Bagaimana ide awal Dee menulis Supernova? Mungkin bisa
diceritakan sejarah lahirnya Supernova sendiri?
Supernova bisa dibilang
adalah gabungan dari topik maupun
hal-hal yang saya suka, yang saat itu tidak saya temukan di kepustakaan
Indonesia, yakni fiksi yang menampung perihal spiritual, sains, konflik
percintaan, persahabatan, dengan setting urban kontemporer. Saya terpicu oleh
konflik religius yang pada akhir tahun 90-an terjadi di banyak tempat di
Indonesia, dan karena saya memang hobi menulis fiksi sejak kecil, jadi
menuangkan kegelisahan lewat karya fiksi adalah refleks saya. Saya pikir,
dengan fiksi, perenungan-perenungan yang cenderung “berat” bisa dicairkan.
Fiksi menjadi jembatan bagi saya untuk mengomunikasikan ide-ide saya. Target
saya waktu itu juga bukan untuk meraup sebanyak-banyaknya pembaca, tapi lebih
ke katarsis personal saja, karenanya Supernova KPBJ saat itu saya terbitkan
sendiri karena mengejar momentum ulang tahun ke-25. Supernova adalah kado bagi
diri saya sendiri.
Apa memang dari awal udah rencana membuat Supernova
menjadi berseri?
Sudah. Itu sudah saya umumkan
sejak merilis Supernova KPBJ tahun 2001. Saya mulai membuat sketsa Akar hingga
Gelombang dari tahun 2002. Bahkan judul episode terakhir, Inteligensi Embun
Pagi, juga sudah saya umumkan begitu saya merilis Akar tahun 2002.
Supernova kan sci-fi, sedangkan Dee sendiri studinya
adalah HI. Saya pribadi terheran-heran banget gimana seorang yang nggak
menjalani studi formal sains bisa menulis teori Fisika, Biologi, dsb, dengan
begitu luar biasa. Nah, dari mana saja Dee belajar tentang sains?
Saya pribadi selalu percaya bahwa
pendidikan formal kita seringkali tidak menentukan minat dan ketertarikan
personal kita dalam kehidupan sehari-hari. Ketertarikan terbesar yang
menggerakkan saya menulis Supernova sebenarnya adalah spiritualitas. Pada tahun
2000 saya mulai membaca karya-karya sains yang ditulis oleh para ilmuwan yang
juga berusaha mendedah spiritualitas dari sudut pandang berbeda. Sejak itu saya
jadi lebih banyak baca buku sains. Pada dasarnya saya cukup suka ilmu alam.
Jadi, meski secara formal saya tidak belajar sains, saya tidak merasa terlalu
kesulitan memahami buku-buku tersebut. Mungkin karena ketertarikan saya
sesungguhnya bukan ke teknisnya tapi cenderung ke makna filosofisnya. Kalau
disuruh kerja di laboratorium, saya belum tentu suka. Hehe.
Untuk proses kreatif Supernova sendiri, berapa
rata-rata waktu yang Dee butuhkan untuk menulis naskah?
Rata-rata satu tahun untuk
satu buku, termasuk masa penyuntingan.
Bagaimana cara Dee menggali ide-ide gila yang
dimunculkan di Supernova? Nggak berlebihan, pertama kali saya baca Supernova,
saya pikir ide di dalamnya gila banget, liar, dan out of the box.
Sebetulnya tidak banyak
berbeda dengan penulisan cerita pada umumnya, segala ide dan informasi teknis
yang saya miliki harus ditempatkan dalam kerangka cerita. Ide adalah konten
yang ketika sudah masuk ke cerita harus lebur dan subtil. Gerbong dan
lokomotifnya tetap elemen-elemen fiksi seperti karakter, konflik, setting, dsb. Misalnya, tentang fungi.
Banyak sekali hal menarik tentang fungi, tapi tidak semuanya bisa dikawinkan
dengan elemen fiksi yang tengah saya garap, jadi pada akhirnya saya hanya
memasukkan hal-hal yang mendukung cerita. Dari enam atau tujuh buku yang saya
baca untuk riset fungi, ketika sudah masuk ke dalam cerita paling jadinya hanya
beberapa halaman saja.
Lalu, bagaimana cara Dee mendalami karakter yang Dee
buat sendiri?
Ketika saya menulis tentang
satu karakter, saya menyetel mindset saya
sedemikian rupa untuk bisa melihat dunia dari sudut pandang karakter saya,
bukan lagi Dee Lestari. Mungkin kasarnya seperti “dirasuki”. Dan, itu terjadi
berbulan-bulan sepanjang saya menulis. Dalam bercerita, sebisa mungkin saya
menahan “Dee Lestari” untuk muncul, dan membiarkan karakter saya yang menonjol.
Meski karakteristik saya dalam menyusun
kata, memilih diksi, pasti terasa oleh para pembaca yang sudah familier dengan
tulisan saya, akan beda rasanya jika saya dengan sadar menahan ego saya muncul.
Pembaca akan lebih mudah terhubung dengan karakter; mereka bisa jatuh cinta,
tergila-gila, simpati, sebal, dsb. Emosi-emosi riil seperti itu yang menurut
saya menghidupkan karakter di benak pembaca. Mereka punya akses penuh untuk
punya hubungan dengan karakter secara langsung tanpa saya “menginterupsi”.
