Sudah lama Dee
menuangkan ide lewat cerita dan juga lagu. Jika harus memilih, manakah yang
paling memuaskan bagi Dee? - Anggun
Gita Sari
Saya juga punya kebutuhan berbeda untuk setiap
pendekatan bercerita. Bagi saya fiksi dan lagu itu komplementer sifatnya, tidak
saling menggantikan. Kepuasan yang dihasilkan masing-masing format juga
berbeda, meski pada intinya sama-sama bercerita.
Apakah ada misi
khusus Dee dibalik penulisan Supernova sampai 5 jilid dan bahkan akan menerbitkan
lagi yang keenam? Sejak awal sudah direncanakan Supernova akan sampai 6 jilid? - Iko Boangmanalu
Sudah direncanakan dari awal. Misinya sederhana: menyelesaikan
cerita. Supernova episode pertama hanya sepotong dari keseluruhan cerita dalam
kepala saya.
Apa yang menjadi
resep Dee selalu produktif berkarya, baik itu dalam literasi atau musik? Lalu
syarat apa yang mesti dipenuhi agar sebuah karya dapat diterima masyarakat? – Bagus
Setyoko Purwo
Tujuan saya berkarya semata-mata
karena banyak yang ingin saya ungkapkan. Mungkin kalau sudah tidak ada lagi yang
ingin disampaikan, baru saya berhenti. Saya rasa tidak ada syarat khusus agar
karya kita diterima masyarakat, yang jelas karya yang disukai adalah karya yang
mampu menciptakan ikatan dengan penikmatnya.
Sebagai
penulis, pernahkan Anda mengalami
kebuntuan ide? Lalu bagaimana cara mengatasinya? – Christina M
Kebuntuan yang ringan cukup diatasi dengan hal-hal
yang sederhana, seperti istirahat, mandi, atau baca buku. Kalau cerita stagnan
berkepanjangan, biasanya perlu dirombak secara teknis. Elemen fiksinya dikaji
ulang dan diganti, bahkan ditulis ulang.
Bermusik dan menulis
adalah kanal untuk berekspresi, itu yang saya baca dalam sebuah artikel ttg
Mbak Dee. "Ritual" seperti apa sih yang selalu dilakukan untuk
mendapatkan ekspresi yang mendalam saat bercerita lewat novel? Apa secangkir
kopi punya "dongeng" tersendiri yg mempengaruhi setiap karya Mbak Dee
Lestari? – Uniqa Wardhani
Tidak ada
ritual khusus selain disiplin mendedikasikan waktu dan fokus sampai proyeknya
selesai. Bekerja dengan takaran yang terhitung dan punya deadline. Kadang ditemani kopi, kadang tidak. Saya berusaha tidak
fanatik pada satu ritual khusus karena saya tidak ingin menciptakan
ketergantungan yang merepotkan. Kalau nggak ada kopi lalu jadi nggak bisa
kerja, kan repot jadinya.
Kira-kira apa yang
menginspirasi Dee sehingga film Filosofi Kopi berhasil ditayangkan? Apakah ada
tokoh sehingga membuat Dee terinspirasi untuk membuat film tersebut? –
Hesrianus Cengga
Keberhasilan Filosofi Kopi sebagai film adalah hasil kerja
keras tim dari Visinema. Saya hanya melepas hak adaptasi dan membantu
pembangunan cerita pada tahap awal. Cerpen Filosofi Kopi sudah saya tulis lama
sekali, dari tahun 1996. Saya tidak membasiskannya pada siapa-siapa. Hanya
ingin membuat cerita seputar kopi, itu saja.
Sejak kapan Anda
menekuni aktivitas menulis? Apa motivasi Anda terjun ke dunia literasi? –
Ardiansyah Bagus Suryanto
Sebagai
hobi, dari kecil. Dari usia 9 tahun saya sudah mulai mencoba menulis cerita
panjang. Secara profesional, baru tahun 2001 ketika Supernova terbit. Saya
menulis karena saya merasa tema-tema yang saya suka belum banyak ditemukan di
pustaka Indonesia. Pada dasarnya saya menulis apa yang saya ingin baca.
Membuat tulisan
bertema science fiction tidaklah mudah. Kendala apa saja yang muncul ketika
menulis? – Dwi Atika Sari
Intinya, membuat novel memang tidak mudah. Kita harus
punya komitmen, intuisi bercerita, paham struktur dan menguasai teknik menulis.
Mau itu science fiction atau chick lit, akan susah kalau penulisnya tidak punya
minat kuat atas apa yang ia tulis. Selama penulisnya suka dan tertarik dengan
tema tulisannya, ia akan menggali dengan semangat. Kesulitan utama menulis
bukan di tema, tapi bagaimana bercerita sebaik dan sejernih mungkin.
