1. Kabarnya album Out of Shell sudah rilis? Bagaimana rasanya telah merampungkan satu proyek yang makan waktu lama dalam prosesnya? Semua Anda kerjakan sendiri mulai dari bikin lagu sampai produksi?
Rasanya plong! Karena proyek ini tertunda lama banget. Mungkin bisa dicatatkan di MURI sebagai album yang persiapannya paling lama, hehe. Saya memang mengerjakan semuanya hampir sendirian, bahkan kalau lagi rekaman saya kadang-kadang merangkap jadi
‘office girl’ juga, beliin makanan buat kru, musisi, dsb. Demo pertama saya buat sejak tahun 1997, dan master sudah jadi dari tahun 2002. Waktu itu kendalanya karena masih terikat di Sony, tapi ketika keluar dari RSD tahun 2003 pun saya masih belum bisa keluarin karena menikah lalu hamil, 2004 punya anak, 2005 Keenan masih kecil banget, nah… baru 2006 inilah, setelah sudah bener-bener nggak tahu album itu musti diapain, tahu-tahu jalannya terbuka begitu aja. Out of Shell pertama rilis di I-Tunes dulu, dua minggu kemudian baru di toko-toko. Sebagian pembiayaan album ini sempat dibantu juga oleh Triawan Munaf, tapi operasionalnya saya kerjakan sendiri.
2. RSD dulu sukses. Begitu pun buku-buku Anda, laku keras! Apa resepnya?
Wah, apa, ya? Mungkin karena semua dilakukan dengan cinta. Memang kecintaan saya ada di musik dan menulis. Ukuran laku sih relatif ya, tapi kalau kita melakukan profesi kita atas dasar cinta,
passion, pasti hasilnya memuaskan, setidaknya dari ukuran kreatornya. Faktor lain yang nggak kalah penting lagi adalah kerja keras. Mempromosikan buku sebenarnya sangat melelahkan dan menyita waktu, makanya nggak semua penulis mau melakukannya. Tapi sejauh ini saya memilih untuk seoptimal mungkin berpromo karena saya rasa itu yang terbaik bagi buku itu sendiri.
3. Sepintas melihat Dee, yang terbayang Dee itu tipe pemikir dan orangnya serius. Tapi saat membaca beberapa karya Anda seperti Petir dan cerpen Rico De Coro (Filosofi Kopi), sepertinya sisi humor Anda tinggi juga bahkan cenderung “gila”. Benarkah?
Bener banget. Untuk banyak hal saya memang serius, sangat-sangat serius, saya senang berpikir, merenung, melamun, kontemplasi, dan bacaan saya juga kebanyakan serius dan berat. Tapi di sisi lain saya ini pencinta humor sejati, sangat senang tertawa, sangat ringan, konyol, bahkan “gila”. Itu terlihat dari sahabat-sahabat saya yang sangat beragam, dari mulai yang ancur-ancuran lucunya sampai ke para pemikir yang sangat serius. Dan memiliki kedua sisi itu, menurut saya, adalah cara terbaik untuk menikmati hidup. Ada yang bilang, ketika orang sudah mencapai pencerahan dia justru akan tertawa. Saya setuju banget. Untuk jadi tercerahkan biasanya kita setengah mati memeras hati dan otak, tapi kalau pada ujungnya nanti kita malah nggak bisa ketawa, maka pencarian itu sia-sia. Tidak ada cara terjitu untuk memaknai hidup selain lewat humor.
4. Imajinasi Anda pasti tinggi. Pernahkah merasa “kewalahan” dengan talenta Anda itu? Bagaimana Anda mengatur untuk dapat menampung seluruhnya dalam wadah yang tepat?
Kayaknya saya tiap hari kewalahan soal itu, deh. Haha! Dan memang itulah tantangan saya terbesar, mengorganisasi begitu banyak ide dan menyusunnya dalam rancangan kerja yang realistis. Selama ini, yang sering menjadi batu sandungan saya adalah jumlah ide dan keinginan yang tidak sinkron dengan kemampuan riil. Solusinya adalah kompromi dengan diri sendiri. Di kepala saya ada sepuluh proyek, tapi di atas kertas saya cuma bisa mencantumkan dua atau tiga, dan saya tidak boleh terhanyut rasa frustrasi atau gemas karena yang sisanya itu belum bisa direalisasi. Intinya sih,
just get real. Dan untuk bisa realistis bagi seorang pemimpi seperti saya itu adalah tantangan besar.
5. Apa hal-hal yang bisa bikin Anda tertawa lepas dan gembira?
Almost anything. Saya punya sekelompok sahabat, yang kalau sudah dengan mereka dijamin saya bisa lepas dan gila. Dengan keluarga saya pun begitu juga, kami selalu mampu menemukan hal lucu. Momen terlucu yang baru-baru ini terjadi adalah ketika saya di restoran masakan Sunda di Cirebon, dan saya menemukan hal aneh di buku menunya. Jadi untuk menerjemahkan masakannya ke bahasa Inggris mereka pakai istilah Latin, mungkin karena ingin sekali terkesan serius dan akurat. Misalnya, “Keripik Emping” diterjemahkan jadi “Gnentum Gnenom Cracker”, “Ikan Mas Bakar” jadi “Grilled Cyphrinus Carpio”, “Pete Goreng” jadi “Fried Parkia Speciosa”, dan masih banyak lagi. Sumpah, saya ketawa sampai ternangis-nangis, setengah jam lebih nggak berhenti.
