Apakah
latar belakang Dewi Lestari sehingga dapat berkarya tidak hanya sebagai penulis
namun juga sebagai pencipta lagu?
Dorongan
ataupun ketertarikan mencipta lagu sudah saya rasakan sejak kecil. Seingat
saya, saya pertama kali coba-coba bikin lagu sejak kelas 2 SD, tapi tentunya
belum terstruktur dengan baik. Baru kelas 5 SD saya mencoba lebih serius dan
berhasil membuat dua lagu pada saat itu. Sehabis itu, terus coba-coba di bangku
SMP. Namun, baru saat kuliah saya mulai lebih serius lagi. Lagu pertama saya
yang masuk dapur rekaman adalah Satu Bintang di Langit Kelam, saya tulis tahun
1994, dan masuk ke album perdana Rida Sita Dewi tahun 1995. Saya menulis juga
sejak kecil, sejak SD. Kelas 5 SD pertama mencoba bikin novel, dan terus
coba-coba. Jadi, sejarahnya kurang lebih sama dan berjalan paralel. Intinya, passion saya adalah story-telling. Fiksi atau lagu, hanya perkara mediumnya saja.
Bagaimana
pengalaman Dewi Lestari saat membuat karya musik pertama/lagu pertama?
Urgensi/inspirasi apa yang dirasakan? Kronologi pembuatannya seperti apa?
Bagi
saya, proses bikin lagu itu selalu “balap-balapan” antara melodi dan lirik.
Terkadang lirik membuka pemicu untuk melodi baru, terkadang melodi yang memicu
lirik. Jadi, datangnya silih berganti. Baru setelah rampung, saya punya
kesempatan untuk mengedit lirik agar lebih rapi dan sempurna. Inspirasinya
biasanya datang dari merasakan sebuah emosi. Bisa dari pengalaman pribadi,
maupun pengalaman orang lain. Tapi, saya selalu melihat frame sebuah cerita
untuk bisa dijadikan lagu. Jadi, tetap ada unsur story-telling.
Bagaimanakah
proses kronologi pembuatan lagu yang sering dilakukan atau sudah menjadi
kebiasaan bagi Dewi Lestari?
Mirip
dengan jawaban di atas. Biasanya, muncul potongan sedikit melodi, lalu beberapa
kata untuk lirik. Kemudian, saya lanjutkan di piano. Proses merampungkannya
jarang sekali jadi. Biasanya, bisa makan waktu beberapa hari. Bahkan beberapa minggu.
Jadi, saya bolak-balik mengunjungi draf lagu, hingga rampung. Baru, saya edit
ulang lirik agar rapi; efisien dalam penggunaan kata, enak dinyanyikan,
ceritanya lebih runut.
Apakah
inspirasi yang biasanya memicu Dewi Lestari sebelum membuat sebuah lagu?
Emosi,
yang kemudian saya kembangkan menjadi cerita.
Bagaimana
proses pembuatan lirik yang diterapkan dalam pembuatan lagu bagi Dewi Lestari?
Mirip
dengan jawaban-jawaban di atas. Kalau sudah ada bingkai cerita maka biasanya
lebih mudah. Sama dengan prinsip bercerita, awal itu biasanya set-up, di bait kedua sudah ada
“persoalan” lagu, dan biasanya pesan utamanya muncul di reffrain.
Dalam
pembuatan lirik adakah teori yang dipakai khususnya teori dalam ilmu sastra?
Misalnya semantic atau rima, apakah rima penting untuk membuat lirik?
Tidak
berdasarkan teori tertentu. Lebih banyak feeling.
Rima biasanya saya terapkan karena bagi kuping saya lirik yang punya rima
lebih enak didengar.
Apakah
keberadaan teori sangat berperan dalam pembuatan lagu secara keseluruhan atau
tidak sama sekali?
Karena
saya otodidak, saya tidak menjalankan teori tertentu. Belakangan baru saya
baca-baca buku tentang songwriting, dan
ternyata sebagian besar sudah saya terapkan tanpa disadari. Misalnya, tentang prosody, yakni kesesuaian melodi dan
lirik. Bagi saya, prosody sangat
penting. Dan, itu terasa ketika saya mendengar lagu yang menurut saya baik. Dan
juga terasa ketika saya mendengar lagu yang prosody-nya
nggak pas, contohnya lagu dengan melodi cerah tapi diberi lirik yang sendu.
Jadi, nggak terasa “kawin”.
Manakah
yang lebih didahulukan dalam membuat lagu, lirik atau melodi lagu?
Sama
seperti jawaban no 2.
Jika
lirik dibuat terlebih dahulu, adakah pemberlakuan/treatment yang sering
digunakan saat membuat melodi berdasarkan lirik yang ada?
Saya
tidak pernah membuat lagu (melodi) dengan lirik yang sudah rampung terlebih
dahulu. Selalu overlapping.
Jika
melodi dibuat terlebih dahulu, adakah pemberlakuan yang sering digunakan saat
membuat lirik?
Sama
dengan jawaban no 9.
Lirik
yang menyesuaikan melodi atau melodi yang menyesuaikan lirik? Manakah yang
biasanya ‘dikorbankan’?
Keduanya
saling menyesuaikan.
Apakah
lirik dan melodi memiliki posisi yang sederajat atau ada yang lebih penting
diantara keduanya?
Bagi
saya sama penting. Lirik indah tapi melodi tidak menggugah sama lemahnya dengan
melodi indah tapi lirik tidak menggugah.
Hal
apakah yang paling penting dalam sebuah lagu sehingga lagu dapat dikatakan
matang?
