Hai, Mbak
Dee. Lagi mengerjakan project apa sekarang?
Lagi tidak mengerjakan apa-apa alias rihat.
Februari 2016 lalu saya menyelesaikan serial Supernova dengan merilis buku ke-6
sekaligus penutup yakni Inteligensi Embun
Pagi, dan sekarang ini saya masih jeda dulu dari proses kreatif, mungkin
hingga awal 2017.
Bagaimana
awalnya Mbak Dee menjadi seorang penulis? Kapan dan bagaimana Mbak Dee sadar bahwa
passion Mbak Dee adalah bidang ini?
Sejak kecil senang mengkhayal, mulai mencoba
menulis sedikit serius sejak kelas 5 SD, dan pada tahun 2001, tepat ketika berulang
tahun ke-25, saya menerbitkan buku pertama saya, Supernova: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh.
Menurut
Mbak Dee, etos kerja atau karakter seperti apa yang diperlukan untuk menjadi
seorang penulis yang baik?
Mau belajar, memelihara rasa ingin tahu, punya
disiplin, dan jeli mengamati keadaan sekitar termasuk mengamati batinnya
sendiri.
Menurut
Mbak Dee, bagaimana prospek karir penulis di Indonesia? Mengingat industri ini memiliki
banyak sekali pesaing.
Sebagai karier, tentu permasalahannya bukan
kreativitas atau pesaing semata-mata, tapi industri perbukuan secara
keseluruhan. Untuk beberapa penulis yang berhasil, sekarang ini bukannya tidak
mungkin mengandalkan profesi penulis sebagai sumber mata pencaharian. Tapi, hal
ini bukan hal yang mudah dicapai. Tidak ada formula pasti agar buku kita bisa
jadi best-seller, kalau formula itu ada, harusnya semua buku bisa jadi
best-seller. Kenyataannya, tidak. Jadi, saya lebih fokus untuk menuliskan topik
yang saya sukai, berusaha bekerja sebaik mungkin. Itu lebih penting daripada
fokus kepada meraba kemauan pasar. Saya percaya basis pembaca itu bisa
diciptakan.
Apa
yang paling Mbak Dee sukai dari menjadi seorang penulis, dan apa tantangannnya?
Menciptakan semesta kehidupan dan menjadi rahim
dari sebuah kehidupan. Tantangan utama bagi saya adalah menjaga keseimbangan
dalam keseharian dan waktu saya agar tetap fungsional di hal-hal lain di luar
menulis.
Siapa
penulis atau penulis idola Mbak Dee, dan kenapa?
Banyak. Salah satunya Graham Hancock. Karyanya
kebanyakan nonfiksi, meski ada beberapa yang fiksi. Dedikasinya untuk sebuah
topik, melakukan penelitian, dan menuangkannya ke dalam tulisan, sangat luar
biasa.
Cerita,
dong, tentang awalnya ide menulis buku Perahu Kertas. Bagaimana mendalami dunia
anak muda untuk membangun tokoh Keenan dan Kugy?
Perahu Kertas adalah cerita yang aslinya saya
tulis semasa kuliah, tahun 1996. Saya ingin membuat cerita cinta yang elegan
dalam format cerita bersambung. Namun, karena waktu itu (dan sekarang) sudah
tidak banyak media yang memuat cerita bersambung, akhirnya saya jadikan novel.
Saya tulis ulang tahun 2008 dengan setting waktu yang sedikit dimajukan. Tidak
terlalu sulit sebetulnya untuk mendalami dunia Keenan dan Kugy. Plus, saya
waktu itu menyewa kamar kos untuk menulis, tetangga saya mahasiswi semua. Jadi,
sedikit banyak itu juga membantu.
Pengalaman
apa yang paling berkesan selama membuat Perahu Kertas?
Waktu itu saya mencoba metode menulis yang
belum pernah saya lakukan sebelumnya, yakni menentukan deadline terlebih dahulu
dan kemudian mengumumkan deadline tersebut ke publik. Jadi, ada ekstra tekanan.
Akibatnya, saya jadi lebih fokus. Metode itu akhirnya saya pakai terus,
walaupun tidak selalu mengumumkan deadline saya ke publik.
Boleh
minta lima tips bagi anak muda yang ingin memulai menjadi penulis? (Bagaimana
mencari inspirasi sampai bagaimana memotivasi diri sendiri untuk terus menulis)
Ciptakan ruang dan waktu yang rutin untuk
menulis. Dua jam per hari, misalnya. Buat target tenggat waktu dan agenda
kerja, dan berusahalah untuk mematuhinya. Coba selesaikan sebuah karya, apapun
formatnya. Biasanya, begitu seseorang
sudah berhasil menamatkan sebuah karya, ia akan punya kepercayaan diri untuk
meneruskan ke karya berikutnya. Tidak usah untuk diterbitkan dulu juga tidak
apa-apa. Yang penting berlatih.