I think that’s the best kind of humour. Ketika sesuatu tidak dimaksudkan untuk lucu, ditemukan nggak sengaja, dan absurd.
6. Apa sisi paling mengasyikkan dari pekerjaan Anda sekarang?
Bertemu begitu banyak orang yang berkualitas. Bertemu dengan para pembaca saya yang bilang ‘buku Anda menginspirasi saya’, ‘buku Anda mengubah hidup saya’. Itu tak terkatakan rasanya.
7. Anda bahagia menjadi Dee karena... ?
I can do what I love the most, and actually can make a living out of it. Untuk satu hal itu,
I consider myself very, very lucky.
8. Orang-orang dekat Anda mengatakan Dee itu identik dengan apa?
Kata adik saya: Joget Norak dan Suara Dua. Haha! Berhubung di rumah cuma lagi ada dia, jadi saya nggak ada tambahan dari yang lain.
9. Anda pernah diprotes soal cover novel Akar yang menyinggung satu agama tertentu. Bagaimana reaksi dan sikap Anda menghadapi hal itu?
Setiap agama pasti punya kelompok
chauvinist yang memang hobinya mengklaim ini-itu sebagai milik eksklusif kelompoknya, dan ini merupakan ciri umum dari agama di seluruh dunia. Ketika saya membahas masalah universal seperti spiritualitas, yang merupakan jantung tiap agama, pastinya akan beririsan dengan lapisan periferinya juga, yaitu dengan orang-orang yang pandangannya masih eksklusif dan sempit. Fenomena ini wajar sekali.
There’s no wrong or right, hanya sudut pandang yang berbeda. Dan, saya pikir masyarakat pun bisa bijak melihat esensi dari masalah seperti itu. Toh di berbagai kasus yang serupa pun yang protes juga masih orang-orang yang sama.
10. Menurut Anda, sisi fearless Anda muncul pada saat Anda...
Saat saya jatuh cinta. Rasanya apa aja bisa dilakukan.
And also in those short moments when I feel that life is actually a whole, inseparable, and everything is one.
11. Apa arti seksi buat Anda? Anda mengatakan seorang wanita tampak seksi bila?
Sexy is a state of mind. Sexy is an energy that when transcended becomes nothing but love. Jadi seksi sesungguhnya adalah kemampuan untuk mencinta. Ketika seseorang tampak sangat nyaman dengan dirinya sendiri, menurut saya itu sangat seksi. Penerimaan diri itu bukan hal yang mudah, tidak bisa dicapai dengan kosmetik atau operasi plastik, dan sepertinya orang-orang modern makin keras berjuang untuk bisa diterima. Mereka cari
guidance dari majalah, dari iklan, dari macam-macam. Ada yang ketemu, tapi lebih banyak lagi yang malah tersesat.
When a woman finally arrives at a point where she can claim: “This is me. And I’m happy and comfortable with myself”, it’s when she reaches the sexiest point of her life.
12. Anda suka membaca apa? Musik siapa yang Anda dengarkan?
Bacaan saya kebanyakan seputar spiritualitas, sains, filsafat, kesehatan, parenting, ekologi, dan beberapa fiksi. Kalau sekarang lagi suka baca bukunya Graham Hancock yang mendekonstruksi sejarah pra-primitif dan bicara soal The Lost Civilization, dan yang lebih menariknya lagi adalah ternyata penelitian tsb masih berhubungan dengan
global warming yang kita hadapi sekarang. Lagi baca bukunya Osho juga. Untuk musik saya kebanyakan suka band atau
singer-songwriter, saya suka Tears for Fears, Sarah McLachlan, Paula Cole, dll.
13. Apa pengaruh keluarga/orangtua dalam membentuk karakter Anda hingga seperti sekarang ini?
Sangat besar. Mereka tidak pernah intervensi kerjaan saya secara langsung, tapi keberadaan mereka sebagai sebuah sistem penyokong memungkinkan saya bisa berkembang seperti ini. Ayah saya sangat demokratis, berpikiran terbuka. Ibu saya cenderung disiplin, intelektual. Kakak-adik saya “gila” semua, mereka memang seniman-seniman sejak kecil, dan sampai sekarang pun bekerja di bidang seni. Jadi kreativitas sudah jadi kegiatan sehari-hari dari kami kanak-kanak.
14. Apa yang kamu lakukan untuk relaksasi, keluar dari 'rutinitas' sebagai selebriti?
Santai di rumah saja, nonton TV kabel, nggak keluar-keluar, bahkan seharian nggak mandi, itu sudah jadi relaksasi. Sesekali ke bioskop, atau nongkrong ketemu teman-teman lama.
15. Apa impian Anda saat ini?
Pingin
travelling. Banyak sekali yang ingin saya lihat tapi sejauh ini waktunya belum ada. Mudah-mudahan setelah Keenan agak besar, setelah proyek-proyek buku selesai, saya ingin
off dulu beberapa lama dan hanya
travelling.