Strukturnya
rapi, jelas. Baik dari segi melodi, bagan lagu, hingga cerita/konten lagu.
Apakah
makna lirik berhubungan dengan pergerakan melodi dalam lagu?
Itu
yang tadi saya sebut dengan prosody. Salah
satu lagu dengan prosody terbaik
konon adalah I Don’t Have The Heart (James Ingram). Bisa dipelajari bagaimana
ketika melodi dan lirik sudah “kawin” atau terintegrasi, maka yang terjadi
adalah cerita. Tidak lagi bisa kita pisahkan melodi dan liriknya. Keduanya
saling memberi penekanan yang tepat hingga baik melodi dan lirik sama-sama kuat
bagi pendengar.
Apa
pendapat Dewi Lestari tentang lagu yang memiliki makna lirik yang
buruk/negatif? (Contohnya: Yura – Cinta dan Rahasia dll.)
Saya
punya definisi berbeda tentang makna lirik yang negatif. Bagi saya, lirik yang
sampai taraf negatif itu kalau sudah sampai ke taraf menghasut ke tindakan
kriminal seperti membunuh, dsb. Namun, apa yang diungkap dalam contoh lagu yang
kamu berikan, saya rasa masih sangat realistis dan banyak dialami oleh
orang-orang. Jadi, saya merasa netral-netral saja dengan lagu tsb.
Apakah
cerita lagu diutamakan dalam pembuatan lagu?
Bagi
saya, iya.
Apakah
ada pemberlakuan yang berbeda antara verse, pre chorus maupun chorus dalam hal
lirik maupun melodi?
Saya
belum terlalu jelas dengan makna “pemberlakuan” dalam konteks pertanyaan di
atas. Tapi tentu saja karakteristik verse, pre-chorus, dan chorus berbeda.
Verse sifatnya membuka, pre-chorus sebagai jembatan, dan chorus biasanya punya
kekuatan ekstra, nadanya lebih klimaks. Secara lirik, bergantung pendekatan
penulis lagunya seperti apa. Kalau saya, prinsipnya seperti story-telling. Ada
set-up, ada masalah, ada penyelesaian/kesimpulan.
Apakah
pencipta lagu terbiasa mengerjakan lagu secara individual atau lebih menyukai
bekerja sama dengan musisi lainnya? Jika bekerja sama dengan musisi,
bagaimanakah prosesnya? Dan apakah sulit karena tentu saja memiliki perbedaan
selera dan pendapat.
Hal
tersebut sifatnya individual. Jawaban saya tentu tidak bisa mewakili penulis
lagu lain. Kalau saya sejauh ini selalu bekerja sendiri.
Apa
latar belakang dari lagu Firasat yang dibuat oleh Dewi Lestari?
Banyak
lagu saya yang tidak punya “latar belakang” atau “misi”, lebih ke lahir begitu
saja. Firasat, adalah salah satunya. Yang saya ingat, waktu itu saya diminta
bikin lagu untuk album Marcell. Dan, karena suara Marcell cenderung lebih
R&B, saya kemudian membayangkan melodi yang kira-kira cocok dilantunkan
Boyz II Men, dan lalu muncullah potongan melodi di reffrain Firasat, yang tak
lama kemudian saya pasangkan dengan kata-kata “Cepat pulang”. Setelah itu mulai
terbingkai sebuah cerita yang lebih lengkap.
Adakah
interaksi yang terjadi antara lirik dengan melodi dari lagu Firasat? Jika ada,
seperti apakah interaksi tersebut?
Sama
seperti jawaban sebelum-sebelumnya. Karena saya menciptakan lagu secara overlapping, keterkaitan antara melodi
dan lirik otomatis jadi sangat kuat karena saling mendorong terciptanya satu
sama lain. Begitu juga dengan Firasat.
Bagaimanakah
kronologi pembuatan lagu Firasat?
Sama
seperti jawaban no 19. Sekadar tambahan, Firasat adalah lagu yang sepenuhnya
saya ciptakan di “kepala”, tanpa bantuan alat musik. Karena saya bikinnya waktu
itu di luar kota. Baru ketika saya pulang ke rumah, saya coba mainkan di piano
untuk tahu chord-nya.
Lebih
penting mana, membuat lagu untuk disukai orang yang mendengar atau membuat lagu
agar orang mengetahui pesan lagu tersebut, suka atau tidak suka?
Pada
prinsipnya, saya hanya menulis lagu yang ingin saya dengar. Artinya, patokannya
adalah saya sendiri. Saya harus suka duluan sama lagunya. Orang lain suka, saya
anggap bonus. Tapi, saya tidak pernah bikin lagu yang saya sendiri nggak suka.
Menurut
pendapat Dewi Lestari, apa perbedaan musik instrumental dengan musik ber-lirik?
Apakah ada yang lebih bermanfaat/bagus/komunikatif?
Saya rasa musik instrumental lebih mengedepankan pada
penekanan pada instrumen tertentu atau sebuah aransemen/komposisi
multi-instrumen. Sama halnya dengan musik yang berlirik, keduanya tentu punya
cerita yang ingin dikomunikasikan. Hanya saja pada musik instrumental, cerita
itu tidak disampaikan secara verbal. Jadi, bukan soal lebih bagus atau tidak.
Kembali kepada tujuan maupun preferensi kreatornya. Yang jelas, biasanya musik
instrumental punya interval melodi yang lebih luas dan kompleks karena tidak
perlu memperhitungkan rentang maupun kenyamanan vokal sebagai salah satu
instrumen. Sementara musik yang berlirik biasanya memperhitungkan kecocokan dan
kenyamanan vokalis untuk membawakan lagu.