Bagaimana proses Dee menutup heksalogi
Supernova ini?
Dari
2011 sebetulnya saya sudah menulis maraton sejak Partikel hingga IEP. Jadi,
pemetaan untuk IEP ini sudah dilakukan sebelum menulis Partikel. Seperti biasa,
saya selalu menentukan deadline untuk
draf pertama terlebih dahulu, kemudian menulis dengan target harian. Sejak
Januari 2015 saya mulai menulis IEP hingga September, sisanya adalah
penyuntingan dan penulisan ulang untuk beberapa bagian.
Adakah hal yang dirasa belum tersampaikan
dalam Supernova yang ditutup oleh IEP? Atau hal yang akhirnya tak jadi
dicantumkan di dalamnya? Boleh tahu tentang apa saja?
Yang
tidak jadi dicantumkan tidak ada. Yang merupakan pertanyaan baru ada, dan itu
untuk menjadi bahan jika cerita dilanjutkan. Jadi, dalam IEP saya menutup
banyak pertanyaan dari episode 1-5, tapi juga memasukkan pertanyaan-pertanyaan
baru yang memang sengaja tidak saya jawab di IEP.
Sempat mengalami jetlag saat sudah
merampungkan IEP pada hari-hari berikutnya? Bagaimana dengan siklus tidur
misalnya?
“Jetlag”
dalam konteks menulis maksudnya gimana, ya? Kurang tidur? Nggak juga, sih.
Justru ketika menulis hidup saya teratur karena jam kerjanya sudah ditentukan
sedemikian rupa dan saya memang sengaja membatasi kegiatan di luar rumah selama mengerjakan proyek menulis. Saya menulis di
pagi hari sampai sore, malamnya istirahat.
Apakah selama menggarap IEP semua aman
terkendali? Apa saja ide yang sudah hadir dalam benak Dee pasca IEP rampung? Boleh
ada bocoran?
Pada
periode pasca IEP rampung yang saya butuhkan adalah jeda. Saya tidak ingin
terlibat dalam proses kreatif intensif apa pun, semisal buku baru. Saya ingin
istirahat, hidup normal tanpa deadline,
dan mengerjakan kegiatan-kegiatan yang selama ini tertunda, seperti membaca
(yang bukan untuk riset), menulis pendek, ikut kursus-kursus, dan lain
sebagainya. Kalau pun ada ide muncul, saya tidak gubris dulu.
Setelah memasuki masa jeda dari Supernova,
apa saja yang saat ini Dee lakukan?
Saat
ini masih dalam masa promosi Supernova hingga kira-kira bulan Mei. Ada banyak
juga undangan talkshow di
kampus-kampus. Setelah Mei, saya pengin rihat saja, liburan dengan keluarga.
Makin rajin eksplorasi resep-resep? Apa ada
target juga untuk ulik-ulik masakan dari dapur rumah saat absen nulis sementara
waktu?
Sekarang
belum, karena sejak rilis buku saya belum punya jeda yang berarti. Saya
sebetulnya ingin lebih rajin mengisi blog, tapi kayaknya energi saya yang
tersisa sekarang hanya cukupan untuk menjalankan sisa promosi saja. Belum punya
banyak waktu dan kesegaran berpikir untuk hal-hal lain.
Di berbagai kesempatan Dee Lestari kerap
melibatkan anggota keluarga untuk berpartisipasi hadir, seberapa besar dukungan
anak dan suami untuk karier selama
ini?
Bisa
dibilang merekalah support system saya.
Dalam berproses kreatif, seorang penulis
pasti bekerja sendiri, tapi saya hanya bisa berfungsi kalau sekeliling saya
juga mendukung dan suportif. Dengan suami, saya banyak dapat masukan untuk
sistem produktivitas. Dan, karena dia profesinya adalah terapis kesehatan,
otomatis saya didukung juga dengan ilmunya, entah itu untuk kepentingan fisik
maupun batin.
Apakah sempat ada ‘curcol’ dari anak-anak
atau suami saat melihat Dee begitu serius menggarap IEP?
Mereka
kehilangan, itu sudah pasti. Meski saya kelihatan banyak di rumah, sebagian
besar fokus saya ditujukan untuk berkarya, jadi banyak hal yang saya terpaksa
lepas atau kurangi fokusnya. Contohnya, suami saya sempat rantangan, karena
saya sudah nggak sempat masak. Banyak kegiatan anak yang saya nggak bisa ikuti
lagi dengan maksimal karena waktu dan fokus saya tersedot untuk IEP.
Karier menyanyi pun tak lepas dari sosok Dee,
belakangan ini RSD sering kembali muncul, apakah ini tanda-tanda akan ada
proyek baru yang digarap lebih serius selain hadir di festival-festival musik?
Buat album baru, mungkin?
Untuk
album sebetulnya belum ada rencana. RSD sejauh ini konsepnya memang lebih ke
konteks reuni. Jadi, bukan rutin tampil lagi. Cukup sulit untuk kami menemukan
waktu yang pas buat latihan, dsb. Jadi, sesekali tampil di acara yang tepat
sudah cukup untuk kami sementara ini.
Apakah ada sikap hati-hati yang Dee tunjukkan
saat ada pihak yang ingin memfilmkan karya-karya Dee? Melihat banyak proses
ekranisasi yang rasanya jauh dari harapan atau kisah sumber dalam buku. Apakah
The Dee termasuk orang yang perfeksionis dalam urusan satu ini?
Tadinya,
iya. Tapi, ketika dijalani, saya tersadar kalau saya terlalu banyak turut
campur dalam produksi film, fokus saya makin habis tersedot dan buku-buku saya
bisa keteteran, padahal status saya bukan produser, melainkan penulis yang
dibeli hak adaptasinya. Banyak yang mengira bahwa ketika sebuah buku difilmkan
maka penulis masih seperti ‘tuhan’ yang punya kuasa atas produk filmnya,
padahal belum tentu. Hal itu hanya bisa terjadi kalau penulis ikut turun tangan
menjadi produser. Itu pun tentu harus berkompromi dengan banyak pihak. Film
adalah karya seni kolaborasi banyak pihak. Beda dengan menulis buku yang lebih
pe pekerjaan kreator tunggal. Jadi, untuk film, saya justru belajar
berkompromi. Pembuat film mengadaptasi dan akan punya interpretasi sendiri.