Wednesday, February 17, 2016

Bentang Pustaka | Supernova IEP Part 2 | Januari, 2016 | by Fitria C. Farisa


Kalau diminta menyebut satu judul dari keenam Serial Supernova, Dee paling memfavoritkan Supernova yang mana? Kenapa?

Saya punya kecenderungan untuk merasa paling suka dan dekat dengan karya yang paling baru saya garap. Nah, karena IEP adalah yang paling gres saya kerjakan, otomatis itu menjadi favorit saya. Secara konten, IEP ini memang sangat seru, banyak twist, ketegangan, dan juga ada bumbu humor dan romantisme, pokoknya semua unsur yang saya sukai ada di sana.

Siapa tokoh favorit Dee dari Serial Supernova? Alasannya?

Sulit memilih, jujur. Di IEP saya sangat menyukai Toni alias Mpret, tapi secara keseluruhan Alfa Sagala tetap yang paling berkesan buat saya. Mungkin karena saya sangat menikmati proses menulis Gelombang dan merasa ikut dalam pertumbuhan Alfa. Dia itu gigih, cerdas, cerdik, kadang bisa jadi kelihatan menyebalkan, tapi di beberapa aspek dia bisa sangat polos dan lugu. Dan, itu yang membuat karakter Alfa ini menjadi mengasyikkan sekali untuk digarap.

Dari keenam seri, yang paling banyak menemui kendala saat proses penulisan yang mana? Bisa disebutkan apa saja kendalanya?

Setiap episode berbeda-beda, karena kondisi lingkungan saya juga berubah-ubah terus. Waktu Partikel, misalnya, kesulitan utamanya adalah memulai lagi proses kreatif yang sempat tertunda bertahun-tahun, dan saya masih punya anak balita (saat itu Atisha baru 3 tahun). Waktu Gelombang, saya mulai menyempurnakan sistem kerja saya, tapi itu pun masih banyak yang harus saya perbaiki. Waktu IEP, sistem kerja saya sudah jauh lebih efisien dan strategis, tapi volume IEP yang besar ini sangat menyita fokus dan tenaga. Saya nggak terlalu banyak problem dengan konten maupun jalan cerita. Yang lebih menantang adalah menyelaraskan proses menulis dengan aspek kehidupan saya yang lain.

Dari keenam seri, yang paling cepat ditulis yang mana? Apa yang membuatnya bisa menjadi paling cepat?

Petir yang paling cepat. Rata-rata untuk tiap episode saya menghabiskan tujuh hingga satu tahun. Untuk Petir, mungkin sekitar lima bulan. Tapi, secara cerita, Petir memang tidak menuntut riset yang terlalu kompleks. Setting-nya Bandung, tempat yang saya sangat familier, dan jalan ceritanya juga cenderung mengalir, tidak banyak konflik.

Dari banyaknya setting tempat dalam Serial Supernova, Dee paling suka setting tempat di mana? Alasannya?

Salah satu yang berkesan adalah Tanjung Puting. Lucunya, saya sendiri sampai sekarang belum pernah ke sana. Hanya mengandalkan riset dan narasumber. Tapi, pada dasarnya saya sangat senang menulis setting yang sifatnya alami, hutan, dsb. Jadi, menuliskannya pun membuat saya merasa berada di tempat itu, sekaligus terkagum-kagum atas keindahannya. Nah, ajaibnya, banyak orang tergerak mengunjungi Tanjung Puting setelah baca Partikel dan melapor ke saya, mereka merasa deskripsi di buku sangat mendekati asli. Saya juga sangat terkesan dengan Sianjur Mula-mula. Gara-gara Gelombang, jadi banyak juga pembaca saya yang tergerak ke Sianjur Mula-mula. Bahkan tempat itu sekarang sering diliput media.

Dari beberapa kisah cinta yang ada dalam Serial Supernova, Dee paling suka kisah cinta siapa? Kenapa?

Saya pengin kasih tahu tapi nggak mau spoiler. Pokoknya yang paling saya suka itu ada di IEP.

Dari keenam seri, mana yang membutuhkan paling banyak referensi, baik literatur maupun wawancara narasumber?

Akar adalah salah satu yang paling ekstensif karena melibatkan banyak tempat sekaligus. Ada banyak elemen-elemen yang saat itu saya juga belum familier, seperti seni tato, komunitas punk, Buddhisme, dsb. Zaman itu juga informasi di internet belum semelimpahruah sekarang ini, jadi pekerjaan mencari datanya lebih berat dan lebih manual. Saya terpaksa bayar teman saya untuk ikut jadi staf riset. Saya bahkan masih wawancara menggunakan tape recorder. Sekarang, kaset sudah jadi barang vintage!  

Dari keenam seri, mana yang paling membuat Dee deg-degan sebelum dirilis? Ada alasan khusus?
Seingat saya, Partikel. Sepertinya karena ada jeda panjang dari Petir, dan karya-karya saya sebelum itu (Perahu Kertas, Rectoverso, Filosofi Kopi) cenderung lebih mudah dibaca, Partikel kembali menjadi “pertaruhan”. Untungnya, Partikel diterima dengan baik, bahkan serial Supernova seperti punya basis pembaca baru (yang lebih muda) pasca terbitnya Partikel dan dirilis ulangnya semua episode Supernova oleh Bentang Pustaka.

Jika diminta menyebutkan satu simbol favorit dari keenam simbol yang ada, Dee paling menyukai yang mana? Mengapa?

Beberapa simbol Supernova mengambil dari simbol sakral yang memang sudah ada sebelumnya, seperti Flower of Life (Akar), Antahkarana (Petir), dan Bumi (Partikel). Tapi beberapa memang saya rancang sendiri dibantu seorang desainer langganan saya, Fahmi Ilmansyah. Saya paling suka IEP sih, karena maknanya sangat kaya, dan pilihan warnanya juga unik (baru ketahuan kalau nanti bukunya sudah keluar, hehe).

Mungkin ada hal-hal unik yang Dee ingat waktu menulis masing-masing seri? Kalau IEP, konon Dee sampai harus ‘mengungsi’ ke hotel, nah, adakah hal-hal unik lain yang mba ingat ketika proses penulisan Serial Supernova selain IEP?

Waktu penulisan IEP, di lingkungan rumah saya kebetulan lagi banyak pembangunan, jadi agak berisik di rumah. Sementara slot waktu saya menulis hanya bisa di pagi sampai siang hari. Akhirnya di IEP ini saya banyak tur dari kafe ke kafe, sampai akhirnya saya menemukan “kantor” favorit saya. Namanya kedai kopi Rosso Micro Roastery, yang kebetulan lokasinya sangat dekat dari rumah, hanya sekitar 15 menit. Jadi, di Rosso ini saya seperti punya tempat keramat, yang kata baristanya, pengunjung lain sampai segan duduk di situ karena tahu biasanya saya bakal datang dan duduk di tempat sama selama berjam-jam. Satu hari, pernah ada rombongan arisan di Rosso dan semua meja full, banyak anak kecil juga. Akhirnya saya diungsikan ke kantor/gudang staf, nulis di sana. Saya nulis adegan puncak IEP justru di gudang itu, dikelilingi karung-karung isi biji kopi. Terharu banget ketika adegannya selesai, saya sampai nangis. Syukur juga saya kerja sendirian di gudang, jadi nggak ada lihat saya mewek, hehe.