Dee, walaupun hanya
bisa berjumpa lewat tulisan ini, aku ingin menyampaikan bahwa aku apreciate
dengan karya-karyamu. Kamu telah merampas tiga malamku untuk menyelesaikan tiga
karyamu! Melalui media Kompas Kita ini, aku mau bertanya kepadamu, passion apa
yang paling membuatmu berkarya sampai saat ini? Sekaligus apa yang Dee lakukan
untuk menjaganya tetap ada dan membara? – Jois Efendi
Terima kasih untuk apresiasinya. Banyak ide dalam kepala
saya. Medium yang saya suka adalah lagu dan tulisan. Keduanya adalah skill yang
menarik dan menantang. Setiap karya adalah ajang saya untuk belajar dan melepas
ide-ide dalam kepala saya.
Saat ini semakin banyak para penulis novel seperti Dee yang saling
berebut untuk memenangkan hati para pembaca. Bagaimana Dee menanggapi hal ini,
apa saja yang dilakukan Dee agar karya Dee dapat mendapat tempat di hati para
pembaca untuk selalu menunggu karya-karya Dee selanjutnya? – Nurus
Syarifah
Berusaha memuaskan pembaca adalah motivasi berbahaya bagi
penulis. Pertama, karena kita tidak mungkin memuaskan semua orang. Kedua, kita
kehilangan otensisitas atas apa yang menurut kita paling penting. Tulislah apa
yang bagi kita penting, mendesak, menggemaskan. Dan, tulislah sebaik dan
sejernih yang kita bisa. Itu saja resep saya.
Saya baru baca Filosofi
Kopi dan Madre. Dulu baca Supernova (Akar) tapi nggak ngeh dan pusing, hehe. Kapan bikin novel true story tentang Tuhan versi Dee yang teologinya kayaknya
‘timur’ banget? Atau tentang kehidupan pribadi Dee bagaimana kegetiran
perceraian dan tentang anak-anak, atau cerita-cerita tentang riak-riak
kehidupan di rumah? – Amin Nurrokhman
Belum tahu. Sekarang belum tergerak.
Saya sangat antusias
membaca karya Mbak. Madre, Filosofi Kopi, adalah salah satu kegemaran saya.
Materinya ringan tapi sarat dengan makna. Yang ingin saya tanyakan, pertama,
apa arti menulis buat Mbak? Kedua, apakah Mbak merasakan apa yang Mbak tulis? – Nordin
Menulis bagi saya adalah seni menyampaikan ide. Merasakan
dalam arti emosi, tentu pernah. Kalau saya menulis tentang hal yang sedih tapi
tidak ikut merasakan kesedihannya, berarti tulisan itu belum berhasil.
Apakah ide dari
cerita yang Dee tuangkan dalam novel merupakan ide murni dari pemikiran Dee
sendiri ataukah ditambah ide yang telah ada di novel kebanyakan? Saya juga
sering mendapatkan ide untuk cerita tetapi ketika dituangkan rasanya sulit
sekali. Pernahkah Dee mengalami hal seperti itu dan bagaimana solusinya? –
Dharmana Dhini Cipta Telaga
Yang saya tulis selalu kombinasi dari imajinasi, hasil
pengamatan, hasil pengalaman. Termasuk mungkin di dalamnya buku-buku yang
pernah saya baca. Kesulitan menuangkan ide biasanya karena kurang latihan dan
jam terbang, begitu sering dilakukan, kita akan tahu sendiri tekniknya.
Adakah di antara
karya Dee, baik buku maupun lagu, yang merupakan pengalaman pribadi Mbak Dewi?
Saya mengusulkan bagaimana kalau yang menjadi tokoh utama dalam layar lebarnya
adalah Mbak sendiri. – Zenny Anaria
Kalau pun ada pengalaman pribadi, biasanya sudah tercampur
unsur lain. Saya belum pernah berkarya yang sifatnya otobiografis. Untuk
menjadi tokoh utama dalam layar lebar, sejauh ini belum terpikir dan belum
tertarik.
Bagi saya
novel-novel Mbak Dee adalah sebuah alternatif. Alternatif dari miskinnya
gagasan di Indonesia kontemporer. Saat ini adalah eranya pragmatisme,
materialisme, dan budaya instan. Jadi, novel, juga film yang diadaptasi dari
novel Mbak Dee-lah jawaban atas budaya yang diusung dunia modern tadi. Saya
berharap Mbak Dee terus menuangkan gagasan-gagasannya dalam bentuk novel.
