Sebagai
pembuka, karena di bulan ini kita memperingati Hari Kartini, menurut Mbak Dee
bagaimana sih seharusnya tokoh Kartini itu?
“Seharusnya” bukanlah konsep yang saya miliki tentang Hari
Kartini maupun sosok Kartini. Namun, sebagaimana Kartini pada saat itu, saya
merasa Kartini menyimbolkan pemikiran kritis terhadap kemajuan dan harkat
perempuan. Ia sosok yang cerdas dan melampaui zaman, walaupun akhirnya menyerah
kepada keterbatasan yang mengungkungnya saat itu. Saya merasa pergelutan
Kartini itu lebih di tataran intelektual.
Dalam
pandangan Mbak Dee, apa yang sebenarnya menjadikan seorang wanita itu hebat?
Perempuan yang bersentuhan dekat dengan potensinya,
kekuatannya, dan mampu memanifestasikannya dalam kehidupan nyata, bidang apa
pun itu, termasuk dalam berumah tangga dan membesarkan anak-anaknya.
Apa
yang bisa dilakukan seorang perempuan untuk memberdayakan (empowering) sesama
perempuan?
Saling berbagi informasi, pengetahuan, pemikiran. Saya rasa
itu juga yang kurang lebih dilakukan Kartini dulu. Saat ini tentu kita sudah
bisa melangkah jauh, ada yang memilih berorganisasi, bergerak melalui LSM, dsb.
Namun, intinya adalah bagaimana kita menciptakan kesadaran akan kekuatan dan
potensi kaum perempuan.
Kembali
ke Kartini, kita tahu ia dikenal salah satunya karena ia mendokumentasikan
pemikirannya dalam tulisan dan mengirimkannya dalam bentuk surat pada temannya,
bagaimana Mbak Dee memandang hal tersebut?
Bagaimana pandangan Mbak Dee jika Mbak disebut disebut
sebagai Kartini Literasi?
Saya merasa predikat seperti itu merupakan hak dari pembaca
atau siapa pun yang berada di luar dari saya sendiri, tentunya. Jika saya
kembali ke diri saya sendiri, saya berkarya bukan demi predikat, melainkan
karena kecintaan dan kegemaran saya pada seni bercerita. Tentu pada akhirnya,
ketika seorang konsisten berkarya dan mulai memiliki gaung di tengah
masyarakat, akan ada banyak predikat yang disandangkan. Saya merasa itu sesuatu
yang patut diapresiasi, tapi bukan sesuatu yang saya kejar, jadi saya terima
saja.
Oh
ya, Mbak Dee sendiri sejak kapan suka menulis dan mengapa memutuskan untuk
berkarya lewat tulisan?
Saya mulai menulis “novel-novelan” sejak kelas lima SD, dan
sering mengkhayal cerita-cerita bahkan lebih muda dari itu. Setelahnya saya
menulis terus sebagai hobi, sampai lulus kuliah, berkarier di bidang musik, dan
akhirnya tahun 2001 saya menerbitkan buku (Supernova episode Kesatria, Puteri,
dan Bintang Jatuh).
Bagi
Mbak, menulis itu apa?
Saluran berekspresi dan pekerjaan yang saya cintai.
Siapa
(atau apa) yang menjadi inspirasi Mbak Dee dalam menulis?
Inspirasi saya didapat dari hidup itu sendiri. Ketika
menjalani hidup dan mengalami berbagai pengalaman, banyak hal yang renungkan,
ingin saya bagikan, dan komunikasikan ke pihak lain. Medium yang saya pilih
adalah menulis. Sama halnya dengan pelukis yang memilih melakukannya lewat
lukisan, atau musikus yang berekspresi lewat musik.
Karya
seperti apa sih yang ingin dihasilkan oleh seorang Dewi Lestari?
Karya yang saya sendiri sukai. Saya hanya menulis buku yang
ingin saya baca, dan lagu yang ingin saya dengar.
Adakah
pesan atau tips dari Mbak Dee untuk pembaca Belia yang ingin atau sudah
mulai menulis?
Menulis itu seperti otot. Jika kita ingin tangguh, ingin
bertumbuh, ingin terus bertambah kuat, satu-satunya cara adalah dilatih,
sering, dan sebisa mungkin rutin. Setelah sering latihan, tentu kita juga ingin
tahu cara berlatih yang benar dan efektif, maka carilah ilmu menulis yang baik,
lewat membaca, ikut workshop, dan sebagainya. Intinya jadikan itu bagian dari
hidup seperti halnya kita makan dan minum.