Apa yang Anda dapatkan ketika Anda menulis? Perasaan,
atmosfer, dan suasana?
Bagi
saya menulis adalah pekerjaan yang bisa membuat terhanyut, kadang lupa waktu.
Drama yang digeluti oleh karakter-karakter saya, sedikit banyak saya rasakan
juga. Suasana dan atmosfer yang saya ciptakan dalam semesta fiksi saya, sedikit
banyak saya ikut berada di dalamnya juga. Dalam menulis saya menciptakan dunia
lain dan ikut berada di dalamnya.
Sebelum menulis, Anda lebih dikenal sebagai
seorang penyanyi. Kembali ke masa-masa itu, bagaimana sampai akhirnya Anda bisa
menjadi seorang penulis?
Menulis
adalah hobi sejak kecil. Tahun 2001 saya menerbitkan buku pertama saya, Supernova: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Sejak itu saya terus menulis
buku hingga sekarang.
Menurut Anda, seperti apakah seorang penulis
yang baik?
Penulis
yang baik adalah pengamat yang baik. Penulis yang andal adalah penulis yang
jernih dan runut; jernih mengungkapkan idenya dan runut dalam logika bercerita.
Untuk menghasilkan suatu tulisan (novel),
berapa lama biasanya waktu riset yang Anda lakukan?
Biasanya
riset saya sudah sepaket dengan proses menulisnya. Untuk banyak topik saya juga
tidak menyisihkan waktu khusus karena riset sudah menjadi bagian dari
keseharian saya. Apa yang saya baca dan pelajari dan saya pikir menarik, dalam
kurun waktu mana pun itu, biasanya itulah topik-topik yang saya pilih untuk
diceritakan. Jadi, bisa saja saya menulis manuskrip tahun 2015, tapi risetnya
sudah saya lakukan sejak sepuluh tahun sebelumnya. Tapi, seiring penulisan
manuskrip, tentu ada detail-detail baru yang juga perlu riset baru. Itu saya
lakukan sambil berjalan.
Pernah nggak sih terbawa perasaan ketika
menulis novel? Sampai menangis atau tertawa sendiri saat menulis?
Selalu.
Ketika merasa stuck di tengah-tengah penulisan, apa kiat Anda untuk
mengatasinya?
Kalau
hanya stuck biasa, saya paling
berhenti dan rihat sejenak. Teruskan lagi keesokan harinya. Kalau kita punya deadline dan berkomitmen untuk
memenuhinya, kita nggak akan lantas membatalkan karya kita hanya karena stuck. Kita akan jalan terus sampai
selesai. Karena itu punya deadline dan
rencana kerja sebelum memulai suatu karya sangatlah penting buat saya.
Siapa penulis idola Anda? Mengapa?
Sejujurnya
tidak ada penulis yang karyanya terus-terusan saya ikuti atau terus-terusan
saya jadikan panutan. Beberapa penulis yang pernah punya pengaruh atas
kepenulisan saya antara lain Sapardi Djoko Damono, Rattawut Lapcharoensap, Dave
Eggers, Ana Castillo.
Jika ada seseorang yang menulis sebuah novel
dan menjadikan sosok Anda sebagai karakternya, karakter seperti apa yang sangat
menggambarkan diri Anda?
Penuh
rasa ingin tahu, senang humor, suka seni, nyentrik, dan cenderung pemalas.
Kembali mengingat seorang Dee Lestari saat
pertama kali menulis novel Supernova pertama di tahun 2001, apa yang Anda
rasakan ketika telah menjadi seorang Dee Lestari seperti sekarang ketika Anda
punya semakin banyak karya dan semakin banyak yang mengenal karya-karya Anda?
Saya
semakin mencintai seni bercerita, atau story
telling, saya juga merasa tertantang untuk selalu memperbaiki skill saya dalam story crafting. Baik itu dalam fiksi maupun menulis lagu. Intinya, saya semakin mencintai
pekerjaan saya. Dan, tampaknya itu jugalah yang kemudian menjadi identik di
mata orang banyak saat ini, yakni sisi pencerita saya.
Dari 10 buku yang telah Anda tulis, termasuk
6 buku Supernova, adakah yang menjadi favorit Anda? Mengapa?
Saya
selalu merasa paling dekat dengan karya yang paling akhir saya tulis. Jadi,
saat ini (entah nanti), favorit saya adalah Supernova:
Inteligensi Embun Pagi.
Buku apa yang penulisannya paling menantang
Anda?
Sejauh
ini juga Supernova: Inteligensi Embun
Pagi. Itu adalah novel berukuran epik pertama saya, plus saya juga harus
menggabungkan rangkaian dari lima buku sebelumnya. Jadi, sangat menantang.
Bicara project
yang Anda kerjakan belum lama ini, yaitu menulis lagu untuk Raisa.
Ceritakan mengenai project ini.
Berbeda
dengan menulis fiksi, saya belum punya metodologi kerja rutin untuk bikin lagu.
Jadi, saya bikin lagu itu musiman, hanya kalau disambar ‘wangsit’ saja. Satu
saat, saya melihat foto di Instagram, kebetulan itu foto tangan Raisa yang
ujung jarinya sedang digenggam oleh pacarnya, Keenan Pearce. Bagi saya foto itu
indah dan menggugah, dan akhirnya tercetuslah lagu tersebut. Lagu itu sempat
lama tertunda karena saya menulis IEP. Berbulan-bulan
jaraknya dari ide pertama yang cuma sepotong reffrain hingga akhirnya rampung. Ketika lagunya jadi, momennya
kebetulan pas dengan Raisa yang sedang menyusun materi album baru. I guess it’s just meant to be.
Apa rencana Anda selanjutnya?
Sampai
bulan Mei nanti saya masih menjalankan beberapa acara promo buku, antara lain
saya akan tampil di Asean Literary Festival, Makassar International Writers
Festival, dan beberapa undangan talkshow di kampus-kampus. Setelah itu, saya
ingin break dulu.
Apa pencapaian terbesar Anda sebagai seorang
penulis?
Ketika
ada pembaca yang mengatakan bahwa buku saya berhasil mengubah hidupnya menjadi
lebih baik.
Apa tips menjadi penulis dari Dee Lestari?
Berani
memulai, berani gagal, dan berani menghadapi keberhasilan.