Waktu
kuliah, bagaimana, sih, profil dan aktivitas Mbak Dee secara garis besar?
(berprestasi secara akademis? Suka berorganisasi? Suka nongkrong di kampus?)
Saya sudah memulai karier jadi penyanyi dari
awal masuk kuliah, jadi saya tidak punya banyak kesempatan terlibat di
aktivitas kampus karena sudah sibuk membagi waktu antara kuliah dan karier.
Kedatangan saya ke kampus lebih seperlunya saja. Tidak juga punya ambisi
berprestasi secara akademis. Lebih sering menahan kantuk ketika kuliah. Tapi
ketika skripsi, saya akhirnya menemukan topik yang benar-benar menarik dan
mendadak saya jadi serius banget belajar. Sayangnya, itu baru terjadi menjelang
saya lulus, hehe.
First
job Mbak Dee dulu apa? Kenapa memilih pekerjaan itu? How did you like it? Tell
us more about it!
Jadi penari. Tahun 1990, kelas 1 SMA.
Pementasan pertama saya honornya saya belikan tas sekolah dan empat jam tangan
Kura-Kura Ninja. Motivasinya lebih karena iseng mencoba dan kebetulan klub
dance saya itu dapat porsi di sebuah pertunjukan besar, jadi saya langsung
dilibatkan secara profesional. I stayed in the dance club for one year. I
didn’t enjoy it as much as I enjoyed singing and music, to be honest. Tapi, itu
adalah pengalaman berharga yang tak terlupakan.
Apa
skill yang dipelajari di luar bangku sekolah, tapi bermanfaat untuk profesi Mbak
Dee sekarang?
Musik. Saya les piano, dan itu menjadi basis
saya untuk menciptakan lagu. Untuk nyanyi saya otodidak, lebih karena aktif di
paduan suara dan grup vokal sejak kecil, baik di gereja maupun di ekskul
sekolah.
Boleh
cerita tentang satu contoh kegagalan Mbak Dee dalam karier ataupun studi? Apa
yang bikin kembali bersemangat?
Saking sibuknya di paduan suara dan grup vokal,
waktu kelas 2 SMA saya sempat jadi ranking 49 dari 51 siswa. Itu rekor akademik
saya terburuk. Tapi, saya nggak nyesal-nyesal amat, karena saya tahu itu bukan
karena saya bodoh, tapi karena saya fokus ke hal lain. Pada saat bersamaan,
saat itu saya memimpin seksi kesenian di sekolah, dan SMA saya mendapatkan
prestasi puncaknya di ajang-ajang perlombaan musik.
Kalau
nggak jadi penulis atau penyanyi, kira-kira seorang Dewi Lestari bakal
berprofesi sebagai apa?
Mungkin jadi juru masak dan buka restoran.
Hal
apa yang Mbak Dee lakukan dulu ketika kuliah tapi nggak dilakukan oleh
teman-teman sehingga Mbak Dee bisa sukses seperti sekarang?
Saya kurang tahu pasti karena tidak mengecek
kegiatan semua teman saya. Saya hanya merasa beruntung karena bisa
mengidentifikasi passion saya sejak
cukup awal dan cukup serius untuk menggelutinya.
Mbak
Dee bakal mengisi acara di Ubud Writers and Readers Festival 2016, apa hal yang
paling bikin Mbak Dee excited?
Hadir di UWRF selalu menyenangkan karena bukan
cuma berkesempatan untuk melihat banyak sesi menarik dari penulis berkualitas,
tapi juga atmosfer kreatif yang bisa kita nikmati hanya dengan hadir di sana
selama UWRF. Untuk UWRF kali ini saya juga akan berkesempatan untuk membahas
perjalanan serial Supernova. That will be exciting for me.
Menurut
Mbak Dee, Kalau anak-anak muda ke UWRF, kira-kira apa benefit yang bisa mereka
ambil?
Seperti yang saya bilang tadi, berada di sana
saja sudah pasti bisa merasakan atmosfer kreatif yang kental. It’s so
refreshing and invigorating. Menyaksikan begitu banyak orang kreatif berkumpul
dan berbagi pengalaman mereka, menurut saya sudah merupakan manfaat yang luar
biasa.
What
would you say to your 20-year-old self?
The best is yet to come.