Bukan cuma mendalami karakter, bagaimana Dee bisa
menggambarkan suatu tempat di negara lain dengan begitu detail? Menggambarkan
suatu profesi, bahkan tradisi agama dengan sangat spesifik. Riset seperti apa
yang Dee lakukan?
Sebetulnya apa yang saya
kumpulkan dalam sebuah riset pasti berlipat-lipat jumlahnya dibandingkan apa
yang akhirnya masuk ke cerita. Seperti yang saya sebutkan tadi, untuk topik
fungi, saya bisa membaca enam sampai tujuh buku tapi pada kenyataannya yang masuk
ke dalam cerita paling hanya beberapa halaman. Jadi, ke mana sisanya? Menurut
saya, riset punya beberapa fungsi. Pertama, untuk menjadi bahan keyakinan bagi
penulis, sama halnya kita belajar untuk ujian. Semakin banyak yang kita
pelajari, kita cenderung lebih pede menghadapi ujian, walaupun belum tentu yang
kita pelajari bakal keluar semua di soal. Kedua, riset yang strategis akan
memperkuat keyakinan pembaca kepada tulisan kita. Strategis di sini maksudnya
adalah tidak perlu banyak, tapi tepat guna. Riset kita harus mendukung elemen
cerita, memperkuat deskripsi, menstimulasi panca indra pembaca. Dengan
keleluasaan informasi seperti zaman sekarang ini, sebenarnya sudah sangat mudah
untuk riset. Tinggal kitanya yang tahu bagaimana melakukan riset dengan tepat.
Saya melakukan riset pustaka, video, wawancara dengan narasumber, atau datang
ke tempatnya langsung. Yang terakhir paling jarang saya lakukan karena kendala
waktu, tapi menurut saya bukan penghalang untuk kita bisa punya bahan yang
meyakinkan.
Lalu, bisa diceritakan apa saja makna simbol dari
setiap seri Supernova?
Kover KPBJ: Jaring Laba-laba,
melambangkan keterhubungan.
Kover Akar: Flower of Life, melambangkan
mekanisme dasar bagaimana hidup ini bertumbuh kembang.
Kover Petir: Antahkarana,
melambangkan keterhubungan holistik antara dua level kesadaran; pikiran/intelek dan jiwa/kesadaran lebih tinggi.
Kover Partikel: simbol dari
Bumi.
Kover Gelombang: simbol dari gelombang kesadaran yang kemudian membentuk realitas.
Kover IEP: tripel heliks
dalam bingkai heksagonal, melambangkan penggabungan tiga frekuensi dimensi
dalam wadah formasi para Peretas (yang berjumlah enam orang).
Kover Supernova sebetulnya
mewakili masing-masing tokoh utama. Beberapa simbol ada yang saya rancang
sendiri dibantu desainer (KPBJ, Gelombang, IEP), beberapa ada yang saya ambil
dari simbol kuno (Akar, Petir, Partikel).
Apa saja kesulitan yang Dee alami selama menulis
Supernova?
Banyak, tapi kesulitannya
lebih banyak ke masalah jadwal dan distraksi dari tawaran-tawaran pekerjaan
yang bermunculan sepanjang proses menulis. Jadi tantangannya lebih kepada
menjaga fokus saya sepanjang menulis. Karena itulah sejak Partikel hingga IEP saya
tidak mengambil proyek kreatif apa pun. Sekalinya saya terlibat dalam sesuatu,
saya bisa berhenti menulis sampai sebulan, seperti waktu rilis film Filosofi
Kopi, padahal keterlibatan saya di film itu cuma sebatas musik, promosi, dan
penggarapan ide dasar cerita. Kalau sampai saya nulis skenario seperti waktu
Perahu Kertas, saya bisa-bisa off setahun.
Saya memang nggak bisa menjalankan beberapa proyek kreatif sekaligus, harus
pilih satu.
Ada kebiasaan-kebiasaan tertentu saat menulis
Supernova?
Kebiasaannya berganti-ganti
tergantung sikon. Waktu Partikel, saya nulis sambil ngasuh anak saya yang masih
kecil. Waktu Gelombang, saya menulis subuh. Waktu IEP, saya menulis di luar
rumah. Yang jelas, semenjak Partikel, saya mulai punya sistem kerja yang jauh
lebih baik dari buku-buku sebelumnya, yang terus saya perbaiki hingga IEP
kemarin ini. Yang terpenting adalah punya rekam jejak perkembangan pekerjaan
kita, punya deadline, dan
menerjemahkan target-target kita ke dalam hitungan jam atau hari yang terukur.
Fans Supernova kan luar biasa, nih. Ada nggak
kejadian-kejadian unik dari fans Supernova yang berkesan untuk Dee?
Waktu Supernova KPBJ, sempat
tercipta sebuah milis para pembaca Supernova (milis Truedee), yang kemudian
berkembang serius sampai akhirnya mereka menerbitkan buku, dan bahkan sampai
sekarang masih sering ngumpul, yang berarti sudah 15 tahun lamanya.
Mungkin ada hal-hal unik yang nggak banyak diketahui
orang tentang proses kreatif Supernova?
Saat penyelesaian akhir IEP,
saya sempat ngungsi ke hotel agar bisa fokus menulis.
Pertanyaan terakhir, apa arti Supernova untuk Dee?
Supernova bagi saya adalah
penelusuran ke dalam. Supernova adalah salah satu cara saya bertanya tentang
hal-hal mendasar tentang diri dan eksistensi.