Pertanyaan buat Mbak Dee, apa pendapatnya tentang kemalasan berpikir, budaya
baca yang rendah, dan tradisi menulis yang belum mengakar dalam masyarakat
Indonesia saat ini? – Darwinto
Terima
kasih atas apresiasinya. Kalau kita bicara kultur, tentu kita bicara proses
ratusan tahun, dan untuk membalikkannya tidak bisa dalam waktu singkat. Kita
bisa menjadi agen perubahan dengan ikut aktif menjadi pelaku komunitas baca dan
tulis. Mulai dari diri sendiri dan keluarga sendiri, misalnya. Setelah itu kita
bisa melangkah lebih jauh dengan berkarya, bisa lewat blogging atau
tulisan singkat. Dari level pemerintah juga banyak kebijakan yang bisa
diberlakukan, salah satunya adalah bagaimana pemerintah bisa memproduksi buku
lebih murah, mendorong penerjemahan, dan meningkatkan jumlah perpustakaan.
Setiap penulis
mempunyai diferensiasi pada karyanya, dan diferensiasi karya Dee ada pada tema
yang selalu mengusung pencarian jati diri. Bagaimana defferensiasi itu awalnya
terjadi? Apakah sengaja dibuat untuk membedakan karya Dee dgn karya-karya lain,
atau ada dengan sendirinya? – Muh Turmudi
Setiap penulis umumnya umumnya
berkarya diawali oleh kegelisahan. Kegelisahan itu tidak bisa “diatur”. Segala
bentukan lingkungan dan konstruksi batin seseorang akan memicu adanya
kegelisahan yang kemudian diburu lewat mempertanyakan, lewat ekspresi seni,
lewat kreasi, dan seterusnya. Kegelisahan saya yang terbesar memang sejak dulu
berpusat di aspek spiritualitas.
Siapa sajakah yang
menjadi inspirasi Dee dalam menulis novel ? – Laras
Kusumaningtyas
Saya mengamati banyak orang, dan
biasanya orang-orang yang saya temui bercampur menjadi karakter. Saking
banyaknya saya tidak bisa lagi menyebutkan satu-satu.
Saya penasaran, dari mana nama
pena "Dee" itu, serta apakah ada makna terselip di dalamnya? Bagaimana
Dee menjalani multiperannya, yaitu ibu, penulis, penulis lagu, penyanyi?
Mengalir saja, ataukah ada manajemen waktu sedemikian rupa sehingga tetap dapat
menjalankan tugas di dalam rumah sekaligus menjalankan karier-kariernya? – Hesty Puji Rahayu
Waktu kuliah dulu, saya pakai ransel dengan inisial
“D”. Sejak itu mulai suka dipanggil “D” (Dee) oleh beberapa orang. Saya senang
dengan sebutan itu karena simpel. Menjalani multiperan mengalir saja dengan
banyak trial and error, tentunya.
Yang menantang adalah bagaimana menyusun prioritas dari waktu ke waktu, dan
konsisten menjalaninya. Misal, ketika saya sudah harus intensif menulis, saya
harus berani menolak banyak tawaran pekerjaan dan proyek kreatif lain, sebab
waktu saya untuk rumah dan keluarga juga sudah memakan besar porsi hari-hari
saya. Kalau saya ambil semuanya, pasti ada yang keteteran. Saya tidak ingin
keluarga saya jadi korban hanya karena saya mengejar karier. Waktu 24 jam
sehari tidak bisa ditambah, jadi saya harus memaksimalkan ketersediaan waktu
yang ada.
Dee dan Arina (Mocca) kan adik
kakak kandung, bagaimana bisa jadi figur yang keduanya penuh karya dan
menginspirasi? Kalau boleh tahu bagaimana kebiasaan didikan keluarga sehingga
bisa menjadi figur yang menginspirasi banyak orang? – Nida Hadaina Farida
Ketika kami kecil, kami tidak terpikir untuk
bercita-cita jadi seniman. Tapi hidup kami sehari-hari memang sudah dipadati
kegiatan seni, dari main musik, nyanyi, menggambar, dan sebagainya. Orang tua
kami sangat mengutamakan soal akademis, dan itu jadi syarat untuk kami tetap
meneruskan hobi seni. Di sisi lain, orang tua kami juga sangat suportif. Kami
semua diberi kesempatan les musik. Rumah kami menjadi markas besar untuk
kegiatan musik, latihan paduan suara sekolah, gereja, vokal group, band, dan
lain-lain. Jadi, kegiatan berkesenian itu sudah seperti atmosfer tetap di rumah
kami.