengan tokoh yang dianggap stereotip ‘berbedak & berlipstik’ tadi. Lagipula, definisi feminin menurut saya bukan terletak pada riasan atau busana. Feminitas menurut saya adalah energi. Banyak laki-laki yang energi femininnya lebih besar daripada perempuan, walaupun mereka laki-laki normal, dan juga sebaliknya dengan perempuan. Diva memang tokoh paradoks yang mengartikan kemerdekaannya berbeda dengan paham kebanyakan, sementara Elektra itu karakter gadis lugu, indoor, kuper, dan sering diremehkan. Karakter saya biasanya terlahir dari kebutuhan cerita dan konflik atau pesan yang ingin saya ungkapkan.
10. Seperti apa sih perempuan Indonesia saat ini di mata Dee? Terutama buat para remaja dan gadis puber, hehehe…
Agak susah ya bicara perempuan Indonesia, karena disparitas sosial kita sangat luas, jadi bicara perempuan kota tertentu tidak bisa mewakili semua perempuan Indonesia. Jadi saya mau batasi opini ini khusus untuk perempuan kota besar. Menurut saya, cewek-cewek sekarang lebih ‘aware’ tentang banyak hal, dari mulai penampilan, kesehatan, kecantikan, seksualitas, dan kesempatan atau peluang yang mereka punya. Saya cuma berharap otentisitas dan keunikan masing-masing perempuan masih bisa mencuat keluar meskipun arus trend dan selera massal itu susah sekali dibendung. Harus lebih kritislah terhadap segala usaha generalisasi, pengotakan, dan stereotipikalisasi, yang setiap harinya menggempur kita lewat media, lingkungan, dsb. Kadang-kadang kok saya ngelihat cewek-cewek sekarang kayak seragam semua. Hehe.
11. Jika digambarkan dalam novel Supernova, seorang Dee itu berada pada karakter siapa?
Sepertinya saya ada di semua karakter saya, atau tepatnya mereka mengandung ‘pecahan-pecahan’ saya. Tapi tidak ada satu khusus yang saya desain untuk mewakilkan diri saya. Ada yang bilang saya kayak Elektra, ada yang bilang saya kayak Bodhi, dsb. Tapi sebetulnya pada semua karakter itu saya titipkan ‘pesan’ dan ‘pecahan persona’ saya, walaupun mereka juga adalah karakter independen yang punya persona dan pesan sendiri.
12. Btw, lebih memilih mana nih karier antara seorang penulis atau penyanyi?
Saya sih selama ini tetap menjalani keduanya, cuma proporsinya berubah-ubah sesuai dengan konteks dan situasi. Saya lebih banyak menulis memang, karena kondisi punya anak dan keluarga. Kalau menyanyi persiapannya lebih ribet dan menyita waktu, jadi saya lebih banyak di menulis dulu. Tapi namanya juga insting musiknya tetap ada, satu saat pasti balik lagi ke musik juga, tinggal tunggu momen dan kesempatannya saja.
Menjelaskan Air Mata
1 year ago